Penguasa kini jauh dari kehendak dan aspirasi masyarakat, serta tidak mampu mengadopsi rasa keadilan. Dua contoh gelap dari fenomena itu adalah kenaikan harga BBM, dan pemberian grasi pada terpidana narkoba Corby.
Hal ini, menurut Ichsanuddin Noorsy, dalam pidatonya seusai menerima penghargaan Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) 2012 di Jakarta, Sabtu (26/5/2012) malam, menunjukkan otoritas semu penguasa (false authority).
Otoritas semu ini juga ditunjukkan para kepala daerah yang ketika memenangi pilkada, membawa rombongannya untuk mengisi jabatan-jabatan kunci. Akibatnya, kepentingan masyarakat umumnya tidak terakomodir. Bahkan, banyak kepala daerah tidak membuat rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).
Otoritas semu ini didahului pemerintahan palsu (false government), yang menghasilkan kebijakan publik yang jauh dari kepentingan rakyat (false public policy). Hal ini mudah saja dilakukan, karena mereka pun mendapatkan kekuasaan melalui pendekatan pragmatis.
Kesadaran masyarakat dimanipulasi secara transaksional. Suara diperoleh bukan dengan pendekatan aspirasi masyarakat, terjadi false vote yang menghasilkan false representative.
Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia menyerahkan penghargaan kepada empat kepala daerah yang dinilai berprestasi, serta dua akademisi yang berkontribusi pada perbaikan kualitas pemerintahan.
Empat kepala daerah itu adalah Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang, Bupati Serdang Bedagai Erry Nuradi, Wali Kota Cimahi Itoc Tochija, dan Bupati Enrekang La Tinro La Tunrung.
Adapun akademisi yang mendapatkan penghargaan adalah Guru Besar FISIP Universitas Indonesia Prof Bhenyamin Hoessain, atas pengabdian sbg ilmuwan pemerintahan, dan Ichsanuddin Noorsy, atas pengabdiannya sebagai pemerhati pemerintahan.
Editor: Safrizal
Sumber: http://kompas.com
Tidak ada komentar: