Event Pemerintah Aceh 2014

Rancangan Qanun Aceh Tentang Lembaga Wali Nanggroe

 
 RANCANGAN QANUN ACEH
NOMOR ....... TAHUN 2012

TENTANG
LEMBAGA WALI NANGGROE
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH DAN PENYAYANG
GUBERNUR ACEH,


MENIMBANG :

a
bahwa berdasarkan Pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kedudukan dan keberadaan Pemerintah Aceh sebagai daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam undang-undang, tetap diakui dan dihormati secara hukum;

b
bahwa dalam sejarah perjuangan rakyat Aceh dimasa berperang melawan penjajah Belanda Ketuha Madjelis Tuha Peuet Aceh menyerahkan perangkat Kerajaan Aceh kepada Wali Nanggroe yang terjadi pada tanggal 28 Januari 1874;

c
bahwa kerajaan Aceh telah mempunyai wilayah, pemerintahan dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah berperan memberikan sumbangsih yang besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d
bahwa dalam sejarah perjuangan Indonesia, dimana dalam agresi militer kedua tahun 1949 melawan penjajah Belanda, Aceh adalah satu satunya daerah yang tetap tidak dapat ditaklukkan sehingga menjadi modal kemerdekaan Indonesia secara de facto dan de jure;

e
bahwa Aceh adalah merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberikan kewenangan khusus melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik;

f
bahwa akibat konflik berkepanjangan di Aceh sejak tahun 1953-1959 dan 1976-2005 yang diakhiri dengan lahirnya Nota Kesepahaman Bersama perjanjian damai antara Pemerintah RI dan GAM yang dituangkan dalam MoU Helsinki pada hari senin tanggal 15 Agustus 2005;

g
bahwa dalam point 1.1.7. MoU Helsinki Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya;

h
bahwa berdasarkan Pasal 96 (1), (2) dan (3) Pasal 97 yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut tentang Lembaga Wali Nanggroe; dan

i
bahwa berdasarkan ketentuan huruf a,b,c,d,e,f,g dan h perlu diatur dengan qanun Aceh tentang Lembaga Wali Nanggroe.



MENGINGAT :

1
Undang-Undang Dasar tahun 1945;

2
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633).

3
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi Tambahan Lembaran Negara Republik.


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
Dan
GUBERNUR ACEH

MEMUTUSKAN
Menetapkan              : QANUN ACEH TENTANG LEMBAGA WALI NANGGROE.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :
1
Aceh adalah kesatuan wilayah (teritorial) dan masyarakat hukum dengan batas Aceh merujuk pada 1 Juli 1956 sesuai dengan point 1.1.4 MoU Helsinki, yang memiliki kewenangan di semua sektor publik, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan dalam negeri, moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama dalam Negara Kesatuan dan Konstitusi Republik Indonesia.
2
Pemerintahan Aceh adalah sebuah sistem baru Pemerintahan Rakyat Aceh atau the government of the Acehnese people, yang lahir setelah perjanjian damai antara RI dan GAM, 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia yang mempunyai kekhususan atau keistimewaan tentang wewenang tambahan tertentu yang dimiliki oleh Pemerintahan Aceh.
3
Wali Nanggroe atau nama lainnya adalah Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik berdasarkan peralihan perangkat kerajaan merupakan pemimpin yang bersifat personal, berwibawa dan pemersatu masyarakat yang independen.
4
Lembaga Wali Nanggroe adalah Lembaga kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, bahasa dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya.
5
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6
Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Majelis Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
7
Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh dan Wakil Pemerintah dalam hal menjalankan koordinasi dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan dalam negeri, kekuasaan kehakiman, moneter dan fiskal, dan kebebasan beragama di Aceh.
8
Majelis Perwakilan Rakyat Aceh selanjutnya disebut Parlemen Aceh adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Aceh yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
9
Adat (convention) adalah tata cara kebiasaan hidup manusia yang dijalankan secara turun temurun mengikat ada sebab dan akibat serta tidak tertulis terbagi atas adat syar’i (ketatanegaraan), adat aridh (kebiasaan luar yang diadopsikan), adat daruri (penting), adat nafsi (adat itu sendiri), adat nazari (hasil pemikiran), adat uruf (kebiasaan), adat ma’ruf (adat yang dibiasakan), adat muqabalah (adat timbal balik), adat mu’amalah (adat pergaulan sehari-hari), adat ijma’ mahkamah jam’iyah (adat yang disepakati bersama oleh parlemen).
10
Adat-istiadat (ceremonial) adalah tata cara kehidupan masyarakat yang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mengesahkan atau meresmikan hal tertentu dalam kehidupan pemerintahan dan masyarakat di Aceh.
11
Waliul’ahdi adalah pemangku Wali Nanggroe atau orang yang merupakan perangkat kerja Lembaga Wali Nanggroe mengerjakan pekerjaan Wali Nanggroe ketika Wali Nanggroe berhalangan tetap.
12
Mufti adalah orang yang memutuskan hukum agama dan
mengeluarkan fatwa-fatwa yang sesuai dengan mahzab Syafii sebagai mahzab mayoritas juga mengakui tiga mahzab lainnya yang ahlusunnah waljamaah.
13
Majelis Tuha Peuet adalah majelis tertinggi di bawah lembaga Wali Nanggroe terdiri dari 30 persen mewakili Ulama, 30 persen mewakili ex. Pemerintahan, ex. anggota DPRA, ex. Pejabat Tinggi Negara asal Aceh, 30 persen dari perwakilan pelaku sejarah dan 10 persen dari perwakilan saudagar Aceh.
14
Majelis Tuha Lapan adalah perwakilan dari wilayah-wilayah sesuai dengan tradisi sejarah perjuangan rakyat Aceh yang mengusulkan pendapat-pendapat dari wilayahnya untuk dapat dijadikan bahan masukan atau menerima arahan dari pada Majelis Tuha Peuet.
15
Arakata atau Katibul Muluk adalah sekretaris pada kesekretariatan Lembaga Wali Nanggroe.
16
Reusam adalah keselamatan dan ketertiban serta kenyamanan dengan segala perangkat sistem pengawalan terhadap Lembaga Wali nanggroë yang terdiri dari reusam syar’i (protokoler tetap), reusam aridh (protokoler yang diadopsi), reusam daruri (penting), reusam nafsi (reusam itu sendiri), reusam nazari (reusam yang ditetapkan), reusam uruf (reusam yang berlaku), reusam ma’ruf (reusam yang dibiasakan), reusam muqabalah (reusam timbal balik), reusam mu’amalah (reusam pergaulan sehari-hari), reusam ijma’ mahkamah jam’iyah (reusam yang disepakati bersama oleh majelis Tuha Peuet dan Tuha Lapan).
17
Majelis perempuan adalah keindahan yang terjadi karena adanya permasalahan yang timbul dalam hal membuat satu keputusan untuk mengangkat derajat perempuan yang terbagi atas qanun syar’i (mengatur hak-hak perempuan), qanun aridh (hak-hak perempuan yang datang dari luar), qanun daruri (hak-hak perempuan yang penting), qanun nafsi (hak-hak perempuan yang ada pada jati dirinya), qanun nazari (hak-hak perempuan memberikan pendapat), qanun uruf (hak-hak kebiasaan perempuan sehari-hari), qanun ma’ruf (hak-hak perempuan yang sudah dibiasakan), qanun muqabalah (hak dan kewajiban perempuan), qanun mu’amalah (hak perempuan dalam pergaulan sehari-hari), qanun ijma’ mahkamah jam’iyah (hak perempuan yang diberikan khusus oleh Tuha Peuet dan Tuha Lapan).
18
Majelis Mukim adalah himpunan masyarakat hukum adat yang terdiri dari kumpulan beberapa gampong yang bertugas mengusulkan pendapat dari mukim-mukim dan atau menerima arahan dari keputusan Majelis Tuha Peuet.

BAB II
Prinsip Dan Tujuan

Pasal 2

Prinsip Lembaga Wali Nanggroe adalah :
a
pemersatu rakyat Aceh secara adat yang independen dan berwibawa serta bermartabat;
b
kehormatan dan kewibawaan adat, tradisi sejarah, dan tamadun Aceh;
c
keagungan dinul Islam, kemakmuran rakyat, keadilan, dan perdamaian;
d
self government sesuai Konstitusi.

Pasal 3

Tujuan Pembentukan Lembaga Wali Nanggroe adalah:
a
mempersatukan rakyat Aceh secara adat yang independen dan berwibawa serta bermartabat;
b
menjaga kehormatan dan kewibawaan adat, tradisi sejarah, dan tamadun Aceh; (tamadun diberi penjelasan pada penjelasan pasal, termasuk pakaian, makanan dan lain-lain khasanah adat)
c
mengagungkan dinul Islam, mewujudkan kemakmuran rakyat, menegakkan keadilan, dan menjaga perdamaian;
d
mewujudkan self government sesuai Konstitusi;

BAB III
KELEMBAGAAN

Bagian Kesatu
Pembentukan dan Status

Pasal 4

(1)
Dengan Qanun ini dibentuk Lembaga Wali Nanggroe.
(2)
Lembaga Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai status sebagai Lembaga kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, bahasa dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya.

Bagian Kedua
Kedudukan, Gelar dan Hak

Pasal 5

Lembaga Wali nanggroe berkedudukan di Ibu Kota Aceh

Pasal 6

Laqab atau gelar atau panggilan terhadap Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud dalam Pasal huruf a adalah “Paduka Yang Mulia”
-
Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe
-
Paduka Sri Wali Nanggroe
-
Duli yang Mulia Wali Nanggroe
-
Sri Paduka Wali Naggroe

Pasal 7

Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hak:
a
imunitas;
b
protokoler;
c
keuangan; dan
d
meminta pendapat

 Bagian Ketiga
Susunan

Pasal 8


(1)
Susunan Kelembagaan Wali Nanggroe, terdiri dari:

a
Wali Nanggroe;

b
Waliul’ahdi/Pemangku Wali Nanggroe;

c
Keurukon Katibul Wali (Sekretariat);

d
Majelis Tuha Peuet;

e
Mufti (Lembaga Majelis Fatwa);

f
Majelis Tuha Lapan;

g
Majelis Mukim;

h
Majelis Perempuan;

i
Reusam;

j
Majelis Ulama Aceh/Majelis Ulama Nanggroe Aceh;

k
Majelis Adat Aceh;

l
Majelis Pendidikan Aceh;

m
Majelis Kebudayaan, Kesenian dan Olahraga;

n
Majelis Kerjasama Ekonomi;

o
Majelis Keujruen Blang/Majelis Pertanian;

p
Majelis Laot;

q
Majelis Syahbandar;

r
Majelis Ulayat;

s
Majelis Haria Peukan;

t
Majelis Purbakala, Warisan Budaya dan Permeseuman;

u
Majelis Penelitian dan Pengembangan;

v
Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan;

w
Majelis Khazanah/Warisan Kekayaan Aceh;

x
Majelis Anti Rasuah (Anti korupsi);

y
Majelis Purbakala/Warisan Budaya;

z
Majelis Audit Independen;

Ã¥ 
Majelis Pertimbangan;

ä
Majelis Hutan Aceh;

ö
aa
Bahagian Perbendaharaan; dan
Majelis atau badan lainnya yang disesuaikan dengan keperluan.

(2)
Susunan Organisasi dan Tata Kerja perangkat Kelembagaan Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan/Sarakata Wali Nanggroe

Bagian Keempat
Organisasi Kelembagaan Wali Nanggroe

Pasal 8

(1)
Organisasi Kelembagaan Wali Nanggroe terdiri dari tiga bentuk:

a
Fungsional;

b
Struktural.

c
Reusam
(2)
Fungsional sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari:

a
Majelis Tuha Peuet;

b
Mufti (Majelis Fatwa);

c
Majelis Tuha Lapan;

d
Majelis Mukim; dan

e
Majelis Perempuan/Majelis Ureueng Inong/Majelis saton.

f
Majelis Ulama Aceh/Majelis Ulama Nanggroe Aceh;

g
Majelis Adat Aceh;

h
Majelis Pendidikan Aceh;

i
Majelis Kebudayaan, Kesenian dan Olahraga;

j
Majelis Kerjasama Ekonomi;

k
Majelis Keujruen Blang;

l
Majelis Penelitian dan Pengembangan;

m
Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan;

n
Majelis Khazanah;

o
Majelis Anti Rasuah (Anti korupsi);

p
Majelis Audit Independen;

q
Majelis Pertimbangan;

r
Majelis Hutan Aceh;

s
Majelis Laot;

t
Majelis Syahbandar;

u
Majelis Ulayat;

v
Majelis Haria Peukan;

w
Majelis Purbakala, Warisan Budaya dan Permeseuman;

x
Bahagian Perbendaharaan; dan

y
Majelis atau Badan lainnya yang diseuaikan dengan keperluan dan fungsi kepemimpinan adat.
(3)
Struktural sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari Kereukon Katibul Wali (Sekretariat);

Pasal 9

(1)
Fungsional dan struktural sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf b
(2)
Reusam sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat ayat (1) huruf c

Bagian Kelima
Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 10

Lembaga Wali Nanggroe Mempunyai Tugas:
a
membentuk perangkat Lembaga Wali Nanggroe dengan segala upacara adat dan gelarnya;
b
mengangkat, menetapkan dan meresmikan serta memberhentikan personil perangkat Lembaga Wali Nanggroe;
c
meresmikan/mengukuhkan/bai’at/menta’arufkan Parlemen Aceh dan Kepala Pemerintah Aceh secara adat istiadat;
d
memberi gelar kehormatan kepada seseorang atau lembaga;
e
mengurus khazanah Aceh di luar Aceh;
f
melakukan kunjungan dalam rangka kerjasama dengan pihak manapun untuk kemajuan dan kepentingan adat rakyat Aceh; dan
g
ikut serta menyediakan sumberdaya manusia yang cakap dalam lingkungan kehidupan masyarakat Aceh yang mampu menjalankan fungsi-fungsi publik serta melestarikan dan mengembangkan budaya dan adat istiadat disesuaikan dengan bidangnya.

Pasal 11

Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Lembaga Wali Nanggroe mempunyai fungsi:
a
perumusan dan penetapan kebijakan penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya.
b
penyiapan rakyat Aceh dalam pelaksanaan kekhususan dan keistimewaan sebagaimana ditentukan dalam qanun ini; dan
c
Perlindungan secara adat semua orang Aceh baik di dalam maupun di luar Aceh.

Pasal 12

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Lembaga Wali Nanggroe mempunyai kewenangan:
a
memberikan gelar kehormatan kepada seseorang atau badan yang diberikan dengan nama
b
menjalankan kewenangan kepemimpinan adat yang berwibawa dan bermartabat dalam tatanan kehidupan masyarakat untuk penyelesaian dalam urusan
c
menentukan hari
d
Kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf d terkecuali bagi instansi tertentu dalam pelayanan publik sesuai dengan kekhususan Peraturan Perundang
e
Melakukan kerjasama dengan negara
f
Menetapkan/mengumumkan ketentuan

BAB IV
REUSAM/PROTOKOLER
LEMBAGA WALI NANGGROE

Pasal 13

(1)
Protokoler Lembaga Wali Nanggroe dilakukan dengan segala perangkatnya sesuai dengan tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Aceh;
(2)
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Reusam Wali Nanggroe.

BAB V
PEMBIAYAAN
LEMBAGA WALI NANGGROE

Bagian Kesatu

Keuangan dan Anggaran Belanja Lembaga Wali Aneuk Nanggroe

Pasal 14

(1)
Keuangan Lembaga Wali Nanggroe bersumber dari:

a
APBN;

b
APBA;

c
Sumber Lainnya yang sah dan tidak mengikat.
(2)
Pengelolaan keuangan yang bersumber dari APBN dan APBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang pengelolaan keuangan.
(3)
Pengelolaan keuangan yang bersumber dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Reusam/Pengaturan wali Nanggroe.
(4)
Pengelolaan keuangan yang bersumber dari APBN dan APBA dilaksanakan oleh Keurukon Katibul Wali sebagai satuan kerja perangkat Aceh.

Pasal 15

(1)
Anggaran belanja lembaga Wali Nanggroe terdiri dari;

a
Belanja tidak langsung; dan

b
Belanja langsung.
(2)
Belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri dari ;

a
Belanja personil; dan

b
Belanja non personil.
(3)
Belanja langsung sebagimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diperuntukan bagi pelaksanaan program dan kegiatan kelembagaan wali Nanggroe.
(4)
Belanja personil dan non personil sebagimana dimaksud pada ayat (3) disusun berdasarkan kebutuhan dan ditetapkan dengan peraturan/Reusam Wali Nanggroe.

Bagian Kedua
Harta Kekayaan Lembaga Wali Nanggroe

Pasal 16

(1)
Harta kekayaan Lembaga Wali Nanggroe merupakan benda yang bergerak maupun benda yang tidak bergerak yang telah dipisahkan dari pemerintah dan/atau Pemerintah Aceh.
(2)
Benda yang tidak bergerak sebagaimana dimaksud ayat (1), yang sumber dananya berasal dari APBA/APBN berlaku sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
(3)
Benda yang bergerak maupun benda yang tidak bergerak dari peninggalan sejarah Aceh baik yang berada di dalam dan luar negeri akan diatur dalam tatanan Rumah Tangga Lembaga Wali Nanggroe; dan benda yang bergerak dan atau benda tidak bergerak dari peninggalan sejarah Aceh yang berada luar negeri dilakukan konsultasi dengan Pemerintah Pusat jika dianggap perlu.

BAB VI
PEMILIHAN WALI NANGGROE

Bagian Kesatu
Syarat Pemilihan Wali Nanggroe

Pasal 17

Calon Wali Nanggroe harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a
orang Aceh dan beragama Islam;
b
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT;
c
dapat berbahasa Aceh dengan fasih/baik;
d
berakal dan baligh;
e
berakhlak mulia dan tidak dzalim (tidak jahat);
f
tidak sedang menjalani pidana;
g
dikenal dan diterima oleh rakyat Aceh;
h
‘alim (mengetahui);
i
berpengalaman dan berwawasan luas;
j
berani dan benar serta bertanggung jawab;
k
arif dan bijaksana serta punya pandangan jauh ke depan;
l
amanah, setia, jujur dan bersifat adil;:
m
musyawarah;
n
tidak shafih (tidak boros);
o
baik anggota dan sempurna panca indra;
p
kasih sayang, rendah hati, penyabar dan pemaaf;
q
terpelihara dari hawa nafsu jahat dan bertawakkal kepada ALLAH serta selalu bersyukur;
r
mampu berbahasa asing secara lancar sekurang-kurangnya Bahasa Arab dan Bahasa Inggris jika ada.

Bagian Kedua

Unsur-unsur yang berhak Memilih Wali Nanggroe

Pasal 18

(1)
Wali Nanggroe dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh Majelis Pemilihan Wali Nanggroe yang dibentuk secara khusus;
(2)
Majelis pemilihan Wali Naggroe sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :

a
Tuha Peuet;

b
Perwakilan dari wilayah seluruh Aceh yang terdiri dari masing-masing 2 orang;

c
Perwakilan Alim Ulama masing masing wilayah 1 orang.
(3)
Majelis Pemilihan Wali Nanggroe diketuai oleh seorang ketua dengan nama Ketua Majelis Pemilihan.

Bagian Ketiga
Tata Cara Pemilihan Wali Nanggroe

Pasal 19

(1)
Wali Nanggroe dipilih oleh Majelis Pemilihan Wali Nanggroe secara musyawarah dan mufakat berdasarkan prinsip-prinsip azas transparansi, akuntabilitas dan responsifitas;
(2)
Majelis pemilihan Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:

a
45 orang yang mewakili 17 Wilayah ditambah dengan unsur dari Tuha Peuet.

b
Majelis pemilihan menetapkan beberapa calon Wali Nangroe;

c
Penetapan calon sebagaimana dimaksud pada huruf (b) dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat, apabila secara musyawarah dan mufakat tidak dapat dilakukan maka dilakukan secara voting.

d
17 wilayah sebagaimana dimaksud huruf (a) di atas terdiri atas wilayah-wilayah:
1.    Sabang;
2.    Aceh Rayek;
3.    Pidie;
4.    Peusangan Batee Iliek;
5.    Samudra Pase;
6.    Peureulak;
7.    Tamieng;
8.    Meureuhom Daya;
9.    Meulaboh;
10. Blangpidie;
11. Lhok Tapaktuan;
12. Singkil;
13. Pulau Banyak;
14. Simeulue;
15. Alas;
16. Gayo Lues;
17. Linge.

Penjelasan: untuk ayat (1) dan (2), yang dimaksud dengan 17 wilayah kesatuan adat adalah berasal 23 wilayah administrasi pemerintahan kabupaten/kota)

(3)
Majelis Pemilihan Wali Nanggroe berakhir dengan sendirinya setelah Wali Nanggroe terpilih sampai penabalan.
(4)
Ketua Majelis Pemilihan dan perangkatnya akan mempertanggungjawabkan kepada Kepala Rumah Tangga Lembaga Wali Nanggroe/Keurukon Katibul Wali.
(5)
Segala hal yang berkaitan dengan Majelis Pemilihan Wali Nanggroe yang belum diatur dalam qanun ini diatur dengan peraturan tata tertib majelis pemilihan Wali nanggroe.

Bagian Keempat
Kriteria calon Wali Nanggroe

Pasal 20

(1)
Kriteria calon Wali Nanggroe meliputi:

a
Salah seorang calon yang ditetapkan oleh Majelis Pemilihan adalah Waliul’ahdi;

b
orang Aceh yang baik dan mulia yang nasabnya orang Aceh sampai empat keturunan ke atas;

c
keturunan Wali-Wali sebelumnya yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19; dan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) apabila terdapat calon Wali Nanggroe lebih dari satu (1) orang yang memenuhi kriteria yang sama maka akan lebih diutamakan.
(2)
Apabila terdapat calon Wali Nanggroe lebih dari satu orang dan memenuhi kreteria yang sama, maka calon yang memenuhi kreteria huruf c akan lebih diutamakan.

BAB VII
MASA JABATAN WALI NANGGROE

Pasal 21

(1)
Masa jabatan Wali Nanggroe adalah sepanjang masih mampu menjalankan tugasnya;
(2)
Masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berakhir apabila :

a
Meninggal dunia;

b
Murtad;

c
Dzalim (melakukan kejahatan yang telah diputuskan oleh pengadilan diatas 5 tahun ke atas dengan kekuatan hukum tetap);

d
Uzur;

e
mengundurkan diri dan;

f
melanggar kriteria wali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(3)
Masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya berlaku sesudah Wali Nanggroe ke VIII yaitu DR. Tengku Hasan M. di Tiro selanjutnya Wali Nanggroe dan atau Waliul’Ahdi yang ada sekarang untuk dilakukan penabalan;
(4)
Wali Nanggroe selanjutnya akan dipilih dengan masa jabatannya tujuh (7) tahun sekali oleh Majelis Pemilihan.
(5)
Apabila Wali Nanggroe berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka Waliul‘Ahdi akan melanjutkan peran sampai terpilihnya Wali Nanggroe definitif.

BAB VIII
KEPUTUSAN DAN PENABALAN WALI NANGGROE

Pasal 22

(1)
Penabalan secara adat Wali Nanggroe akan dilakukan oleh Ketuha Majelis Tuha Peuet.
(2)
Penabalan Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud ayat (1) akan dilakukan dengan upacara dan segala alat perangkatnya serta dihadiri oleh khalayak ramai yang dilaksanakan di tempat terbuka, di depan Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh atau Istana Lembaga Wali Nanggroe.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 23

(1)
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, semua ketentuan yang ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Qanun ini.
(2)
Wali Nanggroe atau waliul’ahdi yang sudah ada sebelum Qanun ini diundangkan tetap diakui dan akan diresmikan sesuai dengan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2); dan
(3)
Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah setelah Wali Nanggroe yang kedelapan yaitu Dr. Tengku Hasan M. di Tiro.
(4)
Waliul’ahdi pada masa Wali Nanggroe ke VIII Dr. Tengku Hasan M. di Tiro adalah Tengku Malik Mahmud
(5)
Sejak berpulang ke rahmatullah Dr. Tengku Hasan M. di Tiro, maka Waliul’ahdi Tengku Malik Mahmud langsung menjadi Wali Nanggroe ke IX.
(6)
Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mengangkat perangkat Waliul’ahdi

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24

Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini akan ditetapkan lebih lanjut dalam Tatanan Rumah Tangga Lembaga Wali Nanggroe.

Pasal 25

Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Aceh.

Ditetapkan di Banda Aceh.
pada tanggal

GUBERNUR ACEH,

Diundangkan di Banda Aceh
pada Tanggal .............. Tahun 2012

SEKRETARIS DAERAH ACEH

T. Setia Budi

LEMBARAN ACEH TAHUN 2012 NOMOR .........



Oleh Safrizal (Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Malikussaleh - HIMIPOL UNIMAL)