Konflik Horizontal Tak Akan Terjadi di Aceh ?
Posted by HIMIPOL UNIMAL on Jumat, 07 September 2012
Munculnya sejumlah unjuk rasa dan kerusuhan terkait hasil pemilihan
kepala daerah (pilkada) di beberapa kabupaten dan kota di Aceh tak akan
sampai mengarah kepada konflik horizontal di bumi Serambi Mekkah. Hal itu disampaikan Panglima Komando Daerah Militer
Iskandar Muda Mayor Jenderal Zahari Siregar kepada wartawan di Banda
Aceh, Kamis (6/9/2012 ) seperti dikabarkan media online terpercaya http://regional.kompas.com
"Situasi politik yang panas biasanya
hanya terjadi pada tahap awal dan akan kembali dingin seiring waktu.
Grafik kegiatan yang mengarah kepada demonstrasi biasanya pertamanya
hangat, begitu sampai di tengah lembek. Apalagi kalau sudah dipilih, tak
muncul lagi cerita macam-macam," kata Zahari.
Pernyataan Zahari
tersebut menanggapi adanya sinyalemen sejumlah pihak mengenai potensi
ancaman konflik harisontal di Aceh seusai Pilkada 2012 yang sempat
diwarnai intimidasi, kekerasan, dan kerusuhan di sejumlah tempat.
Perpecahan di tubuh bekas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) seusai pilkada dan
gesekan politik antarkelompok pendukung calon calon kepala daerah yang
kalah dan yang menang dinilai rawan sebagai pemicu konflik tersebut.
Zahari
mengakui ada kubu pro dan kontra usai pilkada. Kelompok yang tak puas
pun muncul. Kemungkinan terjadinya provokasi-provokasi dari kelompok
tertentu pun tak mustahil terjadi. Sejauh ini, lanjut dia, TNI hanya
memantau dan melihat perkembangan yang ada.
Kejadian kerusuhan,
pembakaran, dan perkelahian seiring perkembangan tersebut sejauh ini
dilimpahkan penanganannya kepada kepolisian. Apabila tindakan kekacauan
tersebut semakin radikal, seperti adanya penggunaan senjata api, maka
TNI tak akan tinggal diam.
"TNI tak segan untuk terlibat dalam
penanganan. Tapi, keterlibatan TNI dalan penanganan tetap menunggu
adanya permintaan dari kepolisian Saya yakin, kerjasama kami yang ketat
selama ini sebagai mitra dapat membantu menyelesaikan keamanan di
wilayah Kodam Iskandar Muda ini. Kami juga yakin, setiap ada kejadian
yang sifatnya mengancam wilayah dan stabilitas di Aceh akan kami
selesaikan," lanjut dia.
Dalam kesempatan itu, Pangdam juga
meminta semua pemimpin yang terpilih di Aceh bertindak bijaksana.
Kekerasan dan kerusuhan hanya akan mengorbankan rakyat. TNI dapat
menerima siapapun pemimpin yang terpilih dalam pilkada. "Yang terpenting
adalah pemimpin tersebut harus mampu mengemban tugasnya sebagai
pemimpin. Dia harus melaksanakan program yang dicanangkan pimpinan,
terutama pemerintah pusat dengan baik. Yang lain tidak usah," tandas
dia.
Editor: Safrizal
Sumber: http://regional.kompas.com
Gerakan Masyarakat Aceh Usul Munir Jadi Pahlawan Nasional
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Memperingati delapan tahun kematian pembela hak asasi manusia (HAM),
Munir, belasan aktivis sipil Aceh menggelar aksi diam di bundaran
Simpang Lima Banda Aceh, Jumat (7/9/2012). Tidak ada orasi dengan nada
tinggi, bahkan aksi teatrikal ini dilakukan di tengah jalan.
Belasan
aktivis muda ini bergabung dalam Gerakan Masyarakat Aceh (GMA) untuk Munir.
Mereka tergabung dari sejumlah lembaga sipil di antaranya Koalisi NGO
HAM, Kontras Aceh, Walhi Aceh, Flower Aceh, Gerakan Antikorupsi Aceh,
Ideas dan Forum LSM Aceh.
Dalam aksi diam ini, para aktivis juga
membagi-bagikan selebaran kepada pengguna jalan yang berisikan berbagai
informasi tentang aktivitas Munir semasa hidupnya, termasuk kontribusi
Munir bagi pembelaan keadilan untuk masyarakat Aceh yang tertindas, saat
konflik Aceh bergolak.
Direktur Koalisi NGO HAM Zulfikar Muhammad
mengatakan, semasa hidupnya Munir gigih memperjuangkan kebenaran dan
keadilan. Jasa Munir terhadap Aceh, lanjut Zulfikar, sangat besar
terutama masalah HAM yang telah diperjuangkan semasa hidupnya.
"Kita tahu fokus Munir terhadap Aceh terutama masalah HAM sangat luar biasa untuk masyarakat Aceh," ungkapnya.
Untuk
ini, sebut Zulfikar, para aktivis HAM Aceh meminta kepada pemerintah
agar menetapkan Munir sebagai Pahlawan Nasional, mengingat jasa Munir
dalam membela kepentingan keadilan masyarakat kecil. Gerakan ini pun
mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan meminta
presiden segera menuntaskan kasus kematian Munir.
"Usulan ini sesuai dengan UU Nomor 20/ 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa,
dan Tanda Penghormatan. Dalam UU tersebut, setiap warga negara berhak
mendapatkan penghargaan atas jasanya," tambah Isra Safril, juru bicara
GMA.
"Hal ini masih
menjadi tugas bagi pemerintah SBY hari ini. Kita tahu pemerintah SBY
sudah hampir habis masa jabatannya, namun untuk pengungkapan kasus Munir
belum kelar," kata Zulfikar.
Munir, yang meninggal akibat diracun
pakai arsenik dalam penerbangan Jakarta menuju Belanda, tepatnya hari
ini 8 tahun yang lalu.
Seorang aktivis masyarakat sipil di Banda Aceh mengikuti aksi diam untuk Munir, di Banda Aceh, dalam rangka memperingati 8 tahun kematian aktivis HAM Munir, Jumat (7/9/2012)- [kompas] |
Editor: Safrizal
Sumber:
Model dan Pola Pejuang Papua Merdeka Dalam Berpolitik Masa Kini
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
(Atas Nama Moyang Pencipta Alam dan Manusia Papua, Atas nama
Pahlawan yang telah gugur di medang perjuagan yang telah mendahului
kita, Atas nama korban tulang-belulang rakyat oleh karena Papua Merdeka
yang telah mati diculik, ditangkap, dipenjarakan, dibunuh, diperkosa,
disiksa, dan dihina, Atas Nama yatim piatu, Janda duda yang ditinggalkan
oleh karena perjuangan bangsa Papua untuk Merdeka, Atas Nama generasi
sekarang, generasi yang telah lahir dan yang akan lahir:; Izinkanlah
saya untuk menyampaikan pendapat saya atas refleksi dan perenungan saya
dalam catatan ini hanya untuk dan demi Tanah airku, bangsaku Papua untuk
Merdeka sebagai Negara West Papua).
Perjuagan bangsa Papua untuk mendirikan suatu Negara yang berdaulat
dimulai sejak tahun 1960 an sebelum Indonesia bermaksud untuk
mengintegrasikan Papua kedalam NKRI, jika kita merefleksi kembali model
dan perjuagan yang dilakukan oleh generasi pendahulu di parlemen New
Guinea Raad. Saya melihat model perjuangan yang dilakukan lewat
bentuk-bentuk partai politik dalam parlemen itu sendiri untuk mencoba
merumuskan bentuk suatu Negara, untuk itu dalam proses pembentukan
partai – partai politik, berdasarkan berbagai kepentingan golongan dan
kelas dimana pada saat itu terjadi tingkatan-tingkatan ada yang ingin
berafiliasi degan model gaya hidup sistem pemerintahan kerajaan
Belanda, ada yang bermaksud untuk berafiliasi degan Negara yang baru
merdeka pada saat itu adalah Indonesia dan ada yang memang benar-benar
ingin berdiri sendiri degan model sistem dari keaslian bangsa Papua
dalam bentuk Negara moderen.
Dalam proses pembentukan negara West Papua telah disahkan nama Negara
dan atribut Negara seperti bendera, lambang Negara, dan lagu kebangsaan
yang telah dirumukan oleh suatu badan Komite Nasional Papua Barat untuk
merumuskan bentuk dan Nama Negara bangsa Papua dan disahkan oleh
parlemen New Guinea Raad, tetapi ada kelompok atau partai-partai yang
memiliki tujuan lain yang tersebut diatas, melancarkan misinya sehingga
kekompakan dari bangsa Papua sendiri tidak bertekat dan bersatu untuk
tujuan mendirikan suatu Negara mandiri dari NKRI maupun Belanda. Dari
sisi lain oleh karena bentuk partai-partai yang telah disebut diatas
berpencar untuk melakukan niat dan motiv tersebut sehingga sering kita
degar degan ada beberapa orang Papua yang dijuluki sebagai pahlawan
Nasional Indonesia.
Hal ini yang dilakukan generasi tua kita pada saat itu, dan dalam hal
ini saya tidak menyinggung peran Belanda, karena dia juga sebagai
posisi penjajah untuk mencoba memberikan ruang demokarasi hanya oleh
karena desakan zaman dan situasi politik pada erah itu, dan mencoba
menjadi malaikat penyelamat, tetapi sayang tidak tercapai tujuanya
sehingga nasip sebuah bangsa sebagai bekas koloninya dan pemerintahanya
telah diabaikan sampai saat ini.
Jika generasi sekarang merefeleksi dan perenungan dari beberapa catatan dan cerita dari pada pelaku sejarah perjuagan di Papua barat waktu itu, kita dapat mengkaitkan degan model dan gaya perjuangan sekarang sama persis dan tidak jauh beda dari pada generasi pendahulu kita.
Pengaruh model pembentukan berbagai partai politik pada saat itu oleh
beberapa faktor yang mepengaruhi antara lain; pengaruh dan pandagan
terhadap pola berpolitik modern yang kebanyakan mendapat pandagan
bernegara dari pemerintahan Negara Belanda, kemudian melihat gaya
berpolitik Indonesia pada saat itu. Saya yakin karena pada masa itu apa
yang terjadi pada situasi politik diluar negeri dan dalam negeri pada
erah itu telah dibaca dalam berbagai surat kabar berbahasa Belanda oleh
generasi tua kita yang suda mengenjam pendidikan tinggi, sehingga semua
berita dan model- model berpolitik dipengaruhi oleh gaya pandang saat
mereka untuk berpolitik, sehingga motiv ini turut mempengaruhi model dan
gaya berpolitik kita pada generasi sekarang.
Model dan gaya berpolitik ini saya menilai sebenarnya sangat
menghambat dan merugikan nasip bangsa besar di Pulau New Guinea, karena
warisan dari pada gaya berpolitik ini turut mewarnai dalam kaitanya
degan proses Papua merdeka pada saat ini. Pandagan berpolitik ini turut
mempengaruhi dalam proses PEPERA I pada saat itu, karena ada beberapa
partai politik degan motiv afiliasi politiknya kepada Indonesia, Belanda
dan Papua sendiri, maka ketiga bentuk motiv itu saling bertabrakan
karena keadaan terdesak pada saat itu sehingga sebagian partai politik
turut mempengaruhi dalam mobilisasi masa degan militer Indonesia untuk
melakukan PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT PAPUA di Papua barat ( Act of Free
Chose ). Dari beberapa partai yang didiriakan oleh sebagian orang Papua
telah berkompromi politik degan Indonesia sehingga aspirasi murni dan
niat murni sebagian besar rakyat Papua barat pada saat itu telah
diabaikan yang akhirnya sebagian partai politik yang memperjuangkan
murni untuk merdeka mulai bergejolak dan mengarah pada pembentukan suatu
organisasi perjuangan secara gerilya OPM dan sebagian besar yang telah
meninggalkan tanah air Papua ke pengasingan untuk melanjutkan sayap
politiknya untuk upaya diplomasi.
Model yang sama telah saya menyaksikan degan mata kepala saya sendiri
sebagai generasi sekarang ketika proses politik untuk menentukan nasip
sendiri mulai dari Mubes Papua sampai kepada Kongres Rakyat Papua II
tahun 2000 di Port Numbay, dan hasil kinerjanya tidak jelas sampai
sekarang, bentuk Visi dan Misi tidak Jelas, bagaimana hasil Resolusinya?
Bagaimana penaganan menejemen organisasinya yang dibentuk PDP untuk
menjangkau Visi dan Misi berdasarkan keputusan atau suatu resolusi dari
Pada Kongres II itu sendiri ?, Ataukah buntutnya lahir Otonomi khusus?
Ini adalah model dan gaya berpolitik kita yang terus mewarisi dari
pendahulu kita akibat dari mofiv dan bentuk kompromi politik yang
berlainan warna-warni.
Model politik ini saya menilai bahwa bangsa Papua masih mewarisi
model dan gaya serta motiv berpolitik dari generasi tua kita. Saya
menilai dalam proses politik Papua Merdeka masih ada pengaruh dari pola
dan gaya berpolitik generasi tua dalam bentuk afiliasinya degan model
kompromi politik oleh berbagai partai dan kelompok, padahal seharusnya
gaya dan pola berpolitikan harus dimulai dari akar budaya bangsa Papua
sendiri.
Cara berpolitik yang sama kembali berputar lagi pada putaran ke III
pada kompetisi berpolitik degan bentuk kongres Papua III di lapangan
Zakeus dengan mendeklarasi Negara Feleral Republik Papu barat, jika kita
menilai sebenarnya itu bentuk demokrasi atau pola tatanan Negara bukan
sebuah nama Negara, secara jujur dari generasi tua sampai generasi
sekarang gaya berpolitik sama dari dulu sampai sekarang ibarat bangsa
Israel yang berputar-putar di padang gurun zahara untuk keluar dari
Mesir. Bukan berarti saya mau samakan nasip kita sama sepeti bangsa
Israel tetapi perlu kita belajar dari contoh itu; karena yang melihat
negeri yang dijanjikan Tuhan kepada mereka adalah generasi Yosua dan
Kalep, berarti kita tidak mengharpkan seperti generasi Yosua dan kalep
pada saat itu karena situasi mereka pada saat itu beda degan situasi
kita sekarang, oleh karena itu jagan sampai generasi sekarang yang suda
sekolah pintar ini kembali lagi kepada model dan gaya politik yang
berputar-putar dengan mengabaikan akar budaya bangsa Papua sendiri.
Jika memang generasi yang sama terus berputar -putar degan model
politk yang sama nanti kita tunggu waktunya degan modela dan gaya
politik yang berjudul DIALOG DAMA Papua yang telah di kerakan oleh
kelompok Jaringan Damai Papua ( JDP ) apakah pola dan berpolitik yang
sama atau sedikit berbeda nanti kita menunggu dan melihat gaya dan pola
main mereka dalam kanca politik Papua Merdeka, jika upaya tersebut degan
pola dan gaya politik yang sama juga tidak membawahkan hasil kemauan
rakyat untuk merdeka dari neo-kolonial Indonesia, apalagi yang akan
direncanakan orang Papua untuk berpolitik mungkin Kongres IV atau KTT
dan sebagainya? seterusnya atau apalagi? pola berpolitik yang sama
dipertahankan kemungkinan orang Papua siap untuk berputar degan irama
gaya berpolitik yang sama berputar sepeti kita dansa dan goyang
lemonipis degan lingkarang yang sama irama patokan paten yang sama.
Saya secara jujur ingin katakan bahwa; model dan gaya ini Indonesia
sebagai Negara kolonial suda mengetahuinya, sehingga pantas dan wajarlah
mereka sering mengatakan terhadap usaha dan perjuangan kita; “PAPUA
MERDEKA USAHA MENJARING ANGIN ATAU MIMPI DI SIANG BOLONG” julukan
kalimat diatas ini perlu kita renungkan degan merefleksi diri,
sebenarnya menurut saya kalimat tersebut diatas jika ditanggapi degan
positif adalah penguatan dan pembelajaran buat usaha dan perjuangan kita
degan modifikasi model dan gaya berpolitik kita di zaman super modern
berpijak dari dasar kita keluar bukan dari luar kedalam.
Saya juga berpikir bahwsanya sebagian Inteletual orang Papua juga
ingin merdeka tetapi harus degan akal sehat bahwa bagaimana penataan
politik dari dalam keluar secara sistem menejemen modern dan
memposisikan diri pada tinkat modern, gaya berpolitik warisan kita
sebagai pejuang Papua merdeka mempengaruhi pandagan sebagian kalagan
intelektual Papua, jelas karena kita semua berasal dari generasi
pendahulu kita dan sama-sama bangsa Papua, wajar juga masih berpikiran
atas pola dan gaya berpolitik warisan turut mempengaruhi dalam
Perjuangan Papua merdeka, oleh karena bentuk dan motiv dari landasan
politik suda terkontaminasi degan tiga model tadi, pola dan yaga pandang
model berpolitik versi Indonesia, pola gaya pandang model politik
versi Belanda ( barat ) dan pola dan gaya pandang pola berpolitik
berdasarkan akar budaya bangsa Papua.
Ketika pola ini saling bergesekan sehingga pengaruh sangat dominasi
terhadap model pendekatan politik dalam perjuagan Papua merdeka, saya
menilai sebenarnya jika orang Papua melepaskan pandagan dan gaya
berpolitik import dan seharusnya berpolitik berpatokan dari akar budaya
bangsa Papua sendiri, karena tujuan mendirikan Negara bukan seperti
Otonomi, melanjutkan atau memasukan program pesan sponsor dari luar
bangsa Papua. Lagipula bangsa Papua yang mau merdeka, berdikari, diatas
pandagan politik sendiri, diatas tanah sendiri, karena orang Papua yang
mau mendirikan Negara yang berdikari atas dasar falsafa akar budaya
bangsa.
Orang Papua yang harus mempengaruhi politiknya keluar Papua, tetapi
ini yang terjadi justru terbalik dari luar memasukan gaya berpolitik
baru kedalam budaya berpolitik bangsa Papua, akibat dari gaya berpolitik
dari luar masuk kedalam kita rujuk pada Contoh; Kepala Suku Besar
Forkorus Yaboisembut, dimasukan kedalam rel politik dari luar akibatnya
gaya yang seharusnya orang Papua berpolitik secara budayanya justru di
matikan oleh pengaruh gaya dan model politik yang dianut oleh kita
sebagai orang Papua yang terkontaminasi degan gaya berpolitik penjajah.
Gaya model politik ini jika kita melihat hampir sama persis degan pegalaman perjuangan bangsa Indonesia sebagian pendiri Negara RI berpatokan dari budaya bangsa mereka sendiri, sebagian dari mereka dipengaruhi oleh gaya dan politik kebarat-baratan penjajah ( Belanda ) akhirnya keadaan Negara Indonesia sekarang tidak berdikari sendiri diatas kaki sendiri malah berdiri mengantungkan kepada pengaruh politik Negara orang lain artinya Negara ikut-ikutan mendukung kemauan Negara orang lain dalam rangka membagun bilateral dan kita harus belajar juga dari pengalaman perjuangan Indonesia dari Belanda. Jika orang Papua yang berurusan degan politik Papua Merdeka harus hati-hati dan bijaksana karena jagan sampai usaha keluar dari mulut Singga masuk ke mulut buaya degan model dan gaya berpolitik kita.
Saya mau katakan degan jujur bahwa saya sebagai orang Papua harus
memiliki ego dan ego ini harus diarahkan untuk kepentingan bangsa Papua
bahwsanya; Saya adalah orang Papua, memiliki tanah air yang luas, saya
tuan tanah, dan saya berhak menentukan nasip politik saya degan gaya dan
cara saya sendiri, sehingga bangsa lain dapat dipengaruhi oleh gaya dan
model politik yang saya terapkan tetapi degan catatan harus tekat dan
komitmen degan nurani yang bersih dan bebas dari kepentingan cari pamor
Nama, Pangkat dan jabatan tetapi harus memiliki kerendahan hati dan
menghormati pemimpin yang ada entah itu dihutan rimba maupun di dalam
kota untuk membebaskan rakyat dari Neo – kolonialisme indonesia.
Menurut penilaian pribadi saya bahwa pola perjuangan Papua merdeka
saat ini persis seperti perjuangan Pemekaran kabupaten, melalui
pembentukan TIM sukses, kelompok pengurus Pemekaran kabupaten atau Tim
Sukses Pemilukada Gubernur/Bupati, kenyataan ini model dan gaya
berpolitik Indonesia yang turut mempengaruhi dalam bentuk politik Papua
Merdeka. Karena dalam tim itu ada lebih dari satu dua tim karena
memiliki mofiv tertentu, bukan karena murni untuk kepentingan rakyat di
daerah tersebut, model ini persis sedang terjadi dalam pola dan gaya
berpolitik Papua merdeka entah di dalam Negeri atau diluar Negeri.
Menurut pemahaman dan pengetian saya atas pembebasan dan kemerdekaan
harus dimulai dari pembenahan gaya paradikma kita yang suda
terkontaminasi dari luar, tetapi seharusnya berpatokan dari pandagan
akar budaya bangsa Papua artinya menilai apa yang ada pada kita dan
mulai menata degan sistem modern keluar agar lewat sistem penataan
politik itu dapat diterima oleh bangsa lain yang suda mendirikan Negara
modern, dalam kaitan ini saya tidak bersedia menjelaskan maksud “dari
dalam keluar” secara terperinci tetapi sebagai garis besar saya suda
katakan berpatokan dari akar budaya bangsa Papua.
Dalam kaitan ini saya melihat dan menilai pola dan gaya berpolitik
berbagai Negara di zaman modern sekarang ini hanya karena manusia
mengalami perobahan evolusi gaya politik untuk menemukan keistabilan
bentuk dan gaya model politiknya, karena dalam hal ini setiap Negara
membagun hubungan berpolitik lewat diplomatiknya terhadap bangsa lain
jika dinilai secara tersirat hanya untuk kepentingan imperialis yang
dikemas halus dalam berbagai bentuk dan isu-isu global. Untuk itu
penting bagi bangsa Papua yang memperjuangkan Papua merdeka harus
menilai diri dan mulai berpatokan dari diri kita dan menata diri untuk
memposisikan diri dalam kanca politik global agar tidak terbawa kedalam
jurang imperialisme karena saya menilai jika kita berpatokan berpolitik
dari diri kita pasti pelan tetapi akan lebih baik dan matang untuk
berdiri degan ciri dan identitas bangsa Papua, karena nama Negara kita
diambil dari nama suatu etintas bangsa yaitu Negara Republik West Papua,
maka gaya dan warna gaya berpolitik harus berpatokan dari akar budaya
bansa Papua.
Catan ini hanya sekedar untuk perenungan kita bersama dan sebagai
bahan pemikiran sekeda membuka wacana untuk mencari dan kembali kepada
jati diri kita dalam proses berpolitik demi pembebasan bangsa Papua
diatas tanah air sendiri.
Salam Perjuangan !
Sumber: http://papuapost.com
Dua Prodi ITB Raih Akreditasi Internasional
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Dua program studi Institut Teknologi Bandung yakni Program Studi
Sarjana Teknik Kimia dan Program Studi Sarjana Teknik Fisika meraih
akreditasi internasional ABET (Accreditation Board for Engineering and
Technology). Pengakuan ini menyusul dua prodi ITB yang pada tahun lalu
meraih akreditasi serupa yakni program studi Teknik Elektro dan Teknik
Kelautan ITB.
Dekan Fakultas Teknik Industri Hermawan Kresno Dipojono menuturkan,
akreditasi internasional ABET yang diraih keempat program studi di ITB
merupakan yang pertama di Indonesia. Akreditasi ini adalah bentuk
pengakuan internasional atas kualitas seluruh komponen dan siklus proses
pembelajaran suatu program studi kerekayasaan. ABET merupakan lembaga
akreditasi independen terkemuka di Amerika Serikat untuk program-program
pendidikan tinggi teknik.
“Pencapaian ini mensejajarkan ITB dengan universitas ternama yang
juga meraih ABET, seperti Carnegie Mellon University, Harvard
University, Pennsylvania State University, dan Massachusetts Institute
of Technology Amerika Serikat,” ujarnya kepada wartawan di Gedung
Rektorat ITB, Jln. Tamansari Bandung, Jumat (7/9).
Sumber: Pikiran Rakyat