Singkil, "Atlantis" dari Aceh
Posted by HIMIPOL UNIMAL on Jumat, 25 Mei 2012
Oleh Ahmad Arif dan Agung Setyahadi
Tenggelamnya kota Singkil mengingatkan pada cerita klasik tentang Atlantis. Kisah tentang Atlantis ini pertama kali disebut oleh cendekia Yunani, Plato, dalam buku ”Timaeus” dan ”Critias”. Disebutkan, Atlantis tenggelam ke dalam samudra ”hanya dalam satu hari satu malam”.
Atlantis yang diceritakan Plato 2.500 tahun yang lalu itu konon dihuni oleh bangsa yang memiliki peradaban tinggi dengan alam yang sangat kaya, yang kemudian hilang tenggelam ke dasar laut.
Belakangan, penulis Arysio Nunes Dos Santos menerbitkan buku Atlantis: The Lost Continent Finally Found (2005). Ia menyebutkan, lokasi Atlantis yang hilang itu adalah Indonesia. Buku ini sarat kontroversi. Apalagi, sebagian ilmuwan menganggap Atlantis sebenarnya hanya dongeng yang dibuat Plato untuk mengilustrasikan teori politik yang bisa berubah cepat.
Namun, Kota Singkil di Aceh bukanlah mitos. Itu kenyataan sejarah tentang kota yang tenggelam karena fenomena alam.
Menurut Datuk Amirul Alam (74), tokoh masyarakat Singkil, Kota Singkil Lama dulu merupakan pelabuhan ramai. Masyarakat di pedalaman Sumatera menjual aneka komoditas hasil bumi, seperti kayu, rotan, kopra, damar, dan kapur barus. Barang dagangan dibawa menggunakan perahu menyusuri Sungai Singkil dan Sungai Simpang Kanan yang berhulu di pegunungan Leuser.
Barang-barang dagangan itu dijual kepada para pedagang besar dari China, India, dan Arab sebelum diangkut ke pelabuhan besar di Barus. ”Karena pentingnya posisi Singkil Lama, dulu ada kontroler atau wedana yang ditugaskan Belanda. Kalau di Rending, ada semacam camat Belanda,” ujar Amirul Alam.
Dalam catatan-catatan kuno, Singkil juga kerap disebut karena memiliki tokoh agama Islam, Datuk Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili. Sheikh Abdul Rauf dikenal sebagai penyebar agama Islam pada abad ke-17. Ia menuntut ilmu di Mekkah selama 19 tahun. Catatan pendidikan Sheikh Abdul Rauf ini sekaligus menguatkan hubungan Singkil dengan dunia luar.
Namun, kejayaan Singkil Lama itu telah musnah. Jejaknya hanya bisa ditemukan dalam bentuk pecahan keramik, koin kuno, reruntuhan tembok, dan nisan tua yang sebagian terendam laut. Adapun Singkil (baru) saat ini dalam proses tenggelam ke laut. ”Kami takut Singkil akan hilang seperti Singkil Lama,” kata Sabaruddin, warga Kilangan, Singkil.
Tenggelamnya daratan
Mirip dengan cerita Atlantis, tenggelamnya Singkil terjadi dalam sekejap. Pascagempa 28 Maret 2005, daratan Singkil turun tiba-tiba hingga 1,5 meter. Proses yang sama yang diperkirakan menenggelamkan Singkil Lama ratusan tahun sebelumnya.
Walaupun kejadiannya sekejap, proses yang mendahului tenggelamnya Singkil telah berlangsung puluhan hingga ratusan tahun. Proses itu bermula dari penunjaman lempeng Indo- Australia ke bawah Sumatera yang merupakan bagian dari lempeng Eurasia. Menurut penelitian ahli gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman, lempeng Indo-Australia bergerak sekitar 30 milimeter per tahun mengimpit lempeng Sumatera-Andama.
Bidang kontak dua lempeng yang terekat kuat menyebabkan pulau-pulau yang berada di atas zona penunjaman (Simeulue, Nias, dan Siberut) terseret ke bawah perlahan dan terimpit ke arah Sumatera. Suatu ketika, tekanan yang terhimpun di antara dua lempeng ini terlalu besar untuk ditahan. Akibatnya, rekatan ini pecah dan lempeng di bawah pulau akan terentak sangat kuat ke atas. ”Lentingan lempeng ini menghasilkan goncangan keras yang dikenal sebagai gempa bumi,” tulis Danny Hilman dalam bukunya, Gempa Bumi dan Tsunami di Sumatra, 2007.
Gempa bumi itu membuat pulau-pulau di sebelah barat terangkat, sebaliknya yang di bagian timur turun. Setelah itu, bidang kontak akan merekat lagi dan pulau-pulau kembali terseret ke bawah. Siklus proses gempa bumi ini berlangsung selama satu abad atau lebih sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempa bumi besar.
Ketika pulau-pulau terentak ke atas saat gempa bumi, dasar laut ikut terangkat. Jutaan ton air ikut terdorong ke atas dan menghasilkan bumbungan besar air di atas permukaan laut. Bumbungan air ini kemudian menyebar ke segala arah dan menjadi gelombang tsunami atau dalam istilah Singkil dikenal sebagai galoro.
Penelitian Briggs, Meltzner, Kerry Sieh, dan Danny Hilman, gempa Maret 2005 telah mengangkat bagian barat Pulau Nias setinggi 3 meter. Wilayah selatan Pulau Simeulue juga terangkat 1 sampai 1,5 meter, termasuk Kota Sinabang. Hasil penelitian itu dimuat dalam jurnal Science, 2006.
”Ketika gempa di segmen Nias-Simelue terjadi pada Maret 2005, tim LIPI-Caltech baru saja memasang beberapa unit stasiun GPS di wilayah ini, tepat di atas dan sekitar sumber gempa,” sebut Danny. Pemasangan itu membuat pergerakan tektonik yang terjadi sebelum, sewaktu, dan setelah gempa terekam dengan baik oleh GPS.
Selain menggunakan GPS, fenomena naik dan turunnya daratan ini juga diketahui dari koral mikroatol. Koral yang biasa dipakai adalah genus porites mikroatol yang banyak tumbuh di sekitar Pulau Simeulue, Nias, dan pulau-pulau lain di pantai barat Sumatera. Koral ini hidup di zona pasang surut di tepi pantai.
Menurut Danny Hilman, pertumbuhan porites sangat dipengaruhi perubahan muka air laut. Pertumbuhan koral mikroatol tidak bisa melebihi tinggi air laut saat surut. Koral ini akan tumbuh ke atas sehingga mencapai permukaan air.
Apabila pantai terangkat karena gempa, tubuh mikroatol yang tersembul ke atas air akan mati. Bagian koral yang masih berada dalam air akan tetap hidup. Apabila koral terangkat seluruhnya, akan mati total. Sebaliknya, apabila muka pantai turun, koral akan tenggelam. Besarnya penenggelaman ini juga dapat diukur dari tinggi permukaan mikroatol ke tinggi air laut (surut) setelah gempa.
Dari jejak mikroatol, Danny dan timnya menemukan, proses naik dan turunnya pulau-pulau di pantai barat Sumatera telah terjadi beberapa kali. Ini berarti petaka tenggelamnya Singkil pernah terjadi di masa lalu, dan masih akan terus berlangsung.
Belakangan, penulis Arysio Nunes Dos Santos menerbitkan buku Atlantis: The Lost Continent Finally Found (2005). Ia menyebutkan, lokasi Atlantis yang hilang itu adalah Indonesia. Buku ini sarat kontroversi. Apalagi, sebagian ilmuwan menganggap Atlantis sebenarnya hanya dongeng yang dibuat Plato untuk mengilustrasikan teori politik yang bisa berubah cepat.
Namun, Kota Singkil di Aceh bukanlah mitos. Itu kenyataan sejarah tentang kota yang tenggelam karena fenomena alam.
Menurut Datuk Amirul Alam (74), tokoh masyarakat Singkil, Kota Singkil Lama dulu merupakan pelabuhan ramai. Masyarakat di pedalaman Sumatera menjual aneka komoditas hasil bumi, seperti kayu, rotan, kopra, damar, dan kapur barus. Barang dagangan dibawa menggunakan perahu menyusuri Sungai Singkil dan Sungai Simpang Kanan yang berhulu di pegunungan Leuser.
Barang-barang dagangan itu dijual kepada para pedagang besar dari China, India, dan Arab sebelum diangkut ke pelabuhan besar di Barus. ”Karena pentingnya posisi Singkil Lama, dulu ada kontroler atau wedana yang ditugaskan Belanda. Kalau di Rending, ada semacam camat Belanda,” ujar Amirul Alam.
Dalam catatan-catatan kuno, Singkil juga kerap disebut karena memiliki tokoh agama Islam, Datuk Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili. Sheikh Abdul Rauf dikenal sebagai penyebar agama Islam pada abad ke-17. Ia menuntut ilmu di Mekkah selama 19 tahun. Catatan pendidikan Sheikh Abdul Rauf ini sekaligus menguatkan hubungan Singkil dengan dunia luar.
Namun, kejayaan Singkil Lama itu telah musnah. Jejaknya hanya bisa ditemukan dalam bentuk pecahan keramik, koin kuno, reruntuhan tembok, dan nisan tua yang sebagian terendam laut. Adapun Singkil (baru) saat ini dalam proses tenggelam ke laut. ”Kami takut Singkil akan hilang seperti Singkil Lama,” kata Sabaruddin, warga Kilangan, Singkil.
Tenggelamnya daratan
Mirip dengan cerita Atlantis, tenggelamnya Singkil terjadi dalam sekejap. Pascagempa 28 Maret 2005, daratan Singkil turun tiba-tiba hingga 1,5 meter. Proses yang sama yang diperkirakan menenggelamkan Singkil Lama ratusan tahun sebelumnya.
Walaupun kejadiannya sekejap, proses yang mendahului tenggelamnya Singkil telah berlangsung puluhan hingga ratusan tahun. Proses itu bermula dari penunjaman lempeng Indo- Australia ke bawah Sumatera yang merupakan bagian dari lempeng Eurasia. Menurut penelitian ahli gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman, lempeng Indo-Australia bergerak sekitar 30 milimeter per tahun mengimpit lempeng Sumatera-Andama.
Bidang kontak dua lempeng yang terekat kuat menyebabkan pulau-pulau yang berada di atas zona penunjaman (Simeulue, Nias, dan Siberut) terseret ke bawah perlahan dan terimpit ke arah Sumatera. Suatu ketika, tekanan yang terhimpun di antara dua lempeng ini terlalu besar untuk ditahan. Akibatnya, rekatan ini pecah dan lempeng di bawah pulau akan terentak sangat kuat ke atas. ”Lentingan lempeng ini menghasilkan goncangan keras yang dikenal sebagai gempa bumi,” tulis Danny Hilman dalam bukunya, Gempa Bumi dan Tsunami di Sumatra, 2007.
Gempa bumi itu membuat pulau-pulau di sebelah barat terangkat, sebaliknya yang di bagian timur turun. Setelah itu, bidang kontak akan merekat lagi dan pulau-pulau kembali terseret ke bawah. Siklus proses gempa bumi ini berlangsung selama satu abad atau lebih sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempa bumi besar.
Ketika pulau-pulau terentak ke atas saat gempa bumi, dasar laut ikut terangkat. Jutaan ton air ikut terdorong ke atas dan menghasilkan bumbungan besar air di atas permukaan laut. Bumbungan air ini kemudian menyebar ke segala arah dan menjadi gelombang tsunami atau dalam istilah Singkil dikenal sebagai galoro.
Penelitian Briggs, Meltzner, Kerry Sieh, dan Danny Hilman, gempa Maret 2005 telah mengangkat bagian barat Pulau Nias setinggi 3 meter. Wilayah selatan Pulau Simeulue juga terangkat 1 sampai 1,5 meter, termasuk Kota Sinabang. Hasil penelitian itu dimuat dalam jurnal Science, 2006.
”Ketika gempa di segmen Nias-Simelue terjadi pada Maret 2005, tim LIPI-Caltech baru saja memasang beberapa unit stasiun GPS di wilayah ini, tepat di atas dan sekitar sumber gempa,” sebut Danny. Pemasangan itu membuat pergerakan tektonik yang terjadi sebelum, sewaktu, dan setelah gempa terekam dengan baik oleh GPS.
Selain menggunakan GPS, fenomena naik dan turunnya daratan ini juga diketahui dari koral mikroatol. Koral yang biasa dipakai adalah genus porites mikroatol yang banyak tumbuh di sekitar Pulau Simeulue, Nias, dan pulau-pulau lain di pantai barat Sumatera. Koral ini hidup di zona pasang surut di tepi pantai.
Menurut Danny Hilman, pertumbuhan porites sangat dipengaruhi perubahan muka air laut. Pertumbuhan koral mikroatol tidak bisa melebihi tinggi air laut saat surut. Koral ini akan tumbuh ke atas sehingga mencapai permukaan air.
Apabila pantai terangkat karena gempa, tubuh mikroatol yang tersembul ke atas air akan mati. Bagian koral yang masih berada dalam air akan tetap hidup. Apabila koral terangkat seluruhnya, akan mati total. Sebaliknya, apabila muka pantai turun, koral akan tenggelam. Besarnya penenggelaman ini juga dapat diukur dari tinggi permukaan mikroatol ke tinggi air laut (surut) setelah gempa.
Dari jejak mikroatol, Danny dan timnya menemukan, proses naik dan turunnya pulau-pulau di pantai barat Sumatera telah terjadi beberapa kali. Ini berarti petaka tenggelamnya Singkil pernah terjadi di masa lalu, dan masih akan terus berlangsung.
Sumber: http://kompas.com
Ketika ASNLF Menarik Perhatian Pegiat HAM
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Foto: dok pribadiDelegasi Aceh Yusuf Daud dua dari kanan di sidang HAM Dewan PBB |
"Your glasses please," ujar petugas kepada penulis yang kebetulan lupa meletakkan kaca mata. Layaknya masuk ke area bandar udara, begitu pula memasuki ruangan acara rapat yang membahas tinjauan periodik universal sesi 13 - UPR (Universal Periodic Review), Rabu, (23/5) Jenewa.
Hari itu, ruang XX lantai 2, sekira pukul 9:00-12:30 giliran delegasi Indonesia memberikan laporan periodik HAM selama 4 tahun sebelumnya. Dari meja lingkar terdepan, duduk manis Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalagewa didampingi stafnya.
Diluar kelaziman jika seorang menteri luar negeri sebuah negara langsung yang membaca dan menjawab tanggapan. Indonesia sudah mengantisipasi mendapat tantangan berat dari NGO dan pemerintah karena rekomendasi-rekomendasi dari UPR 2008 tidak seluruhnya dilaksanakan. Oleh sebab itu, Indonesia mempersiapkan delegasi tingkat tinggi yang terdiri dari 13 orang dan dipimpin langsung oleh Menteri Luar Negerinya.
Di belakang delegasi Indonesia terbentang layar jumbo ukuran bioskop dan perwakilan negara-negara duduk di kursi melingkar menghadap mimbar. Sejurus kemudian, pemimpin rapat H.E Mr Andras Dekany memberikan sambutan. Di akhir ucapannya, dia mempersilahkan Indonesia memberikan laporan, yang diikuti oleh tanggapan-tanggapan dari 74 negara atas laporan Indonesia selama 95 detik per negara.
Dalam mekanisme UPR tidak diatur peranan NGO memberi tanggapan. Walaupun demikian, para NGO kaliber international cukup lihai melobi dan menciptakan mekanisme sendiri untuk menggugat Indonesia, baik melalui lisan atau tulisan.
Foto: Asnawi AliSuasana forum UPR (Universal Periodic Review), Rabu, (23/5) di Jenewa |
Sementara itu, anggota-angota negara ASEAN memberikan tanggapan yang sangat umum bahkan memuji layaknya negara sahabat. Aktivis HAM Indonesia yang enggan menyebutkan namanya malah sudah mengatakan kepada penulis agar tidak terkejut.
"Saya yakin mereka sudah kontak beberapa hari sebelumnya untuk lobi dan meyakinkan agar memberikan penilaian yang baik kepada Indonesia. Jadi, seperti hubungan timbal balik" ujar aktivis tersebut yang paham betul dengan mekanisme beluk sidang UPR.
Dalam komentar lainnya, negara dari Eropa menekan Indonesia agar meninjau kembali serta menghapuskan undang-undang hukuman mati, mengratifikasi Konvensi ROME tentang Pengadilan Kriminal Iternasional (ICC), tentang impunitas terhadap pelanggaran militer, latihan pendidikan HAM untuk polisi dan militer Indonesia, perbaikan undang-undang untuk perlindungan pekerja migran.
Berkaitan dengan daerah konflik, yang sering disinggung adalah kejadian di provinsi Papua dan Papua Barat. Hal kejutan terdapat saat sejumlah negara Eropa menyinggung kekerasan yang terjadi di kedua provinsi tersebut. Bahkan dari Australia dan Swiss menyarankan agar Indonesia mengedepankan dialog dan bekerja sama dengan pihak NGO.
“Kemitraan dengan pihak lembaga bukan pemerintah diharapkan menjadi prioritas” tekan mereka dalam ucapannya. Spanyol meminta kepada Indonesia agar diberikan akses kepada pembela hak asasi manusia, wartawan dan diplomat ke provinsi Papua dan Papua Barat.
Kejutan lainnya terjadi saat menyinggung Aceh. Negeri matador itu dalam poinnya meminta agar menghilangkan undang-undang kriminal terhadap bagi kaum homoseksual di mana sejak diperkenalkannya Syariah Islam pada tahun 2002.
Sementara itu, delegasi ASNLF yang diwakili oleh Yusuf Daud, sejak awal mengikuti jalannya rapat secara seksama mengambil inisiatif memperkenalkan HAM Aceh yang belum selesai. Salah satu mekanisme yang bisa dipakai ujar warga Swedia keturunan Aceh ini dengan membuat pernyataan sikap dari Acheh Sumatra National Libeartion Front (ASNLF).
“Pernyataan ini sangat penting kita bagi-bagikan sebelum adopsi laporan dan kesimpulan tentang Indonesia Jumat esok” ujarnya. Rencananya, pernyataan berbentuk kesimpulan HAM itu akan dibagi-bagikan ke depan panitia dan meja para hampir setiap delegasi negara, terutama Negara Uni Eropa.
Setelah rehat siang selama 2 jam, dalam ruangan berbeda di XXV Palais des Nations namun di bangunan yang sama, ditampilkan sesi tambahan bertajuk "Voices from the Ground Assesing Indonesia's Human Rights Developments through the UPR". Acara yang disponsori oleh NGO kaliber internasional seperti Forum Asia, Infid, Human Right Watch, Franciscans International dan ILGA ini menampilkan pembicara dari aktivis HAM dari Jakarta Rafendi Djamin (HRWG), Ifdhal Kasim (Komnas HAM) Yuniyanti Chuzaifah (Komnas Perempuan).
Dalam undangan terdapat daftar perwakilan ELSAM Papua namun berhalangan hadir dan diwakili oleh NGO Franciscans International. Mereka mempresentasikan permasalahan HAM Indonesia versi LSM yang berbeda seperti presentasi delegasi Indonesia beberapa jam sebelumnya. Layaknya oposisi, mekanisme demikian ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada pihak lain agar menerima informasi kedua belah pihak.
Dari dalam bangunan kantor PBB urusan HAM yang megah Jenewa ini, berbagai bahasa, kaum dan bangsa dari 4 penjuru mata dunia datang dan duduk sejajar membicarakan masalah hak asasi manusia disetiap negaranya. Dari sini pula, akan menjadi pedoman untuk peningkatan HAM setipa negara di empat tahun mendatang.
Dalam undangan terdapat daftar perwakilan ELSAM Papua namun berhalangan hadir dan diwakili oleh NGO Franciscans International. Mereka mempresentasikan permasalahan HAM Indonesia versi LSM yang berbeda seperti presentasi delegasi Indonesia beberapa jam sebelumnya. Layaknya oposisi, mekanisme demikian ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada pihak lain agar menerima informasi kedua belah pihak.
Dari dalam bangunan kantor PBB urusan HAM yang megah Jenewa ini, berbagai bahasa, kaum dan bangsa dari 4 penjuru mata dunia datang dan duduk sejajar membicarakan masalah hak asasi manusia disetiap negaranya. Dari sini pula, akan menjadi pedoman untuk peningkatan HAM setipa negara di empat tahun mendatang.
Sikap ASNLF di Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Yusuf Daud [Anggota Acheh Sumatra National Libeartion Front (ASNLF). Pernyataan ini Disampaikan pada Sidang HAM UPR di Jenewa]Jum`at, 25 Mei 2012 11:08 WIB
“Kekerasan sudah pasti menjadi satu bagian penting dari sejarah singkat Indonesia. Pemerintah Indonesia secara sistematis telah melanggar hak asasi manusia yang fundamental selama lebih dari 20 tahun ini dan terus melakukannya tanpa adanya hukuman.” Laporan Asia Watch 1990
Hampir 30 tahun lamanya Aceh menjadi ladang pembantaian bagi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang kemudian diganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), dalam upaya mereka untuk menghancurkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) - salah satu pergerakan untuk membebaskan Aceh dari Republik Indonesia.
Selama rentang waktu tersebut, ribuan jiwa rakyat Aceh yang tidak bersalah telah menjadi korban pembunuhan, termasuk sebagai korban pembunuhan diluar hukum, pembantaian massal, penyiksaan, penangkapaan secara sewenang-wenang serta penghilangan secara paksa. Kebrutalan yang terjadi tersebut telah pula terdokumentasi secara rinci baik oleh organisasi-organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) lokal maupun organisasi-organisasi HAM international.
Sungguh sangat disayangkan bahwa kelakuan-kelakuan brutal yang dimaksudkan di atas dan juga pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer Indonesia semasa konflik Aceh telah berhasil ditutup-tutupi atau bahkan dilupakan dengan adanya Perjanjian Helsinki di tahun 2005.
Pada Desember 2004, Aceh dilanda bencana Tsunami yang mengakibatkan sekitar 200, 000 jiwa rakyat Aceh meninggal dunia. Bencana alam ini ditambah dengan perang yang berkepanjangan telah mengantar kedua belah pihak, yaitu Indonesia dan GAM, ke meja perundingan. Sebuah perjanjian pun akhirnya disepakati pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, ibu kota Finland. Dan, karena itu, berakhirlah salah satu perang yang terpanjang di Asia Tenggara.
Banyak pengamat yang menganggap bahwa penyebab utama keberhasilan perundingan Helsinki adalah kerelaan GAM untuk meninggalkan opsi “merdeka” dari agenda perundingan. Namun menurut sebagian pakar tentang konflik Aceh seperti Aspinal (2005), keberhasilan perundingan tersebut justru disebabkan oleh “melemahnya kekuatan GAM yang disebabkan oleh operasi-operasi brutal darurat militer,” yang dilakukan sebelum datangnya tsunami.
Sebagai hasil dari perundingan tersebut, GAM diberikan status “pemerintah sendiri” yang didalamnya termasuk hak-hak untuk membuat partai lokal, Pengadilan HAM (PH), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta amnesti untuk tahanan politik dan lain sebagainya.
Dunia pun menarik nafas lega bahwa salah satu perang kotor Indonesia, setelah Timor Leste, berakhir dalam sekejap. Rakyat Aceh yang paling terkorbankan dalam konflik ini pun berduyun-duyun keluar ke jalan-jalan untuk menyambut berita damai dengan doa dan air mata bahagia.
Sekarang, tujuh tahun telah berlalu, rakyat Aceh telah menyaksikan sendiri bagaimana aktor-aktor perjanjian Helsinki, yaitu mantan GAM dan pihak Indonesia, telah mempermainkan jiwa-raga dan masa depan rakyat Aceh.
Kebanyakan Janji Helsinki seperti pengadilan HAM dan KKR serta lebih dari selusin poin-poin penting lainnya dari MoU dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) tetap belum terlaksana. Dan dalam kenyataannya, aktor-aktor tersebut malah lebih sibuk mencari jalan pintas untuk memutihkan kasus-kasus masa lalu daripada membuat qanun yang diperlukan bagi kasus tersebut untuk dibawa ke jalur hukum.
Bahkan mereka yang paling fanatik kepada proses perdamaian Helsinki pun kini sudah mulai pesimis bahwa kedua badan HAM penting, yaitu Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, yang dimaksudkan untuk menyediakan akses keadilan bagi korban kekerasan militer tersebut akan berhasil didirikan di Aceh.
Organisasi-organisasi HAM lokal dan nasional tidak habis-habisnya menyuarakan dan menuntut pelaku-pelaku pelanggaran HAM baik yang terjadi di masa lalu maupun sekarang untuk segera dibawa ke pengadilan, namun segala usaha mereka itu belum membawakan hasil.
Organisasi Pusat Transisi Keadilan Internasional (ICTJ) yang berbasis di New York (laporan 1998) mengatakan bahwa dalam proses pembinaan damai, suara korban itu tidak boleh diabaikan, karena mereka itu adalah aktor-aktor yang penting. Karena damai itu sendiri merupaka sebuah proses, tambah ICTJ lagi, maka keadilan harus ditegakkan dengan cara membongkar akar dari pokok permasaalahan contohnya dengan mengubah institusi-institusi yang terkait dengan pelanggaran HAM yang dimaksud.
Pelanggaran HAM di Aceh sudah dianggap sebagai masa lalu yang tidak perlu diungkit-ungkit lagi. Hal ini mengakibatkan pelanggaran HAM dalam bentuk yang sama masih saja terus berlangsung sampai saat ini walaupun keadaan di Aceh sudah damai. Tentunya efek dari kekebalan hukum tersebut sangatlah jelas kita rasakan yang secara nyata telah diakibatkan secara langsung oleh perbuatan Indonesia yang tidak bertanggung jawab dan tidak konsisten dalam menanggulangi kasus-kasus HAM masa lalu. Oleh karena itu, selama hak penentuan nasib sendiri dan hak kebebasan fundamental bangsa Aceh belum terpenuhi, maka pelanggaran-pelanggaran tersebut pun tidak akan pernah berkesudahan.
Uskup Carlos Belo dari Timor Leste, pemenang Hadiah Nobel Damai, berkata: “Ketika sebuah pemerintahan menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa tertentu tidak pernah terjadi, sedangkan di depan kita hadir korban-korban yang menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa tesebut memang pernah terjadi, maka pemerintahan tersebut akan kehilangan kredibilitas dan kekuasaannya. Tidak ada satu pemerintahan yang memerintah dengan menggunakan kekerasan yang bisa bertahan kecuali dengan terus menggunakan kekerasan. Tidak ada jalan mundur, karena kekerasan tetap hanya akan melahirkan kekerasan, dan para pelaku kejahatan hidup dalam ketakutan akan kemungkinan menjadi korban dari kejahatan itu sendiri dikemudian hari.”
Sekarang terserah kepada Indonesia sendiri untuk membuktikan ketidak-benaran pernyataan di atas, dan merupakan tugas masyarakat international untuk membantu Indonesia untuk mewujudkan bahwa “Tidak ada satu pemerintahan yang memerintah dengan menggunakan kekerasan bisa bertahan kecuali dengan terus menggunakan kekerasan” itu tidak benar.
Sumber: http://www.theglobejournal.com
Hampir 30 tahun lamanya Aceh menjadi ladang pembantaian bagi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang kemudian diganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), dalam upaya mereka untuk menghancurkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) - salah satu pergerakan untuk membebaskan Aceh dari Republik Indonesia.
Selama rentang waktu tersebut, ribuan jiwa rakyat Aceh yang tidak bersalah telah menjadi korban pembunuhan, termasuk sebagai korban pembunuhan diluar hukum, pembantaian massal, penyiksaan, penangkapaan secara sewenang-wenang serta penghilangan secara paksa. Kebrutalan yang terjadi tersebut telah pula terdokumentasi secara rinci baik oleh organisasi-organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) lokal maupun organisasi-organisasi HAM international.
Sungguh sangat disayangkan bahwa kelakuan-kelakuan brutal yang dimaksudkan di atas dan juga pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer Indonesia semasa konflik Aceh telah berhasil ditutup-tutupi atau bahkan dilupakan dengan adanya Perjanjian Helsinki di tahun 2005.
Pada Desember 2004, Aceh dilanda bencana Tsunami yang mengakibatkan sekitar 200, 000 jiwa rakyat Aceh meninggal dunia. Bencana alam ini ditambah dengan perang yang berkepanjangan telah mengantar kedua belah pihak, yaitu Indonesia dan GAM, ke meja perundingan. Sebuah perjanjian pun akhirnya disepakati pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, ibu kota Finland. Dan, karena itu, berakhirlah salah satu perang yang terpanjang di Asia Tenggara.
Banyak pengamat yang menganggap bahwa penyebab utama keberhasilan perundingan Helsinki adalah kerelaan GAM untuk meninggalkan opsi “merdeka” dari agenda perundingan. Namun menurut sebagian pakar tentang konflik Aceh seperti Aspinal (2005), keberhasilan perundingan tersebut justru disebabkan oleh “melemahnya kekuatan GAM yang disebabkan oleh operasi-operasi brutal darurat militer,” yang dilakukan sebelum datangnya tsunami.
Sebagai hasil dari perundingan tersebut, GAM diberikan status “pemerintah sendiri” yang didalamnya termasuk hak-hak untuk membuat partai lokal, Pengadilan HAM (PH), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta amnesti untuk tahanan politik dan lain sebagainya.
Dunia pun menarik nafas lega bahwa salah satu perang kotor Indonesia, setelah Timor Leste, berakhir dalam sekejap. Rakyat Aceh yang paling terkorbankan dalam konflik ini pun berduyun-duyun keluar ke jalan-jalan untuk menyambut berita damai dengan doa dan air mata bahagia.
Sekarang, tujuh tahun telah berlalu, rakyat Aceh telah menyaksikan sendiri bagaimana aktor-aktor perjanjian Helsinki, yaitu mantan GAM dan pihak Indonesia, telah mempermainkan jiwa-raga dan masa depan rakyat Aceh.
Kebanyakan Janji Helsinki seperti pengadilan HAM dan KKR serta lebih dari selusin poin-poin penting lainnya dari MoU dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) tetap belum terlaksana. Dan dalam kenyataannya, aktor-aktor tersebut malah lebih sibuk mencari jalan pintas untuk memutihkan kasus-kasus masa lalu daripada membuat qanun yang diperlukan bagi kasus tersebut untuk dibawa ke jalur hukum.
Bahkan mereka yang paling fanatik kepada proses perdamaian Helsinki pun kini sudah mulai pesimis bahwa kedua badan HAM penting, yaitu Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, yang dimaksudkan untuk menyediakan akses keadilan bagi korban kekerasan militer tersebut akan berhasil didirikan di Aceh.
Organisasi-organisasi HAM lokal dan nasional tidak habis-habisnya menyuarakan dan menuntut pelaku-pelaku pelanggaran HAM baik yang terjadi di masa lalu maupun sekarang untuk segera dibawa ke pengadilan, namun segala usaha mereka itu belum membawakan hasil.
Organisasi Pusat Transisi Keadilan Internasional (ICTJ) yang berbasis di New York (laporan 1998) mengatakan bahwa dalam proses pembinaan damai, suara korban itu tidak boleh diabaikan, karena mereka itu adalah aktor-aktor yang penting. Karena damai itu sendiri merupaka sebuah proses, tambah ICTJ lagi, maka keadilan harus ditegakkan dengan cara membongkar akar dari pokok permasaalahan contohnya dengan mengubah institusi-institusi yang terkait dengan pelanggaran HAM yang dimaksud.
Pelanggaran HAM di Aceh sudah dianggap sebagai masa lalu yang tidak perlu diungkit-ungkit lagi. Hal ini mengakibatkan pelanggaran HAM dalam bentuk yang sama masih saja terus berlangsung sampai saat ini walaupun keadaan di Aceh sudah damai. Tentunya efek dari kekebalan hukum tersebut sangatlah jelas kita rasakan yang secara nyata telah diakibatkan secara langsung oleh perbuatan Indonesia yang tidak bertanggung jawab dan tidak konsisten dalam menanggulangi kasus-kasus HAM masa lalu. Oleh karena itu, selama hak penentuan nasib sendiri dan hak kebebasan fundamental bangsa Aceh belum terpenuhi, maka pelanggaran-pelanggaran tersebut pun tidak akan pernah berkesudahan.
Uskup Carlos Belo dari Timor Leste, pemenang Hadiah Nobel Damai, berkata: “Ketika sebuah pemerintahan menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa tertentu tidak pernah terjadi, sedangkan di depan kita hadir korban-korban yang menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa tesebut memang pernah terjadi, maka pemerintahan tersebut akan kehilangan kredibilitas dan kekuasaannya. Tidak ada satu pemerintahan yang memerintah dengan menggunakan kekerasan yang bisa bertahan kecuali dengan terus menggunakan kekerasan. Tidak ada jalan mundur, karena kekerasan tetap hanya akan melahirkan kekerasan, dan para pelaku kejahatan hidup dalam ketakutan akan kemungkinan menjadi korban dari kejahatan itu sendiri dikemudian hari.”
Sekarang terserah kepada Indonesia sendiri untuk membuktikan ketidak-benaran pernyataan di atas, dan merupakan tugas masyarakat international untuk membantu Indonesia untuk mewujudkan bahwa “Tidak ada satu pemerintahan yang memerintah dengan menggunakan kekerasan bisa bertahan kecuali dengan terus menggunakan kekerasan” itu tidak benar.
Sumber: http://www.theglobejournal.com
Aceh Masuk Nilai Tertinggi UN 2012
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Sebanyak 99,5 persen siswa sekolah menengah atas (SMA) serta madrasah aliyah (MA) dinyatakan lulus Ujian Nasional. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh mengatakan tingkat kelulusan tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu.
“Ada kenaikan dari segi kelulusan,” kata M. Nuh di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis, 24 Mei 2012.
Menurut data Kementerian, tahun ini ada 1,52 juta siswa SMA dan MA yang mengikuti Ujian Nasional (UN). Sebanyak 7,5 ribu peserta UN dinyatakan tidak lulus. Tahun lalu, kata Nuh, tingkat kelulusan sedikit lebih rendah, yakni 99,2 persen.
Tahun ini setidaknya ada 15 ribu sekolah yang tingkat kelulusan siswanya mencapai 100 persen. Di sisi lain, ada empat sekolah yang tingkat ketidaklulusannya mencapai 100 persen.
Empat sekolah itu tersebar di Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Keempat sekolah tersebut menampung tidak lebih dari 20 siswa. Bahkan, ada satu sekolah yang hanya mengajar empat siswa. "Itu angkatan pertama," kata Nuh. Nama empat sekolah tersebut tak boleh dirinci karena pengumuman kelulusan baru akan dilaksanakan dua hari mendatang.
Di sisi lain, sekolah-sekolah dengan nilai UN murni tertinggi tersebar di beberapa provinsi, antara lain Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali.
SMK Lulus 99,7 persen
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan tahun ini tingkat kelulusan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencapai 99,7 persen. Dari 1,03 juta peserta Ujian Nasional (UN), ada 2.925 siswa yang tidak lulus ujian akhir. “Sama seperti SMA (Sekolah Menengah Atas), tingkat kelulusan SMA juga meningkat,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh di kantor Kementerian pada 24 Mei 2012 siang.
Adapun tingkat kelulusan siswa Sekolah Menengah Atas mencapai 99,5 persen dari total 1,52 juta siswa. Dari 15 ribuan SMA di seluruh Indonesia, hanya empat sekolah yang siswanya tidak lulus semua.
Tingkat ketidaklulusan pada 2012 ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Pada tahun ajaran 2010-2011, data Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyatakan setidaknya ada 7,19 persen atau 67.935 siswa tidak lulus. Sedangkan pada 2012 hanya 0,28 persen.
Jumlah ketidaklulusan tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebanyak 357 atau 3,5 persen siswa SMK asal NTT dinyatakan tidak lulus ujian. Disusul dengan Provinsi Maluku. Di Maluku, tingkat ketidaklulusan mencapai 3,4 persen atau 146 siswa.
Nuh mengatakan pengumuman kelulusan siswa SMA, SMK, dan Madrasah Awaliyah akan disampaikan serentak pada Sabtu 26 Mei 2012. Pengumuman kelulusan disampaikan langsung oleh masing-masing sekolah. Nuh mengimbau agar siswa tidak merayakan kelulusan dengan mencoret-coret baju. “Jangan coret-coret baju,” katanya. | sumber: tempo.co
Pengamat : Islamophobia merupakan bentuk baru politik kolonialisme
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Seorang pengamat politik mengatakan bahwa Islamophobia adalah jenis baru "politik kolonialisme" dan "perang ideologi" yang dilancarkan oleh Amerika Serikat dan sekutu Zionis terhadap Islam dan kaum Muslimin.
"Islamophobia adalah bentuk politik kolonialisme, perang ideologi terhadap Islam dan kaum Muslimin," tulis Dr. Ismali Salami, seorang pengamat ahli Timur Tengah dalam artikelnya yang dipublikasikan oleh Press TV.
"Ini adalah praktek yang merusak yang digunakan oleh Washington dan sekutunya untuk membenarkan nafsu mereka untuk darah Muslim, memberikan validitas untuk ekspedisi militer mereka di negara-negara Muslim dan meraup sumber daya mereka," tambahnya.
Merujuk pada penembakan tentara penjajah AS terhadap warga sipil Afghanistan pada Maret lalu, di mana puluhan orang gugur termasuk anak-anak dan kaum perempuan ketika mereka tengah tertidur, serta pembakaran Al Qur'an, Salami lebih lanjut mencatat bahwa ini adalah "kampanye besar-besaran yang dimulai pemerintah AS terhadap Islam dengan maksud untuk melemahkan komunitas Muslim."
"Faktanya, perang terhadap Islam dimulai pada tahun 2001 ketika Presiden AS, George Bush membuat referensi kasar untuk apa yang ia sebut perang melawan teror sebagai 'perang salib'," jelasnya, menambahkan "Secara bertahap, washington menanamkan sensasi anti-Islamisme di Amerika dan Eropa dengan menghubungkan tragedi 911 dan selanjutnya operasi 'teroris' dengan Muslim."
Menjelaskan mengenai "delusi" mentalitas Bush dalam memulai kampanye Islamophobia, ia menyoroti bahwa Bush sadar atau tidak tengah menyeret dunia ke margin di mana benturan peradaban sudah dekat.
Penulis hak asasi manusia dalam Islam juga menyebut upaya militer AS untuk memprovokasi kebencian anti-Islam kepada anggotanya dan mengajarkan mereka untuk perang total terhadap Islam dalam rangka "melindungi Amerika".
Ia akhirnya menjelaskan mengenai efek destruktif seperti sikap pasukan AS terhadap Islam, penentuan lembaga-lembaga di belakang protek anti-Islam di Amerika Serikat.
"Proyek Islamophobia yang telah menelan biaya lebih dari 40 juta USD selama sepuluh tahun terakhir telah didanai oleh tujuh yayasan di Amerika Serikat : Richard Mellon Scaife Foundation, Lynde dan Harry Bradley Foundation, Newton Newton and Rochelle Becker Foundation, Russell Berrie Foundation, Anchorage Charitable Fund and William Rosenwald, Family Fund, Fairbrook Foundation” Salami menyimpulkan. (haninmazaya/arrahmah.com)
Inggris Minta Langkah “Tegas” Iran
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Iran dan enam negara Kamis sepakat untuk berunding kembali mengenai masalah nuklir di Moskow 18-19 Juni, kata ketua kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton setelah perundingan dua hari di Baghdad.
"Kami akan tetap melakukan kontak-kontak intensif dengan rekan-rekan kami untuk mempersiapkan pertemuan lanjutan di Moskow dengan datang pada 17 Juni, sedangkan perundingan akan diselenggarakan 18-19 Juni, kata Ashton dalam satu jumpa wartawan.
"Seperti yang telah kami sepakati, perundingan-perundingan itu akan didasarkan pada pendekatan tahap demi tahap dan timbal balik. Kami tetap berikrar akan menyelesaikan masalah ini dalam waktu dekat melalui perundingan-perundingan, dan akan melakukan segala usaha untuk menyelesaikan masalah ini."
Pengumuman itu dibuat setelah perundingan dua hari-- yang bertujuan untuk meletakkan landasan untuk mengakhiri krisis menyangkut program nuklir Iran.
Banyak masyarakat internasional mencurigai kegiatan nuklir Iran bertujuan untuk membuat senjata-senjata atom. Republik Islam itu membantah tuduhan-tuduhan itu, dan ketua perunding Teheran kemudian mengemukakan dalam jumpa wartawan itu bahwa Iran memiliki "hak mutlak" bagi energi nuklir untuk tujuan damai dan pengayaan uranium.
Perundingan itu diselenggarakan setelah pertemuan pertama di Istanbul pertengahan April, pertama dalam 15 bulan, yang menghasilkan landasan bersama untuk berembuk kembali di Baghdad, ibuk kota Irak membahas masalah-masalah yang lebih substantif.
Ashton mengatakan enam negara yaitu AS,Inggris, Prancis, Inggris, Rusia plus Jerman (P5+1) "tetap tegas, jelas dan bersatu dalam mengusahakan satu resolusi diplomatik kekhawatiran masyarakat internasional sifat damai program nuklir Iran itu."
"Kami mengharapkan Iran melakukan langkah-langkah konkret dan praktis untuk segera mengatasi kekhawatiran masyarakat internasional, membangun kepercayaan dan memenuhi kewajiban-kewajiban internasionalnya," katanya.
Inggris menambahkan bahwa enam negara dalam perundingan di Baghdad itu telah mengusulkan "usul-usul yang jelas uatuk menyelesaikan mssslah nuklir dan khususnya semua aspek pengayaan uranium 20 persen."
Bagi P5+1,ini adalah bagian yang sangat sulit dari kegiatan Teheran dan masalah genting karena kemampuan untuk memperkaya 20 persen uranium s dapat menuju pada pengayaan 90 persen yang dapat membuat senjata-senjata nuklir.
"Iran menyatakan pihaknya bersedia mengatasi masalah pengayaan uranium 20 persen dengan mengajukan rencana lima pasal, termasuk tuntutan mereka agar kami mengakui hak mereka untuk pengayaan uranium," kata Ashton.
Sebelumnya Duta Besar Rusia untuk Iran, Levan Dzhagaryan menyatakan, ketegangan mengenai program energi nuklir Iran bukan masalah dalam perundingan mendatang antara Iran dan kelompok 5+1 di Irak.
Dalam wawancara eksklusif dengan Fars News Agency Ahad (13/5), Dzhagaryan menekankan bahwa Teheran memiliki hak mutlak untuk menggunakan energi nuklir untuk tujuan damai, dan tidak ada yang dapat menghalanginya.
"Rusia berharap bahwa kedua belah pihak akan mencapai pemahaman di Baghdad, dan bergerak menuju penyelesaian atas kekhawatiran tentang program energi nuklir Iran dan membangun kepercayaan bersama, "tegasnya.
Putaran terakhir perundingan antara Iran dan kelompok 5+1 digelar di kota Istanbul Turki pada 14 April lalu. Kedua belah pihak menilai pembicaraan konstruktif dan sepakat untuk mengadakan putaran berikutnya di Baghdad pada 23 Mei 2012 mendatang.
*
Sumber:
AS Ucapkan Selamat Atas Pemilu Bersejarah Mesir
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mengucapkan selamat kepada Mesir yang telah menggelar pemilihan presiden bersejarah. Pemerintah AS pun siap bekerja sama dengan pemerintahan baru di Kairo, Mesir.
"Kami menantikan untuk bekerja sama dengan pemerintahan Mesir yang terpilih secara demokratis," kata Hillary dalam statemen yang dirilis juru bicaranya seperti diberitakan AFP, Jumat (25/5/2012).
"Kami menantikan untuk bekerja sama dengan pemerintahan Mesir yang terpilih secara demokratis," kata Hillary dalam statemen yang dirilis juru bicaranya seperti diberitakan AFP, Jumat (25/5/2012).
"Hari ini, rakyat Mesir menyelesaikan pemilihan bersejarah yang berlangsung dua hari dalam putaran pertama pemilihan presiden mereka, yang menandai tonggak penting lainnya dalam transisi mereka menuju demokrasi," tandas mantan ibu negara AS itu.
Saat ini penghitungan suara tengah dilakukan menyusul pemilu yang digelar pada 23-24 Mei. Sekitar 50 juta pemilih menggunakan hak suara mereka untuk memilih pengganti presiden terguling Hosni Mubarak. Para pemilih harus memilih satu di antara 13 kandidat.
Di antara para kandidat tersebut adalah, mantan Menlu Mesir dan kepala Liga Arab Amr Mussa, yang dipandang sebagai politikus dan diplomat berpengalaman. Ada pula kandidat dari Ikhwanul Muslimin, Mohammed Mursi serta Abdel Moneim Abul Fotouh, mantan anggota gerakan Islamist yang menyebut dirinya sebagai pilihan bersama.
Hasil awal penghitungan suara diperkirakan baru akan diketahui pada Minggu, 27 Mei waktu setempat. Jika tak ada kandidat yang meraih suara mayoritas dalam pilpres putaran pertama ini, maka dua kandidat teratas akan berhadapan dalam putaran kedua yang akan digelar bulan depan.
Sumber: http://news.detik.com
Pernyataan Sikap FPI tentang Konser Lady GaGa
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Berikut Pernyataan sikap Front Pembela Islam (FPI) tentang Lady GaGa Untuk disampaikan kepada Pemerintah dan DPR RI.
- Penolakan FPI terhadap Konser Lady GaGa BUKAN HANYA terbatas pada persoalan PAKAIAN, tapi juga menyangkut lirik lagu, symbol, gaya, karakter dan ideologi sebagai pemuja iblis.
- FPI menolak usulan Lady GaGa “TAMPIL DENGAN SYARAT” karena tidak ada jaminan Lady GaGa tidak melanggar syarat. BUKTINYA, pada 21 Mei 2012, di Philipina, Lady GaGa langgar syarat dengan menyanyikan 2 lagu yang dilarang, yaitu ”Judas” dan “Born This Way” yang disebut sebagai lagu bagi kalangan gay. Ketika ditegur TIM SENSOR, dia menjawab “Aku bukan mahluk Pemerintah anda di Manila” artinya, dia tidak mau tunduk kepada hukum dan aturan Philipina.
- Langkah Kapolda Metro Jaya yang menolak memberi izin Konser Lady GaGa sudah sesuai prosedur dan sudah sesuai wewenangnya, sehingga pihak mana pun tidak boleh INTERVENSI ke dalam wewenang Polri, termasuk Presiden dan DPR RI sekalipun.
- FPI prihatin bahwa persoalan Lady GaGa yang sebenarnya cukup diselesaikan di tingkat Polda, namun dibesar-besarkan hingga mau diangkat ke tingkat Rapat Kabinet dan sidang DPR RI. Sungguh memalukan!.
- Pihak promotor dan panitia acara Konser Lady GaGa telah melakukan PENIPUAN terhadap masyarakat, karena sudah nekat jual tiket, padahal belum mengantongi izin penyelenggaraan dari Polri, maka mereka harus diproses secara hukum.
- Di Cina yang negara komunis saja tegas menolak Lady GaGa, mestinya Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa tampil LEBIH TEGAS untuk menolak Lady GaGa.
- FPI mengingatkan, bahwa Indonesia negara berdasarkan KETUHANAN bukan KESETANAN, dan berdasarkan KEMANUSIAAN bukan KEBINATANGAN, karenanya Pemerintah dan DPR RI wajib menjaga dasar negara tersebut dan tidak memberi kesempatan apalagi membiarkan untuk dilanggar siapa pun.
- FPI menyesalkan sikap segelintir tokoh dengan MENGATAS-NAMAKAN ISLAM untuk merestui Konser Lady GaGa dengan berbagai dalih seperti wewenang Pemerintah, anti kekeraasan, umat Islam tidak akan terpengaruh atau usulan dengan syarat dan lain sebagainya.
- FPI menyerukan Pemerintah dan DPR RI untuk melarang penyebaran paham-paham SEPILIS (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) yang dengan dalih HAM dan KEBEBASAN selalu berupaya merusak akidah, syariat dan akhlak.
- FPI menyerukan segenap komponen bangsa INDONESIA untuk merapatkan barisan dan menyatukan seluruh potensi dalam membela agama, bangsa dan negara dari serangan LIBERAL, kapan saja dan dimana saja.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat, agar menjadi bahan pertimbangan Pemerintah dan DPR RI demi kehormatan dan martabat bangsa Indonesia.
Jakarta, 1 Rajab 1433 H / 22 Mei 2012 M
DPP Front Pembela Islam (FPI)
-Habib Muhammad Rizieq Syihab-
Sumber: FPI
Gawat, Menkeu: Anggaran Belanja Dinas Bocor 40 Persen
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Menkeu: Anggaran Belanja Dinas Bocor 40 % |
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan saat ini anggaran belanja untuk perjalanan dinas banyak yang terpakai dengan tidak semestinya dan mengakibatkan kebocoran hingga 40 persen.
"Anggaran belanja dinas bisa bocor 30 persen-40 persen, itu tidak bisa diterima. Kami minta semua jajaran yang ada di wilayah-wilayah itu betul-betul mengingatkan institusi Kementerian Lembaga lain agar hal tersebut tidak terjadi," ujarnya di Jakarta, Jumat.
Menkeu menjelaskan dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) banyak sekali ditemukan praktek-praktek yang tidak taat aturan dan hal tersebut merupakan tindak kejahatan terkait penggunaan belanja negara.
Untuk itu, ia mengharapkan aparat internal Inspektorat Jenderal dapat mengusut belanja untuk perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan ketentuan, karena hal ini juga terjadi dalam belanja modal maupun belanja barang yang lain.
"Yang bisa menjadi contoh adalah perjalanan dinas itu, jangan sampai terjadi dan betul-betul harus ditangani masing-masing Kementerian Lembaga. Tetapi yang ada bukan hanya (penyelewengan) perjalanan dinas dan bisa biaya-biaya lain dalam bentuk belanja modal dan barang lain," ujarnya.
Situasi ini sangat disayangkan karena pemerintah harus melakukan penghematan karena harus menjaga anggaran negara akibat batalnya penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan sedang terjadi krisis ekonomi di Eropa.
"Ini semua harus kita jaga karena kita perlu dalam kondisi sekarang ini kita berhemat atas anggaran kita karena kondisi dunia yang berat dan kita mesti menggunakan anggaran kita yang berkualitas dan tepat sasaran," ujarnya.
Menkeu terus memberikan instruksi kepada para jajarannya agar perbuatan tersebut tidak lagi dilakukan dan terus menjaga penerimaan negara agar anggaran tidak terbebani dengan belanja-belanja yang kurang perlu.
"Tidak bisa suatu negara dikendalikan jika pengeluarannya lebih besar dari penerimaannya karena (dengan demikian) reputasi bahwa kita adalah negara yang kredibel dan sehat itu dipertaruhkan," ujarnya.
Direktur Jenderal Anggaran Herry Purnomo mengatakan modus "mark up" anggaran untuk perjalanan dinas ini telah terjadi sejak lama dilakukan para pegawai negeri dengan dalih untuk menambah pendapatan.
Menurut dia, dahulu para pengawai yang melakukan perjalanan dinas diberikan anggaran dengan cara "lump sum" yaitu dengan pemberian sejumlah dana perjalanan di muka, sehingga pegawai diberikan kebebasan untuk menggunakan dana perjalanan tersebut sesuai peruntukkan.
Namun, saat ini para pegawai diberikan anggaran dengan cara "at cost" yaitu dana dikeluarkan sesuai dengan biaya perjalanan yang terpakai dan pegawai wajib memberikan manifest serta kuintansi perjalanan.
"Di sini orang makin pintar, ada provider boarding pass asli tapi palsu, tiket asli tapi palsu. Dia boarding passnya (maskapai penerbangan) Garuda, (tetapi) dia (pergi) memakai penerbangan lain. BPK pintar, dicari manifesnya ada atau tidak, ternyata tidak ada," ujarnya.
Untuk itu, dia meminta kepada para atasan atau maupun yang memberi perintah perjalanan dinas agar memberikan pengawasan kepada para pegawai yang diberikan penugasan agar fungsi penyalahgunaan anggaran tidak terjadi.
"Jadi yang terpenting adalah fungsi atasan untuk mengontrol ini dan fungsi verifikator pada waktu membuat pertanggungjawaban. Selama masih kongkalikong (pelanggaran semacam ini) tetap ada," kata Herry.
Editor: Safrizal
Sumber: antaranews
Gawat, FPI memiliki 150 tiket nonton Lady Gaga di Jakarta
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Anggota Komisi III (Komisi Hukum) DPR RI Martin Hutabarat mengatakan polisi harus melindungi penonton dari kalangan FPI (Front Pembela Islam) yang katanya memiliki 150 tiket nonton konser Lady Gaga.
"Kalau konser Lady Gaga terlaksana. Polisi harus lindungi yang 150 orang itu," kata Martin di gedung DPR Jakarta, Jumat (25/5/2012).
Menurut Martin, kalau terjadi huru-hara dalam acara nonton itu maka bagaimana nasib pemegang tiket 150 itu.
"Bayangkan pemegang tiket 150 itu diantara 50 ribu penonton lainnya. Ini pekerjaan polisi lagi," kata Martin.
Menurut dia, 50 ribu penonton itu bisa jadi terganggu dengan 150 penonton lainnya.
"Jadi pemegang 150 tiket ini harus melapor ke polisi sebelum nonton biar dilindungi polisi," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, FPI memiliki 150 tiket nonton Lady Gaga di Jakarta. Mereka berencana menggagalkan konser Lady Gaga dengan ikut serta menonton.
Berikut Pernyataan sikap Front Pembela Islam (FPI) tentang Lady GaGa Untuk disampaikan kepada Pemerintah dan DPR RI.
- Penolakan FPI terhadap Konser Lady GaGa BUKAN HANYA terbatas pada persoalan PAKAIAN, tapi juga menyangkut lirik lagu, symbol, gaya, karakter dan ideologi sebagai pemuja iblis.
- FPI menolak usulan Lady GaGa “TAMPIL DENGAN SYARAT” karena tidak ada jaminan Lady GaGa tidak melanggar syarat. BUKTINYA, pada 21 Mei 2012, di Philipina, Lady GaGa langgar syarat dengan menyanyikan 2 lagu yang dilarang, yaitu ”Judas” dan “Born This Way” yang disebut sebagai lagu bagi kalangan gay. Ketika ditegur TIM SENSOR, dia menjawab “Aku bukan mahluk Pemerintah anda di Manila” artinya, dia tidak mau tunduk kepada hukum dan aturan Philipina.
- Langkah Kapolda Metro Jaya yang menolak memberi izin Konser Lady GaGa sudah sesuai prosedur dan sudah sesuai wewenangnya, sehingga pihak mana pun tidak boleh INTERVENSI ke dalam wewenang Polri, termasuk Presiden dan DPR RI sekalipun.
- FPI prihatin bahwa persoalan Lady GaGa yang sebenarnya cukup diselesaikan di tingkat Polda, namun dibesar-besarkan hingga mau diangkat ke tingkat Rapat Kabinet dan sidang DPR RI. Sungguh memalukan!.
- Pihak promotor dan panitia acara Konser Lady GaGa telah melakukan PENIPUAN terhadap masyarakat, karena sudah nekat jual tiket, padahal belum mengantongi izin penyelenggaraan dari Polri, maka mereka harus diproses secara hukum.
- Di Cina yang negara komunis saja tegas menolak Lady GaGa, mestinya Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa tampil LEBIH TEGAS untuk menolak Lady GaGa.
- FPI mengingatkan, bahwa Indonesia negara berdasarkan KETUHANAN bukan KESETANAN, dan berdasarkan KEMANUSIAAN bukan KEBINATANGAN, karenanya Pemerintah dan DPR RI wajib menjaga dasar negara tersebut dan tidak memberi kesempatan apalagi membiarkan untuk dilanggar siapa pun.
- FPI menyesalkan sikap segelintir tokoh dengan MENGATAS-NAMAKAN ISLAM untuk merestui Konser Lady GaGa dengan berbagai dalih seperti wewenang Pemerintah, anti kekeraasan, umat Islam tidak akan terpengaruh atau usulan dengan syarat dan lain sebagainya.
- FPI menyerukan Pemerintah dan DPR RI untuk melarang penyebaran paham-paham SEPILIS (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) yang dengan dalih HAM dan KEBEBASAN selalu berupaya merusak akidah, syariat dan akhlak.
- FPI menyerukan segenap komponen bangsa INDONESIA untuk merapatkan barisan dan menyatukan seluruh potensi dalam membela agama, bangsa dan negara dari serangan LIBERAL, kapan saja dan dimana saja.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat, agar menjadi bahan pertimbangan Pemerintah dan DPR RI demi kehormatan dan martabat bangsa Indonesia.
Jakarta, 1 Rajab 1433 H / 22 Mei 2012 M
DPP Front Pembela Islam (FPI)
-Habib Muhammad Rizieq Syihab-
Sumber: http://www.tribunnews.com dan FPI