Event Pemerintah Aceh 2014

Konflik Horizontal Tak Akan Terjadi di Aceh ?

Munculnya sejumlah unjuk rasa dan kerusuhan terkait hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) di beberapa kabupaten dan kota di Aceh tak akan sampai mengarah kepada konflik horizontal di bumi Serambi Mekkah. Hal itu disampaikan Panglima Komando Daerah Militer Iskandar Muda Mayor Jenderal Zahari Siregar kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (6/9/2012 ) seperti dikabarkan media online terpercaya http://regional.kompas.com

"Situasi politik yang panas biasanya hanya terjadi pada tahap awal dan akan kembali dingin seiring waktu. Grafik kegiatan yang mengarah kepada demonstrasi biasanya pertamanya hangat, begitu sampai di tengah lembek. Apalagi kalau sudah dipilih, tak muncul lagi cerita macam-macam," kata Zahari.

Pernyataan Zahari tersebut menanggapi adanya sinyalemen sejumlah pihak mengenai potensi ancaman konflik harisontal di Aceh seusai Pilkada 2012 yang sempat diwarnai intimidasi, kekerasan, dan kerusuhan di sejumlah tempat. Perpecahan di tubuh bekas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) seusai pilkada dan gesekan politik antarkelompok pendukung calon calon kepala daerah yang kalah dan yang menang dinilai rawan sebagai pemicu konflik tersebut.

Zahari mengakui ada kubu pro dan kontra usai pilkada. Kelompok yang tak puas pun muncul. Kemungkinan terjadinya provokasi-provokasi dari kelompok tertentu pun tak mustahil terjadi. Sejauh ini, lanjut dia, TNI hanya memantau dan melihat perkembangan yang ada.

Kejadian kerusuhan, pembakaran, dan perkelahian seiring perkembangan tersebut sejauh ini dilimpahkan penanganannya kepada kepolisian. Apabila tindakan kekacauan tersebut semakin radikal, seperti adanya penggunaan senjata api, maka TNI tak akan tinggal diam.

"TNI tak segan untuk terlibat dalam penanganan. Tapi, keterlibatan TNI dalan penanganan tetap menunggu adanya permintaan dari kepolisian Saya yakin, kerjasama kami yang ketat selama ini sebagai mitra dapat membantu menyelesaikan keamanan di wilayah Kodam Iskandar Muda ini. Kami juga yakin, setiap ada kejadian yang sifatnya mengancam wilayah dan stabilitas di Aceh akan kami selesaikan," lanjut dia.

Dalam kesempatan itu, Pangdam juga meminta semua pemimpin yang terpilih di Aceh bertindak bijaksana. Kekerasan dan kerusuhan hanya akan mengorbankan rakyat. TNI dapat menerima siapapun pemimpin yang terpilih dalam pilkada. "Yang terpenting adalah pemimpin tersebut harus mampu mengemban tugasnya sebagai pemimpin. Dia harus melaksanakan program yang dicanangkan pimpinan, terutama pemerintah pusat dengan baik. Yang lain tidak usah," tandas dia. 
 
Editor: Safrizal
 

Gerakan Masyarakat Aceh Usul Munir Jadi Pahlawan Nasional ‎

munir_w_flag.jpg
Memperingati delapan tahun kematian pembela hak asasi manusia (HAM), Munir, belasan aktivis sipil Aceh menggelar aksi diam di bundaran Simpang Lima Banda Aceh, Jumat (7/9/2012). Tidak ada orasi dengan nada tinggi, bahkan aksi teatrikal ini dilakukan di tengah jalan.
 
Belasan aktivis muda ini bergabung dalam Gerakan Masyarakat Aceh (GMA) untuk Munir. Mereka tergabung dari sejumlah lembaga sipil di antaranya Koalisi NGO HAM, Kontras Aceh, Walhi Aceh, Flower Aceh, Gerakan Antikorupsi Aceh, Ideas dan Forum LSM Aceh.

Dalam aksi diam ini, para aktivis juga membagi-bagikan selebaran kepada pengguna jalan yang berisikan berbagai informasi tentang aktivitas Munir semasa hidupnya, termasuk kontribusi Munir bagi pembelaan keadilan untuk masyarakat Aceh yang tertindas, saat konflik Aceh bergolak.

Direktur Koalisi NGO HAM Zulfikar Muhammad mengatakan, semasa hidupnya Munir gigih memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Jasa Munir terhadap Aceh, lanjut Zulfikar, sangat besar terutama masalah HAM yang telah diperjuangkan semasa hidupnya.

"Kita tahu fokus Munir terhadap Aceh terutama masalah HAM sangat luar biasa untuk masyarakat Aceh," ungkapnya.

Untuk ini, sebut Zulfikar, para aktivis HAM Aceh meminta kepada pemerintah agar menetapkan Munir sebagai Pahlawan Nasional, mengingat jasa Munir dalam membela kepentingan keadilan masyarakat kecil. Gerakan ini pun mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan meminta presiden segera menuntaskan kasus kematian Munir.

"Usulan ini sesuai dengan UU Nomor 20/ 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Penghormatan. Dalam UU tersebut, setiap warga negara berhak mendapatkan penghargaan atas jasanya," tambah Isra Safril, juru bicara GMA.

"Hal ini masih menjadi tugas bagi pemerintah SBY hari ini. Kita tahu pemerintah SBY sudah hampir habis masa jabatannya, namun untuk pengungkapan kasus Munir belum kelar," kata Zulfikar.

Munir, yang meninggal akibat diracun pakai arsenik dalam penerbangan Jakarta menuju Belanda, tepatnya hari ini 8 tahun yang lalu. 
Seorang aktivis masyarakat sipil di Banda Aceh mengikuti aksi diam untuk Munir, di Banda Aceh, dalam rangka memperingati 8 tahun kematian aktivis HAM Munir, Jumat (7/9/2012)- [kompas]
 
Editor: Safrizal
Sumber: 

Model dan Pola Pejuang Papua Merdeka Dalam Berpolitik Masa Kini

(Atas Nama Moyang Pencipta Alam dan Manusia Papua, Atas nama Pahlawan yang telah gugur di medang perjuagan yang telah mendahului kita, Atas nama korban tulang-belulang rakyat oleh karena Papua Merdeka yang telah mati diculik, ditangkap, dipenjarakan, dibunuh, diperkosa, disiksa, dan dihina, Atas Nama yatim piatu, Janda duda yang ditinggalkan oleh karena perjuangan bangsa Papua untuk Merdeka, Atas Nama generasi sekarang, generasi yang telah lahir dan yang akan lahir:; Izinkanlah saya untuk menyampaikan pendapat saya atas refleksi dan perenungan saya dalam catatan ini hanya untuk dan demi Tanah airku, bangsaku Papua untuk Merdeka sebagai Negara West Papua).

Perjuagan bangsa Papua untuk mendirikan suatu Negara yang berdaulat dimulai sejak tahun 1960 an sebelum Indonesia bermaksud untuk mengintegrasikan Papua kedalam NKRI, jika kita merefleksi kembali model dan perjuagan yang dilakukan oleh generasi pendahulu di parlemen New Guinea Raad. Saya melihat model perjuangan yang dilakukan lewat bentuk-bentuk partai politik dalam parlemen itu sendiri untuk mencoba merumuskan bentuk suatu Negara, untuk itu dalam proses pembentukan partai – partai politik, berdasarkan berbagai kepentingan golongan dan kelas dimana pada saat itu terjadi tingkatan-tingkatan ada yang ingin berafiliasi degan model gaya hidup sistem pemerintahan kerajaan Belanda, ada yang bermaksud untuk berafiliasi degan Negara yang baru merdeka pada saat itu adalah Indonesia dan ada yang memang benar-benar ingin berdiri sendiri degan model sistem dari keaslian bangsa Papua dalam bentuk Negara moderen.

Dalam proses pembentukan negara West Papua telah disahkan nama Negara dan atribut Negara seperti bendera, lambang Negara, dan lagu kebangsaan yang telah dirumukan oleh suatu badan Komite Nasional Papua Barat untuk merumuskan bentuk dan Nama Negara bangsa Papua dan disahkan oleh parlemen New Guinea Raad, tetapi ada kelompok atau partai-partai yang memiliki tujuan lain yang tersebut diatas, melancarkan misinya sehingga kekompakan dari bangsa Papua sendiri tidak bertekat dan bersatu untuk tujuan mendirikan suatu Negara mandiri dari NKRI maupun Belanda. Dari sisi lain oleh karena bentuk partai-partai yang telah disebut diatas berpencar untuk melakukan niat dan motiv tersebut sehingga sering kita degar degan ada beberapa orang Papua yang dijuluki sebagai pahlawan Nasional Indonesia.

Hal ini yang dilakukan generasi tua kita pada saat itu, dan dalam hal ini saya tidak menyinggung peran Belanda, karena dia juga sebagai posisi penjajah untuk mencoba memberikan ruang demokarasi hanya oleh karena desakan zaman dan situasi politik pada erah itu, dan mencoba menjadi malaikat penyelamat, tetapi sayang tidak tercapai tujuanya sehingga nasip sebuah bangsa sebagai bekas koloninya dan pemerintahanya telah diabaikan sampai saat ini.

Jika generasi sekarang merefeleksi dan perenungan dari beberapa catatan dan cerita dari pada pelaku sejarah perjuagan di Papua barat waktu itu, kita dapat mengkaitkan degan model dan gaya perjuangan sekarang sama persis dan tidak jauh beda dari pada generasi pendahulu kita.

Pengaruh model pembentukan berbagai partai politik pada saat itu oleh beberapa faktor yang mepengaruhi antara lain; pengaruh dan pandagan terhadap pola berpolitik modern yang kebanyakan mendapat pandagan bernegara dari pemerintahan Negara Belanda, kemudian melihat gaya berpolitik Indonesia pada saat itu. Saya yakin karena pada masa itu apa yang terjadi pada situasi politik diluar negeri dan dalam negeri pada erah itu telah dibaca dalam berbagai surat kabar berbahasa Belanda oleh generasi tua kita yang suda mengenjam pendidikan tinggi, sehingga semua berita dan model- model berpolitik dipengaruhi oleh gaya pandang saat mereka untuk berpolitik, sehingga motiv ini turut mempengaruhi model dan gaya berpolitik kita pada generasi sekarang.

Model dan gaya berpolitik ini saya menilai sebenarnya sangat menghambat dan merugikan nasip bangsa besar di Pulau New Guinea, karena warisan dari pada gaya berpolitik ini turut mewarnai dalam kaitanya degan proses Papua merdeka pada saat ini. Pandagan berpolitik ini turut mempengaruhi dalam proses PEPERA I pada saat itu, karena ada beberapa partai politik degan motiv afiliasi politiknya kepada Indonesia, Belanda dan Papua sendiri, maka ketiga bentuk motiv itu saling bertabrakan karena keadaan terdesak pada saat itu sehingga sebagian partai politik turut mempengaruhi dalam mobilisasi masa degan militer Indonesia untuk melakukan PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT PAPUA di Papua barat ( Act of Free Chose ). Dari beberapa partai yang didiriakan oleh sebagian orang Papua telah berkompromi politik degan Indonesia sehingga aspirasi murni dan niat murni sebagian besar rakyat Papua barat pada saat itu telah diabaikan yang akhirnya sebagian partai politik yang memperjuangkan murni untuk merdeka mulai bergejolak dan mengarah pada pembentukan suatu organisasi perjuangan secara gerilya OPM dan sebagian besar yang telah meninggalkan tanah air Papua ke pengasingan untuk melanjutkan sayap politiknya untuk upaya diplomasi. 

Model yang sama telah saya menyaksikan degan mata kepala saya sendiri sebagai generasi sekarang ketika proses politik untuk menentukan nasip sendiri mulai dari Mubes Papua sampai kepada Kongres Rakyat Papua II tahun 2000 di Port Numbay, dan hasil kinerjanya tidak jelas sampai sekarang, bentuk Visi dan Misi tidak Jelas, bagaimana hasil Resolusinya? Bagaimana penaganan menejemen organisasinya yang dibentuk PDP untuk menjangkau Visi dan Misi berdasarkan keputusan atau suatu resolusi dari Pada Kongres II itu sendiri ?, Ataukah buntutnya lahir Otonomi khusus? Ini adalah model dan gaya berpolitik kita yang terus mewarisi dari pendahulu kita akibat dari mofiv dan bentuk kompromi politik yang berlainan warna-warni.

Model politik ini saya menilai bahwa bangsa Papua masih mewarisi model dan gaya serta motiv berpolitik dari generasi tua kita. Saya menilai dalam proses politik Papua Merdeka masih ada pengaruh dari pola dan gaya berpolitik generasi tua dalam bentuk afiliasinya degan model kompromi politik oleh berbagai partai dan kelompok, padahal seharusnya gaya dan pola berpolitikan harus dimulai dari akar budaya bangsa Papua sendiri. 

Cara berpolitik yang sama kembali berputar lagi pada putaran ke III pada kompetisi berpolitik degan bentuk kongres Papua III di lapangan Zakeus dengan mendeklarasi Negara Feleral Republik Papu barat, jika kita menilai sebenarnya itu bentuk demokrasi atau pola tatanan Negara bukan sebuah nama Negara, secara jujur dari generasi tua sampai generasi sekarang gaya berpolitik sama dari dulu sampai sekarang ibarat bangsa Israel yang berputar-putar di padang gurun zahara untuk keluar dari Mesir. Bukan berarti saya mau samakan nasip kita sama sepeti bangsa Israel tetapi perlu kita belajar dari contoh itu; karena yang melihat negeri yang dijanjikan Tuhan kepada mereka adalah generasi Yosua dan Kalep, berarti kita tidak mengharpkan seperti generasi Yosua dan kalep pada saat itu karena situasi mereka pada saat itu beda degan situasi kita sekarang, oleh karena itu jagan sampai generasi sekarang yang suda sekolah pintar ini kembali lagi kepada model dan gaya politik yang berputar-putar dengan mengabaikan akar budaya bangsa Papua sendiri.

Jika memang generasi yang sama terus berputar -putar degan model politk yang sama nanti kita tunggu waktunya degan modela dan gaya politik yang berjudul DIALOG DAMA Papua yang telah di kerakan oleh kelompok Jaringan Damai Papua ( JDP ) apakah pola dan berpolitik yang sama atau sedikit berbeda nanti kita menunggu dan melihat gaya dan pola main mereka dalam kanca politik Papua Merdeka, jika upaya tersebut degan pola dan gaya politik yang sama juga tidak membawahkan hasil kemauan rakyat untuk merdeka dari neo-kolonial Indonesia, apalagi yang akan direncanakan orang Papua untuk berpolitik mungkin Kongres IV atau KTT dan sebagainya? seterusnya atau apalagi? pola berpolitik yang sama dipertahankan kemungkinan orang Papua siap untuk berputar degan irama gaya berpolitik yang sama berputar sepeti kita dansa dan goyang lemonipis degan lingkarang yang sama irama patokan paten yang sama.

Saya secara jujur ingin katakan bahwa; model dan gaya ini Indonesia sebagai Negara kolonial suda mengetahuinya, sehingga pantas dan wajarlah mereka sering mengatakan terhadap usaha dan perjuangan kita; “PAPUA MERDEKA USAHA MENJARING ANGIN ATAU MIMPI DI SIANG BOLONG” julukan kalimat diatas ini perlu kita renungkan degan merefleksi diri, sebenarnya menurut saya kalimat tersebut diatas jika ditanggapi degan positif adalah penguatan dan pembelajaran buat usaha dan perjuangan kita degan modifikasi model dan gaya berpolitik kita di zaman super modern berpijak dari dasar kita keluar bukan dari luar kedalam.

Saya juga berpikir bahwsanya sebagian Inteletual orang Papua juga ingin merdeka tetapi harus degan akal sehat bahwa bagaimana penataan politik dari dalam keluar secara sistem menejemen modern dan memposisikan diri pada tinkat modern, gaya berpolitik warisan kita sebagai pejuang Papua merdeka mempengaruhi pandagan sebagian kalagan intelektual Papua, jelas karena kita semua berasal dari generasi pendahulu kita dan sama-sama bangsa Papua, wajar juga masih berpikiran atas pola dan gaya berpolitik warisan turut mempengaruhi dalam Perjuangan Papua merdeka, oleh karena bentuk dan motiv dari landasan politik suda terkontaminasi degan tiga model tadi, pola dan yaga pandang model berpolitik versi Indonesia, pola gaya pandang model politik versi Belanda ( barat ) dan pola dan gaya pandang pola berpolitik berdasarkan akar budaya bangsa Papua.

Ketika pola ini saling bergesekan sehingga pengaruh sangat dominasi terhadap model pendekatan politik dalam perjuagan Papua merdeka, saya menilai sebenarnya jika orang Papua melepaskan pandagan dan gaya berpolitik import dan seharusnya berpolitik berpatokan dari akar budaya bangsa Papua sendiri, karena tujuan mendirikan Negara bukan seperti Otonomi, melanjutkan atau memasukan program pesan sponsor dari luar bangsa Papua. Lagipula bangsa Papua yang mau merdeka, berdikari, diatas pandagan politik sendiri, diatas tanah sendiri, karena orang Papua yang mau mendirikan Negara yang berdikari atas dasar falsafa akar budaya bangsa. 

Orang Papua yang harus mempengaruhi politiknya keluar Papua, tetapi ini yang terjadi justru terbalik dari luar memasukan gaya berpolitik baru kedalam budaya berpolitik bangsa Papua, akibat dari gaya berpolitik dari luar masuk kedalam kita rujuk pada Contoh; Kepala Suku Besar Forkorus Yaboisembut, dimasukan kedalam rel politik dari luar akibatnya gaya yang seharusnya orang Papua berpolitik secara budayanya justru di matikan oleh pengaruh gaya dan model politik yang dianut oleh kita sebagai orang Papua yang terkontaminasi degan gaya berpolitik penjajah.

Gaya model politik ini jika kita melihat hampir sama persis degan pegalaman perjuangan bangsa Indonesia sebagian pendiri Negara RI berpatokan dari budaya bangsa mereka sendiri, sebagian dari mereka dipengaruhi oleh gaya dan politik kebarat-baratan penjajah ( Belanda ) akhirnya keadaan Negara Indonesia sekarang tidak berdikari sendiri diatas kaki sendiri malah berdiri mengantungkan kepada pengaruh politik Negara orang lain artinya Negara ikut-ikutan mendukung kemauan Negara orang lain dalam rangka membagun bilateral dan kita harus belajar juga dari pengalaman perjuangan Indonesia dari Belanda. Jika orang Papua yang berurusan degan politik Papua Merdeka harus hati-hati dan bijaksana karena jagan sampai usaha keluar dari mulut Singga masuk ke mulut buaya degan model dan gaya berpolitik kita.

Saya mau katakan degan jujur bahwa saya sebagai orang Papua harus memiliki ego dan ego ini harus diarahkan untuk kepentingan bangsa Papua bahwsanya; Saya adalah orang Papua, memiliki tanah air yang luas, saya tuan tanah, dan saya berhak menentukan nasip politik saya degan gaya dan cara saya sendiri, sehingga bangsa lain dapat dipengaruhi oleh gaya dan model politik yang saya terapkan tetapi degan catatan harus tekat dan komitmen degan nurani yang bersih dan bebas dari kepentingan cari pamor Nama, Pangkat dan jabatan tetapi harus memiliki kerendahan hati dan menghormati pemimpin yang ada entah itu dihutan rimba maupun di dalam kota untuk membebaskan rakyat dari Neo – kolonialisme indonesia.

Menurut penilaian pribadi saya bahwa pola perjuangan Papua merdeka saat ini persis seperti perjuangan Pemekaran kabupaten, melalui pembentukan TIM sukses, kelompok pengurus Pemekaran kabupaten atau Tim Sukses Pemilukada Gubernur/Bupati, kenyataan ini model dan gaya berpolitik Indonesia yang turut mempengaruhi dalam bentuk politik Papua Merdeka. Karena dalam tim itu ada lebih dari satu dua tim karena memiliki mofiv tertentu, bukan karena murni untuk kepentingan rakyat di daerah tersebut, model ini persis sedang terjadi dalam pola dan gaya berpolitik Papua merdeka entah di dalam Negeri atau diluar Negeri.

Menurut pemahaman dan pengetian saya atas pembebasan dan kemerdekaan harus dimulai dari pembenahan gaya paradikma kita yang suda terkontaminasi dari luar, tetapi seharusnya berpatokan dari pandagan akar budaya bangsa Papua artinya menilai apa yang ada pada kita dan mulai menata degan sistem modern keluar agar lewat sistem penataan politik itu dapat diterima oleh bangsa lain yang suda mendirikan Negara modern, dalam kaitan ini saya tidak bersedia menjelaskan maksud “dari dalam keluar” secara terperinci tetapi sebagai garis besar saya suda katakan berpatokan dari akar budaya bangsa Papua.

Dalam kaitan ini saya melihat dan menilai pola dan gaya berpolitik berbagai Negara di zaman modern sekarang ini hanya karena manusia mengalami perobahan evolusi gaya politik untuk menemukan keistabilan bentuk dan gaya model politiknya, karena dalam hal ini setiap Negara membagun hubungan berpolitik lewat diplomatiknya terhadap bangsa lain jika dinilai secara tersirat hanya untuk kepentingan imperialis yang dikemas halus dalam berbagai bentuk dan isu-isu global. Untuk itu penting bagi bangsa Papua yang memperjuangkan Papua merdeka harus menilai diri dan mulai berpatokan dari diri kita dan menata diri untuk memposisikan diri dalam kanca politik global agar tidak terbawa kedalam jurang imperialisme karena saya menilai jika kita berpatokan berpolitik dari diri kita pasti pelan tetapi akan lebih baik dan matang untuk berdiri degan ciri dan identitas bangsa Papua, karena nama Negara kita diambil dari nama suatu etintas bangsa yaitu Negara Republik West Papua, maka gaya dan warna gaya berpolitik harus berpatokan dari akar budaya bansa Papua.

Catan ini hanya sekedar untuk perenungan kita bersama dan sebagai bahan pemikiran sekeda membuka wacana untuk mencari dan kembali kepada jati diri kita dalam proses berpolitik demi pembebasan bangsa Papua diatas tanah air sendiri.

Salam Perjuangan !

Dua Prodi ITB Raih Akreditasi Internasional

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh03WQm9-IRfiEjx-gYp9lBW3UNhlKcrVOHqmj-YX9C7dj-7-hElD8L4VsWUSVLWxJenuyuGM6XGw6GaIS_k29CFbM4Fyjb1iV81HO-mzu_dW00hYsy6oVHFo0H80KSXXo9laHvhdj8heM/s1600/ABET+Akreditasi.jpgDua program studi Institut Teknologi Bandung yakni Program Studi Sarjana Teknik Kimia dan Program Studi Sarjana Teknik Fisika meraih akreditasi internasional ABET (Accreditation Board for Engineering and Technology). Pengakuan ini menyusul dua prodi ITB yang pada tahun lalu meraih akreditasi serupa yakni program studi Teknik Elektro dan Teknik Kelautan ITB.
 
Dekan Fakultas Teknik Industri Hermawan Kresno Dipojono menuturkan, akreditasi internasional ABET yang diraih keempat program studi di ITB merupakan yang pertama di Indonesia. Akreditasi ini adalah bentuk pengakuan internasional atas kualitas seluruh komponen dan siklus proses pembelajaran suatu program studi kerekayasaan. ABET merupakan lembaga akreditasi independen terkemuka di Amerika Serikat untuk program-program pendidikan tinggi teknik.

“Pencapaian ini mensejajarkan ITB dengan universitas ternama yang juga meraih ABET, seperti Carnegie Mellon University, Harvard University, Pennsylvania State University, dan Massachusetts Institute of Technology Amerika Serikat,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Rektorat ITB, Jln. Tamansari Bandung, Jumat (7/9).