Event Pemerintah Aceh 2014

[8 Tahun Kasus Munir] Jangan Lupa !

MASIH ingatkah saudara-saudara terhadap hal buruk yang dialami Aktivis HAM dan pendiri KontraS dan Imparsial, Munir Said Thalib yang meninggal pada 7 September 2004 lalu akibat diracuni dengan racun yang mematikan yaitu racun arsenik, kejadian tersebut terjadi saat dalam penerbangan menuju Belanda dengan tujuan untuk melanjutkan  kuliah  pasca-sarjana yang ketika itu beliau menumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor GA-974.

Namun sampai saat ini kasus pembunuhan tersebut sudah berjalan 7 tahun [7 September 2012] tapi belum juga kasus tersebut selesai dengan tuntas, hal itu terlihat setiap tahunnya para aktivis selalu melakukan aksi dan mendesak pemerintah agar segera menuntaskan kasus meninggalnya Munir, selain itu para aktivis juga melakukan serangkaian kegiatan terhadap perjuangan pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini yang aktif memperjuangkan HAM yang biasanya dilakukan pada tanggal 7 September dengan tujuan untuk mengenang kembali pendiri dan koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) serta Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial ini. 

Berikut kronologis pembunuhan terhadap Munir:
munir_w_flag.jpg
*7 Sept 2004    Aktivis HAM dan pendiri KontraS dan Imparsial, Munir (39  thn) meninggal di atas pesawat...
Tahun 2004

*7 Sept 2004    Aktivis HAM dan pendiri KontraS dan Imparsial, Munir (39  thn) meninggal di atas pesawat  Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana.  Sesuai dengan hukum nasionalnya, pemerintah Belanda melakukan otopsi atas jenazah almarhum.

*12 Sept 2004    Jenazah Munir dimakamkan di kota Batu, Malang, Jawa Timur.

*11 Nov 2004
    Pihak keluarga almarhum mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh  Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa beliau meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.

*12 Nov 2004 
  Suciwati, istri Munir mendatangi Mabes Polri untuk meminta hasil otopsi namun gagal. Presiden  SBY  berjanji  akan  menindaklanjuti  kasus  pembunuhan  Munir.  Berlangsung siaran  pers  bersama  sejumlah  LSM  di  kantor  KontraS  mendesak  pemerintah  untuk segera  melakukan  investigasi  dan  menyerahkan  hasil  otopsi  kepada  keluarga  dan membentuk  tim  penyelidikan  independen  yang  melibatkan  kalangan  masyarakat  sipil. Desakan serupa dikeluarkan oleh para tokoh masyarakat di berbagai daerah.

*18 Nov 2004    Markas Besar Polri memberangkatkan    tim penyelidik (termasuk ahli forensik) dan Usman  Hamid  (Koordinator  KontraS)  ke  Belanda.  Pengiriman  tim  tersebut  bertujuan meminta dokumen otentik, berikut mendiskusikan hasil otopsi dengan ahli-ahli forensik di  Belanda.  Tim  ini  gagal mendapatkan  dokumen  otopsi  asli  karena  tidak  memenuhi prosedur administrasi yang diminta pemerintah Belanda.

*20 Nov 2004    Istri Munir, Suciwati mendapat teror di rumahnya di Bekasi.

*22 Nov 2004    Suciwati dan beberapa aktivis NGO bertemu dengan Komisi III DPR RI. Komisi III setuju dengan usulan yang diajukan oleh kerabat Munir untuk mendesak pemerintah segera membentuk tim investigasi independen.

*23 Nov 2004    Rapat paripurna DPR sepakat untuk meminta pemerintah membentuk tim independen kasus Munir dan segera menyerahkan hasil autopsi kepada keluarga almarhum. Selain itu DPR juga membentuk tim pencari fakta sendiri.

*24 Nov 2004    Suciwati   bersama   beberapa aktivis LSM   bertemu dengan Presiden SBY di Istana Negara.  Presiden  berjanji  akan  membentuk  tim  independen  untuk  menyelidiki  kasus Munir.

*26 Nov 2004    Imparsial dan KontraS menyerahkan draft usulan pembentukan tim independen kasus Munir  kepada  Presiden  melalui  Juru  Bicaranya,  Andi  Malarangeng.  Draft  ini  berisi bentuk tim, mekanisme tim, dan daftar nama  calon anggota tim.

*28 Nov 2004    Mabes Polri    melakukan   pemeriksaan   terhadap  8 kru  Garuda   yang   melakukan penerbangan bersama almarhum Munir. Hingga kini sudah 21 orang yang diperiksa.

*2 Des 2004    Ratusan aktivis dan korban pelanggaran HAM berdemo di depan istana untuk meminta Presiden SBY agar segera membentuk tim investigasi independen kasus Munir.

*21 Des 2004    Di  Mabes  Polri   terjadi  pertemuan  antara  Kepolisian,  Kejaksaan  Agung,  Dephuk  dan HAM, serta aktivis HAM untuk membahas tindak lanjut tim independen kasus Munir.

*23 Des 2004    Presiden SBY mengesahkan Tim Pencari Fakta untuk Kasus Munir yang anggotanya melibatkan kalangan masyarakat sipil dan berfungsi membantu Polri dalam menyelidiki kasus terbunuhnya Munir.

2005

*13 Jan 2005    TPF pertama kali bertemu dengan tim penyidik Polri. Dalam pertemuan tersebut, TPF menilai tim penyidik lambat dalam menetapkan tersangka.

*11 Feb 2005    TPF  mendesak  Polri  untuk  melakukan  rekonstruksi.  Pihak  Polri  berkilah  rekonstruksi tergantung kesiapan Garuda.

*24 Feb 2005    Ketua TPF, Brigjen Marsudi Hanafi menilai Garuda tidak kooperatif dalam melakukan  rekonstruksi kematian Munir.

*28 Feb 2005    Ketua  TPF,  Brigjen  Marsudi  Hanafi  menilai  Garuda  menutupi  kematian  Munir.  Selain menghambat   rekonstruksi   kematian   Munir,   pihak   manajemn   Garuda   juga   diduga memalsukan surat penugasan Pollycarpus, seorang pilot Garuda.

*3 Mar 2005    TPF  menemui  Presiden  SBY  untuk  melaporkan  perkembangan  kasus  Munir.  TPF menemukan  adanya  indikasi  konspirasi  dalam  kasus  kematian  pejuang  hak  asasi manusia  (HAM)  Munir.  Ketua  TPF  Kasus  Munir,  Brigjen  (Pol)  Marsudi  Hanafi  TPF menyatakan terdapat indikasi kuat bahwa kematian Munir adalah kejahatan konspiratif dan bukan perorangan, di mana di dalamnya terlibat oknum PT Garuda Indonesia dan pejabat direksi PT Garuda Indonesia baik langsung maupun tidak langsung.

*4 Mar 2005    Kapolri, Da'I Bachtiar  mendukung temuan TPF kasus Munir yang menyatakan direksi PT Garuda terlibat dalam pembunuhan Munir.

*7 Mar 2005    Tim Investigasi DPR berpendapat Pollycarpus banyak berbohong dalam pertemuannya di DPR.

*8 Mar 2005    Sejumlah organisasi HAM Indonesia akan membawa kasus Munir ke Komisi HAM PBB dalam sidangnya yang ke-16 di Jenewa, Swiss 14 Maret-22 April 2005 mengingat Munir sudah menjadi tokoh HAM internasional.

*10 Mar 2005    Pollycarpus tidak memenuhi panggilan I Mabes Polri dengan alasan sakit.

*12 Mar 2005    Brigjen Pol Marsudi Hanafi (KetuaTPF) mengeluarkan pernyataan yang menyayangkan lambannya  kerja  tim  Badan  Reserse  dan  Kriminal  (Bareskrim)  Mabes  Polri  dalam mengusut kasus kematian Munir.

*14 Mar 2005    Penyidik  dari Bareskrim  Polri  memeriksa  Pollycarpus  selama  13  jam  lebih  dengan  lie detector.

*15 Mar  2005  Polri kembali memeriksa Pollycarpus. TPF merekomendasikan 6 calon tersangka, 4 dari lingkungan PT Garuda.

*16 Mar 2005    Kepala  BIN,  Syamsir  Siregar  membantah  adanya  keterlibatan  anggota  BIN  dalam pembunuhan Munir.

*18 Mar 2005    Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.

*23 Mar 2005  Suciwati memberikan kesaksian di hadapan siding Komisi HAM PBB di Jenewa.

*26 Mar 2005  Kepala BIN, Syamsir Siregar membantah bahwa Pollycarpus adalah anggota BIN.

*28 Mar 2005    Presiden SBY memperpanjang masa kerja TPF hingga 23 Juni 2005. Jaksa Agung, Abdurahman Saleh   telah mengirim surat ke pemerintah Belanda yang menjamin  tidak  akan  memvonis  hukuman  mati  bagi  terpidana  kasus  Munir.  Surat  ini dibuat agar pemerintah Belanda bersedia memberika data hasil forensik.

*5 Apr 2005    Polri   menetapkan   dua   kru   Garuda  -Oedi Irianto (kru pantry)  dan  Yeti  Susmiarti (pramugari)-   menjadi   tersangka   kasus   Munir.   Mereka   adalah   kru   kabin   selama penerbangan Garuda Jakarta-Singapura di kelas bisnis, tempat Munir duduk.

*6 Apr 2005    Dalam  siaran  persnya,  Suciwati  menyatakan  mendapat  dukungan  dari  komunitas internasional, termasuk Ketua Komisi HAM PBB, Makarim Wibisono selama kunjungan kampanyenya di Eropa. Setelah gagal dua kali, akhirnya TPF berhasil bertemu dengan   jajaran tinggi BIN. Hasil kesepakatannya adalah TPF-BIN akan bentuk tim khusus. Usman  Hamid  (TPF)  mempertanyakan  polisi  yang  tidak  memeriksa  sebagian  nama yang  telah  direkomendasikan  TPF  dan  mempertanyakan  penetapan  dua  tersangka baru.

*7 Apr 2005   Tiga Deputi BIN diikutsertakan dalam kerja TPF.Ketua  TPF,  Marsudhi  Hanafi  mengusulkan agar  penyidik  menjadikan  Vice-President Security AviationGaruda, Ramelgia Anwar sebagai tersangka.

*8 Apr 2005   Lima  orang  karyawan  Garuda  diperiksa  oleh  penyidik  Direktorat  Kriminal  Umum  dan Transnasional   Polri.   Kelimannya   adalah   Indra   Setiawan   (mantan   Dirut   Garuda), Ramelgia Anwar   (Vice-President   Security   AviationGaruda),   Rohainil   Aini   (Chief Secretary Pilot Airbus 330), Carmel Sembiring (Chief Pilot Airbus 330), dan Hermawan (Staf Jadwal Penerbangan Garuda). Pada  pemeriksaan  tersebut  dibahas  soal  surat  penugasan  Polllycarpus  yang  banyak kejanggalannya.
Pollycarpus Budihari Prayitno menjadi saksi dalam kasus persidangan Munir dengan terdakwa Indra Setiawan, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/1).

*11 Apr 2005  Mantan Sekretaris Utama (Sesma) BIN, Nurhadi    menolak hadir dalam pemeriksaan TPF. Nurhadi meminta pertemuannya di kantor BIN. Ini merupakan penolakkan kedua kalinya.  Nurhadi  diduga  mengangkat  Pollycarpus  sebagai  agen  utama  BIN.   Syamsir membantah  adanya  surat  pengangkatan  Pollycarpus  sebagai  anggota  BIN  (Skep  Ka BIN No.113/2/2002).  Saat  ini  Nurhadi  merupakan  Dubes  RI  untuk  Nigeria.  Namun  ia  mengakui  masih sebagai anggota BIN. Penyidik Polri   memeriksa Brahmani Astawati (pramugari Garuda), Sabur Taufik (pilot Garuda   GA   974,   rute   Jakarta-Singapura),   Eva   Yulianti   Abbas   (pramugari),   dan Triwiryasmadi (awak kabin).

*15 Apr 2005  Penyidik    Mabes  Polri  memeriksa   dua  orang  warga  negara  Belanda  yang  duduk  di sebelah Munir.

*19 Apr 2005  TPF menolak permintaan BIN ajukan pertanyaan secara tertulis kepada anggota BIN.

*21 Apr 2005  Nurhadi menolak pemeriksaan untuk ketiga kalinya.

*27 Apr 2005  Dalam Siaran Persnya  Nurhadi menegaskan tidak akan memenuhi panggilan TPF dengan  alasan  tidak  ada  dasar  hukum.  Nurhadi  juga  membantah  mengenal  dan mengangkat Pollycarpus sebagai anggota BIN.

*28 Apr 2005   Deplu menunda keberangkatan Nurhadi ke Nigeria.

*29 Apr 2005    Kapolri Da'I Bachtiar meminta Nurhadi penuhi panggilan TPF. Polri   memeriksa   Tia   Dewi   Ambari,   pramugari   Garuda   GA   974   rute   Singapura- Amsterdam  yang  melihat  Munir  mengalami  kesakitan  sesaat  sebelum  pesawatnya lepas landas dari Bandara Changi, Singapura.

*30 Apr 2005    Lewat  Sudi  Silalahi  -Sekretaris  Kabinet-  Presiden  SBY  minta  Nurhadi  memberikan keterangan kepada TPF.

*2 Mei 2005  Protokol kerjasama TPF-BIN    ditandatangani. Protokol ini    diharapkan bisa mempermudah  kerja  TPF  dalam  meminta  keterangan  para  anggota  dan  mantan anggota BIN.

*3 Mei 2005   Kuasa hukum Nurhadi, Sudjono menyatakan kliennya akan tidak memenuhi panggilan TPF karena isi protokol tidak sejalan dengan mandat Keppres pembentukan TPF. Sejumlah  anggota  DPR  Komisi  Pertahanan  dan  Luar  Negeri  meminta  Nurhadi  untuk kooperatif.  DPR  mengancam  akan  meninjau  ulang  posisi  Nurhadi  sebagai  Dubes Nigeria. TPF mengancam Nurhadi akan dilaporkan ke Presiden jika tetap menolak panggilan TPF.

*4 Mei 2005 Suciwati, istri Munir    mendapat  ancaman  teror  lewat  surat  yang  dikirim  ke  kantor KontraS.

*6 Mei  2005  Penyidik Polri    mengkonfrontasikan    kesaksian   Brahmanie Hastawati   -awak  kabin Garuda-   dengan   Lie   Fonny   -saksi   penumpang   dari   Belanda-   soal   Pollycarpus. Brahmanie   mengaku   melihat   Pollycarpus   berbincang-bincang   dengan   Lie   Fonny sedangkan Lie Fonny membantah keterangan tersebut.

*9 Mei 2005   TPF  akhirnya  memeriksa  Nurhadi  selama  2  jam  dengan  sekitar  20  pertanyaan.  Dari hasil pemeriksaan, TPF makin yakiin bahwa BIN terlibat pembunuhan Munir.

*11 Mei 2005   TPF melaporkan   kerjanya ke Presiden SBY. Menurut Presiden SBY kerja TPF belum memuaskan.  Untuk  itu  Presiden  SBY  akan  memimpin   langsung  pembicaraan  antara TPF, Polri, dan  IN.   Presiden SBY   kemudian memanggil 3 menteri ke istana untuk merespon  laporan  TPF.  Mereka  adalah  Menko  Polhukam,  Widodo  AS,  Menkumham, Hamid Awaluddin, dan Jaksa Agung Abdulrahman Saleh. Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa Nurhadi Djazuli terkait kasus Munir.

*12 Mei 2005    TPF memeriksa dokumen BIN di kantornya terkait dengan pemeriksaan Nurhadi. TPF juga memeriksa   Kolonel   Sumarmo,   Kepala   Biro   Umum   BIN   di   kantornya.   TPF memandang Sumarmo tidak kooperatif selama pemeriksaan.

*13 Mei 2005    Ketua TPF, Marsudhi Hanafi berencana akan memeriksa Muchdi PR -mantan Deputi V BIN Bidang Penggalangan dan Propaganda- dalam waktu dekat.

*16 Mei 2005    Penahanan  Pollycarpus  diperpanjang  30  hari  lagi.  TPF  memeriksa  satu  lagi  anggota BIN secara tertutup dan  identitasnya dirahasiakan. Muchdi PR datang ke Mabes Polri untuk memberikan keterangan kepada penyidik Polri terkait kasus Munir. Polri tidak merinci hasil pemeriksaannya kepada wartawan.

*17 Mei 2005    Garuda menskors karyawannya terkait pemeriksaan Polri dan TPF. TPF  bertemu kembali dengan  Presiden SBY  -didampingi  Jaksa  Agung  Abdurrahman Saleh,   Kapolri   Da'I   Bachtiar,   dan  Sekretaris   Kabinet   Sudi   Silalahi.   Kali   ini   TPF melaporkan adanya  kontrak  berkali-kali  antara Pollycarpus  dengan  pejabat  BIN,  yaitu Muchdi PR antara September-Oktober 2004. Nurhadi kembali diperiksa oleh TPF.

*19 Mei 2005    KontraS mendapat teror terkait dengan kasus Munir. TPF mulai berencana memanggil mantan Kepala BIN, Hendropriyono.TPF bertemu dengan Tim Munir DPR di Gedung MPR/DPR. Dalam pertemuan itu TPF melaporkan bahwa kerja mereka dihambat oleh BIN.

*20 Mei 2005  Kepala BIN,  Syamsir Siregar  membantah    menghambat   kerja  BIN.  Syamsir  juga meragukan temuan TPF.  Syamsir juga menyatakan kontak telepon antara Pollycarpus dengan Muchdi PR belum tentu soal Munir.

*24 Mei 2005    TPF mempertanyakan artikel yang dibuat Hendropriyono di The Jakarta Post dan The Strait Times yang isinya merupakan klarifikasi Hendropriyono untuk tidak akan menolak panggilan  TPF.  Dalam  artikel  tersebut  Hendropriyono  membantah  keterlibatan  BIN dalam kasus Munir. DPR mendukung pemanggilan Hendropriyono oleh TPF.

*25 Mei 2005   Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komisaris Jendral Pol Suyitno   Landung   menyatakan   akan   memanggil   anggota   aktif   Kopassus,   Kolonel Bambang Irawan  terkait  kasus  Munir.  Menurut  seorang  sumber  Bambang  Irawan pernah latihan menembak bersama dengan Pollycarpus. Kapolri berjanji akan tindak lanjuti temuan TPF.

*29 Mei 2005    Hendropriyono mengadukan dua anggota TPF -Usman Hamid dan Rachland Nashidik- ke Polri dengan tuduhan melakukan pencemaran nama baik.

*30 Mei 2005    TPF mempercepat pemanggilan terhadap Hendropriyono, dari tanggal 10 Juni menjadi 6 Juni 2005.Hendropriyono mengadu ke DPR terkait masalahnya dengan TPF.

*31 Mei 2005    Kapolri Da'I Bachtiar berjanji akan serius menyelesaikan kasus Munir. TPF mempertanyakan   Polri   terhadap   rekomendasi   yang   belum   ditindaklanjuti; digelarnya rekonstruksi,  pemeriksaan   marathon   terhadap   beberapa   eksekutif   TP Garuda,  dan  pemeriksaan  terhadap operator  kamera  pemantau  (CCTV)  Bandara Soekarno-Hatta.

*1 Jun 2005   Beberapa LSM mengecam sikap Hendropriyono yang melecehkan TPF. Hendropriyono dalam sebuah wawancara di Metro TV (31 Mei 2005), menyatakan TPF sebagai "hantu blau" dan "tidak professional". TPF  gagal  periksa  dua  pejabat  BIN  -Nurhadi  dan  Suparto-  setelah  mereka menolakdengan alasan tidak setuju dengan lokasi pertemuan.

*2 Jun 2005    TPF Munir memeriksa dua awak kabin Garuda, Oedi Irianto dan Yeti Susmiarti.

*3 Jun 2005    TPF gagal memeriksa Muchdi PR.

*6 Jun 2005    Hendropriyono  tidak  memenuhi  panggilan  TPF.  Alasannya  pemanggilan  dirinya  tidak didasari oleh protokol TPF-BIN.

*7 Jun 2005    Tim penyidik Mabes Polri memeriksa kembali Indra Setiawan, mantan Dirut PT Garuda. Kepala   BIN,   Syamsir   Siregar   meminta   Hendropriyono   untuk   datang   memenuhi panggilan TPF. TPF menjadwalkan lagi pertemuan dengan Hendropriyono pada tanggal 9 Juni 2005, kali ini sesuai dengan protokol TPF-BIN.

*8 Jun   2005    TPF gagal memeriksa Muchdi PR untuk kedua kalinya.

*9 Jun 2005    TPF gagal memeriksa Hendropriyono untuk kedua kalinya.

*13 Jun 2005    Hendropriyono, lewat    kuasa  hukumnya,  Syamsu  Djalal  menyatakan  tidak  akan memenuhi panggilan TPF.Penyidik  Mabes  Polri  menyerahkan  berkas  perkara  Pollycarpus  ke  Kejaksaan Tinggi DKI. TPF menyatakan bahwa kasus Munir merupakan pembunuhan konspiratif.

*14 Jun 2005    Hendropriyono   mendesak    Polda Metro Jaya    untuk  segera  menuntaskan kasus pencemaran nama baiknya. TPF temukan dokumen 4 skenario pembunuhan Munir.

*15 Jun 2005    BIN mengaku tidak mengetahui adanya dokumen 4 skenario pembunuhan Munir. BIN secara institusional menyurati Hendropriyono untuk memenuhi panggilan TPF. Mabes   Polri   berjanji   akan   menindaklanjuti   temuan   TPF   tentang   4   skenario pembunuhan Munir.

*16 Jun  2005    Hendropriyono melewati batas   waktu  pemanggilan  TPF.  TPF     memutuskan    tidak akan  memanggil  Hendropriyono  lagi.  Hendropriyono  telah  menolak  3  kali  panggilan TPF.

*17 Jun 2005    TPF  bertemu secara tertutup dengan  DPR.  Salah  satu  persoalan   yang disampaikan TPF  adalah  anggarannya  yang  belum  turun.  Tim  Munir  DPR  juga  berjanji  akan memfasilitasi pertemuan antara TPF dengan Hendropriyono.Penyidik Mabes Polri mengaku sudah memeriksa Hendropriyono terkait dengan kasus Munir. Pemeriksaan ini diduga dilakukan secara diam-diam.

*19 Jun 2005    Presiden SBY mengaku kecewa kepada Hendropriyono yang menolak panggilan TPF.

*20 Jun 2005    Hendropriyono bertemu dengan Tim Munir DPR.

*21 Jun 2005    TPF Munir menolak undangan DPR untuk dipertemukan dengan Hendropriyono. Unjuk rasa   dilakukan   di   depan    Istana    Merdeka    untuk   meminta    penuntasan kasus Munir.

*22 Jun 2005    TPF    menyelesaikan  laporan  akhirnya  untuk  diserahkan  kepada  Presiden  SBY.  TPF berjanji   dalam   laporannya   akan   menyebutkan   nama-nama   yang   terlibat   dalam pembunuhan Munir.

*23 Jun 2005    Rekonstruksi kasus kematian Munir dilakukan.

*24 Jun 2005    TPF menyerahkan laporannya kepada Presiden SBY. Beberapa rekomendasi diajukan TPF seperti membentuk tim penyidik baru dan  pembentukan komisi khusus baru Presiden SBY berjanji akan mengawal kasus Munir hingga selesai. Hendropriyono mengadu ke Dewan Pers karena merasa dirinya mengalami trial by the press pada kasus Munir. DPR mendesak Polri dan kejaksaan untuk memeriksa ulang mantan pejabat BIN.

*27 Jun 2005    Brigjen  Pol  Marsudhi  -mantan  ketua  TPF-  ditunjuk  menjadi  ketua  tim  penyidik  Polri yang baru untuk kasus Munir. Laporan  TPF  didistribusikan  ke  pejabat  terkait  oleh  Sekretaris  Kabinet,  Sudi  Silalahi. Mereka adalah Jaksa Agung, Kapolri, Kepala BIN, Panglima TNI, dan Menteri Hukum dan HAM.

*28 Jun 2005 Mabes Polri mengerahkan 30 penyidik untuk tuntaskan kasus Munir pasca TPF. Mereka berasal dari Badan Reserse Kriminal, Interpol Polri, dan Polda Metro Jaya.

*13 Jul 2005 Laporan  TPF  belum  juga  diumumkan  kepada  publik  oleh  Presiden  SBY.  Pollycarpus jadi tahanan Kejaksaan Tinggi DKI.

*18 Jul 2005  Suciwati bertemu Kapolri Jendral (Pol)   Sutanto dan menyatakan kekecewaannya atas lambannya proses penyidikan Polri.

*20 Jul 2005 Menko Politik, Hukum, dan Keamanan, Widodo AS menyatakan seluruh temuan TPF untuk keperluan penyelidikan,  penyelidikan, dan penuntutan.

*21 Jul 2005    Juru Bicara    Kepresidenan, Andi Mallarangeng menyatakan tidak ada keharusan bagi Presiden   untuk   mengumumkan   tindak   lanjut   TPF.   Dia   juga   menyatakan   bahwa penanganan kasus Munir akan dilanjutkan lewat mekanisme biasa.

*26 Jul 2005    Parlemen  Uni  Eropa  mempertanyakan  lambannya  perkembangan  kasus  Munir  dalam kunjungannya ke Komisi I DPR.

*29 Jul 2005    Jaksa Penuntut Umum    (JPU) dari  Kejaksaan  Negeri    Jakarta Pusat    melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri  Jakarta Pusat. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan 5 majelis hakim  untuk menangani kasus Munir dengan tersangka Pollycarpus. Mereka adalah Cicut   Sutiyarso (ketua), Sugito, Liliek Mulyadi, Agus Subroto, dan Ridwan Mansyur. Kapolri Jendral (Pol) Sutanto menyatakan tetap akan melakukan upaya penyidikan.

*1 Ags  2005    Anggota DPR, Lukman Hakim Saifuddin meminta Presiden SBY untuk mengumumkan temuan TPF.

*9 Ags 2005    Pengadilan   untuk   kasus   Munir   dengan   terdakwa   Pollycarpus   mulai   digelar   di Pengadilan   Negeri   Jakarta   Pusat.   Pollycarpus   didakwa   melakukan   pembunuhan berencana  dan  diancam  hukuman  mati.  Motif  Pollycarpus  dalam  membunuh  Munir adalah  demi  menegakkan NKRI  (Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia)  karena  Munir banyak mengkritik pemerintah.

Dakwaan ini dipertanyakan banyak kalangan karena tidak mengikuti temuan TPF yang menyatakan  pembunuhan  Munir  sebagai  kejahatan  konspiratif.  Dengan  dakwaan  ini maka Pollycarpus dianggap sebagai pelaku utama pembunuhan Munir. Mantan anggota TPF, Usman Hamid dan Rachland Nashidik ditetapkan Polri sebagai tersangka pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, dan fitnah melalui tulisan terhadap Hendropriyono.

*11 Ags 2005    Polisi menangkap lagi seorang tersangka kasus pembunuhan Munir. Orang itu adalah Ery Bunyamin, penumpang ke-15 di kelas bisnis.

*12 Ags 2005    Polisi untuk sementara hanya menetapkan Ery Bunyamin sebagai tersangka pemalsu dokumen.

*17 Ags 2005    Sidang Pollycarpus II.    Pembela Pollycarpus,    Moh Assegaf    dalam     eksepsinya menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak lengkap, tidak cermat, dan prematur.

*23 Ags 2005    Sidang Pollycarpus III.    JPU,  Domu P Sihite    (juga mantan anggota TPF)    meminta majelis   hakim   untuk   menolak   eksepsi   (nota   keberatan)   yang   diajukan   terdakwa Pollycarpus.

*30 Ags 2005    Sidang Pollycarpus IV. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi tim penasihat hukum Pollycarpus. Dengan demikian siding terus dilanjutkan.

*6 Sep 2005    Sidang Pollycarpus V.    Suciwati   (istri Munir)    memberikan kesaksian seputar upaya Pollycarpus  untuk  mengontak  Munir  sebelum  keberangkatannya  ke  Belanda.  Saksi kedua  adalah  Indra  Setiawan  (mantan  Dirut  PT  Garuda).  Kesaksian  Indra  seputar penugasan Pollycarpus sebagai extra crew pada penerbangan Jakarta-Singapura. Indra Setiawan  hanya  mengakui  adanya  kesalahan  administrative  dalam  penugasan  kerja Pollycarpus.

*7 Sep 2005    Satu tahun persis Munir dibunuh. Peringatan untuk satu tahun kasus Munir diperingati di berbagai kota di Indonesia; di Jakarta (di depan kantor BIN), Makasar, Semarang, dll. Aksi keprihatinan juga dilakukan di Belanda oleh berbagai kelompok aktivis mahasiswa, NGO, dan anggota parlemen Belanda. DPR  lewat  Slamet  Effendy  Yusuf  menyatakan  kecewa  atas  hasil  kerja  tim  penyidik kasus Munir yang tidak mampu mengungkap keberadaan dalang pelakunya.

*13 Sep 2005    Sidang Pollycarpus  VI. Ramelgia  Anwar    (mantan  Vice    President  Corporate Security   PT   Garuda)   memberikan   kesaksian   bahwa   dia   tidak   pernah   meminta penugasan  Pollycarpus  sebagai  extra  crew  kepada  Indra  Setiawan.  Hakim  kemudian mengkonfrontasikan  perbedaan  keterangan  antara  Ramelgia  Anwar  dengan  Indra Setiawan.

*20 Sep 2005    Sidang  Pollycarpus  VII.  Pemeriksaan  terhadap  Rohainil  Aini  (sekretaris  Chief  Pilot Airbus)   dan   Karmel   Sembiring   (Chief   Pilot   Airbus).   Mereka   menyatakan   bahwa Pollycarpus sendiri yang meminta jadi extra crew pada penerbangan GA 974 Jakarta- Singapura. Perubahan jadwal tersebut tidak diketahui atasan.

*27 Sep 2005    Sidang Pollycarpus VIII.  Pemeriksaan terhadap Eddy Santoso dan Akhirina. Keduanya bagian   administrasi   penjadwalan.   Mereka   menyatakan   bahwa   Pollycarpus   tidak dijadwalkan berangkat ke Singapura.

*4 Okt 2005    Sidang    Pollycarpus  IX.  Pemeriksaan  terhadap  Hermawan  (Crew  Tracking),  Sabur Muhammad Taufiq (Kapten Pilot    GA    974    Jakarta-Singapura),     dan    Alex Maneklarang.(keuangan   Garuda).   Pilot   Sabur   mengaku   tidak   tahu   apapun   soal penugasan  Pollycarpus.  Perpindahan  tempat  duduk  Munir  juga  tanpa  sepengetahuan Sabur.  Munir  mendapat  penghargaan  "Civil  Courage  Prize  2005  "  dari  Yayasan  Northcote Parkinson  Fund.  Penghargaan  tersebut  juga  diberikan  kepada  Min  Ko  Naing  (aktivis oposisi Myanmar), dan Anna Politkovskaya (jurnalis Rusia).

*5 Okt 2005    Suciwati,  istri  Munir  mendapat  penghargaan  dari  Time  Asia  Magazine  sebagai  salah satu Asia's Heroes tahun ini.

*11 Okt 2005    Sidang  Pollycarpus  X.  Pemeriksaan  terhadap  saksi  Brahmanie  Hastawati  (purser  GA 974)  dan    Oedi  Irianto  (pramugara).  Mereka  bersaksi  beberapa  kali  Pollycarpus menghubungi mereka via telepon untuk menyamakan soal persepsi soal penerbangan GA 974.

*18 Okt 2005    Sidang  Pollycarpus  XI.  Pemeriksaan  terhadap  Tri  Wiryasmadi  (pramugara),  Pantun Mathondang   (kapten   pilot   GA   974   Singapura-Amsterdam)   dan   Yeti   Susmiarti (pramugari). Mereka bersaksi bahwa Pollycarpus selama penerbangan jarang di tempat duduk.

*21 Okt 2005    Sidang Pollycarpus XII. Pemeriksaan terhadap Tia Ambari (Pramugari), Majib Nasution (Purser),  dan  Bondan  (Pramugara).  Kesaksian  mereka  menerangkan  bahwa  Munir mulai kesakitan sesaat setelah lepas landas dari Changi, Singapura.

*25 Okt 2005    Sidang Pollycarpus XIII. Pemeriksaan terhadap DR. Tarmizi Hakim (dokter yang duduk  dekat Munir), Asep Rohman (Pramugara), Sri Suharni (Pramugari), dan Dwi Purwati Titi (Pramugari).  Kesaksian  hanya  menerangkan  bahwa  Munir  muntah-muntah  sebelum meninggal. Menurut DR Tarmizi kematian Munir memang tidak wajar.

28 Okt 2005    Sidang  Pollycarpus  XIV.  Kesaksian  dari  Addy  Quresman  (Puslabfor  Mabes  Polri).  Ia mengafirmasi  temuan  Tim  Forensik  Belanda  (NFI)  bahwa  Munir  meninggal  karena racun arsenik.
*9 Nov 2005    68  anggota  Konggres  AS  mengirimkan  surat  kepada  Presiden  SBY  agar  segera mempublikasikan laporan TPF. Para anggota Konggres AS tersebut mempertanyakan keserius pemerintah RI dalam menuntaskan kasus Munir.

*10 Nov 2005    Sidang Pollycarpus XV. Pemeriksaan terhadap ahli racun (Ridla Bakri) dan ahli forensic (Budi  Sampurna). Ridla memprediksi arsen yang masuk ke Munir lewat makanan atau minuman.   Sementara   menurut   Budi  Sampurna  arsen   tidak  mungkin diberikan di Jakarta.

*11 Nov 2005    Sidang  Pollycarpus  XVI.  Pemeriksaan  terhadap  Choirul  Anam,  rekan  Munir.  Saksi menyatakan sebelum ke Belanda, Munir sering dikontak oleh BIN.

*15 Nov 2005    Sidang Pollycarpus XVII. Sidang ditunda karena tidak ada saksi yang hadir. Seharusnya yang hadir adalah Nurhadi Djazuli (mantan sekretaris utama BIN, sekarang Dubes RI
untuk Nigeria) dan Muchdi PR (mantan Deputi V BIN).

*16 Nov 2005    Sidang  Pollycarpus  XVIII.  Pemeriksaa  terhadap  Chairul  Huda,  ahli  hukum  pidana. Menurutnya surat tugas Pollycarpus sebagai extra crew merupakan surat palsu.

*17 Nov 2005   Sidang  Pollycarpus  XIX.  Pemeriksaan  kali  ini  mendengarkan  kesaksian  Muchdi  PR (mantan  Deputi  V  BIN).  Dia  menyangkal  punya  hubungan  dengan  Pollycarpus.  Soal hubungan melalui telepon genggam mereka, Muchdi berkata telepon genggamnya bisa dipinjamkan kepada siapa saja.

Pembacaan  BAP  saksi-saksi  yang  tidak  bisa  hadiR, Nurhadi  Djazuli,  Agustinus Krismato, Hian Tian alias Eni, Lie Khie Ngian, Lie Fon Nie, Meha Bob Hussain. Sebelum sidang terjadi aksi pemukulan oleh sekelompok preman terhadap para aktivis Kontras yang menggelar mimbar bebas.

*18 Nov 2005    Sidang  Pollycarpus XX.    Pemeriksaan    terhadap  kesaksian  terdakwa  Pollycarpus. Pollycarpus  mengatakan  tidak  pernah  mengontak  Munir  sebelum  penerbangan  dan sebenarnya hanya basa basi memberikan kursi di kelas bisnis.

*28 Nov 2005   Sidang Pollycarpus XXI. Sidang ditunda karena tim JPU tidak hadir. Seharusnya sidang membacakan tuntutan terhadap Pollycarpus.

*1 Des 2005    Sidang   Pollycarpus   XXII.   JPU   menuntut   hukuman   penjara   seumur   hidup   untuk Pollycarpus.

*12 Des 2005    Sidang Pollycarpus XXIII.   Pollycarpus membacakan pledoinya dan menyatakan tidak bersalah. Kepala Bidang Penerangan Umum Polri, Kombes Bambang Kuncoko menyatakan polisihanya menunggu hasil persidangan Pollycarpus. Jika tidak ditemukan bukti baru, maka penyidikan tidak akan dilanjutkan.

Editor: Safrizal
Referensi:
  1. http://www.waspada.co.id 
  2. http://nasional.kompas.com

Papua Akan Terus Ada Konflik ?

Thaha: Selama Ada Ketidakadilan dan Lemahnya Penegakan Hukum.
Masih terus terjadinya konflik dan kekerasan di Papua, mengundang komentar dari Sekjen Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Alhamid. Ia mengatakan, sangat sulit untuk meredam konflik di Papua selama ketidakadilan itu masih ada dimana-mana, serta penegakan hukum tidak dijalankan dengan baik.

Sebagaimana dikabarkan media online papuapost.com bahwa semua pihak yang ada harus membuka komunikasi sosial politik, agar tak semua kasus harus berujung pada aksi kekerasan sebagaimana peristiwa aksi penembakan konvoi kendaraan pengangkut logistik dan melukai seorang sopir truk bernama Tilu alias Kasera (26) di Jembatan Besi, Distrik Tingginambut, Puncak Jaya, Rabu (29/8

“Untuk Papua saya lihat seperti itu, penegakan hukum penting dan ketikadilan sosial harus segera diatasi. Selama ada ketidakadilan sosial konflik terus terjadi. Apalagi penegakan hukum lemah,” ujar Thaha Alhamid ketika dihubungi via ponsel, Minggu (2/9).

Dia mengatakan, aparat penegak hukum d Papua hanya sibuk kalau ada aksi unjukrasa tentang referendum atau pengibaran bendera Bintang Kejora, tapi jika ada kasus dugaan korupsi uang rakyat mereka cenderung lambat penanganan. “Itu yang saya sebut penegakan hukum di Papua cenderung diskriminatif,”katanya.

Ditambahkan, “Kita harus jujur halaman rumah Polisi masih kotor. Didalam masih ada intrik-intrik, like and dislike. Artinya bagaimana mereka bisa efektif mengawasi kepentingan Kamtibmas,” ujar dia.
Editor: Safrizal
Sumber: papuapost.com

"Peudeung On Teubee" di Aceh Berasal dari Turki

Bentuk gagang pedang daun tebu yang terbuat dari perak dengan motif anyaman, sedangkan penjepit dan penahan serta tampok pedang dilapisi emas.
Oleh: H Harun Keuchik Leumiek. 
RENCONG adalah salah satu jenis senjata tajam yang sangat dikenal di Aceh. Ketika orang menyebut rencong, sudah pasti asumsinya adalah Aceh. Begitu identiknya Aceh dengan rencong, sehingga orang sering menyebut Aceh dengan nama "Tanah Rencong".
Meskipun rencong sudah menjadi simbol kedaerahan Aceh, namun jenis senjata tajam di Aceh sebenarnya masih banyak. Malahan ada jenis senjata tajam yang hampir mirip rencong. Namanya siwah yang bentuknya lebih istimewa dari rencong. Keistimewaan siwah ini tidak hanya dalam bentuk wujudnya—seperti gagangnya yang terkadang terbuat dari emas dan suasa dengan motif-motif nan indah—tapi juga adalah simbol senjata tajam kebesaran orang Aceh. Sehingga, siwah ini kebanyakan dipakai oleh bangsawan di Aceh.

Selain rencong dan siwah, di Aceh juga banyak jenis senjata tajam dalam bentuk pedang, termasuk jenisnya. Mungkin ada sekitar 10 jenis pedang yang sangat terkenal di Aceh. Namun, di sini hanya akan diuraikan beberapa jenis pedang yang terkenal di Aceh, baik bentuk, kegunaan dan cara memakainya. Pedang-pedang itu sendiri kini sudah langka.

Salah satu jenis pedang sangat terkenal di Aceh adalah Peudeung On Teubee (pedang daun tebu). Dinamakan demikian karena bentuk mata pedang ini mirip daun tebu, yaitu tipis dan panjang. Pedang ini sangat ampuh dipergunakan saat perang melawan kompeni pada abad-abad lalu di Aceh. Mata pedang ini panjangnya rata-rata mencapai satu meter. Matanya sangat tajam dan ujungnya runcing.

Yang menarik dari bentuk pedang ini adalah gagangnya. Pada gagang pedang ini ada pelindung tangan yang terbungkus besi baja. Di kedua sisi pangkal matanya terdapat besi penjepit yang panjangnya sekitar 10 cm, bersenyawa dengan pangkal gagang. Penjepit yang ada pada pangkal gagang berguna untuk mematahkan pedang musuh jika pedang musuh masuk ke Penjepit ini, atau juga untuk menahan pergerakan pedang lawan.

Pedang daun tebu ini juga dihiasi dengan tampok (gagang) di ujung gagangnya seperti tampok kupiah meuketop (mahkota). Gagang ini berbentuk bintang tiga lapis, tapi lebih kecil dari tampok kupiah karena harus disesuaikan dengan gagang pedang. Biasanya gagang ini terbuat dari emas atau perak yang diukir dan dihiasi permata. Begitu pula pada penahan (pelindung) tangan, juga dilapisi emas atau perak yang diukir dengan motif-motif khas Aceh yang indah. Di ujung gagang, terdapat besi bulat yang dibungkus emas dalam bentuk runcing. Gunanya, bila tiba-tiba ada musuh dari belakang bisa dtusuk tanpa harus memutar badan.

Dua sebutan

Pedang ini memiliki dua sebutan, yaitu Peudeung On Teubee dan Peudeung On Jok (pedang daun enau). Bentuk kedua pedang tersebut sama dan hampir tidak ada beda. Perbedaannya hanya pada mata pedangnya. Kalau pedang daun tebu matanya agak tipis dan fleksibel, sedangkan mata pedang daun enau sedikit tebal dan kaku. Lainnya sama saja.

Biasanya pada kedua pedang tersebut terdapat alur yang memanjang dari pangkal mata sampai ke ujung mata, yang disebut kurok. Kebanyakan pedang daun tebu maupun pedang daun enau memiliki satu kurok, tetapi ada juga yang dua atau tiga. Kalau yang tiga alur sangat langka. Sebab saat membuat alur apalagi sampai tiga amat sukar dan sulit, serta memerlukan waktu cukup lama.

Mengenai kurok pedang ini, ada ungkapan orang Aceh yang berbunyi:

Di Kampong Rawa na rusa jampok

Peudeung lhee kurok di ateh bara

Meunyo mantong peudeung lhee kurok

Nanggroe han ku jok keu gata Belanda

Artinya:

Di Kampong Rawa ada rusa jampok (burung hantu)

Pedang tiga kurok di atas bara (bara tempat menyimpan benda-benda berharga di rumah Aceh)

Kalau masih ada pedang tiga kurok

Negeri tidak akan kuserahkan kepada Belanda


Kemudian ada tambahan:


Meunyo ka patah peudeung lhee kurok

Nyan baro lon jok nanggroe keu gata

Artinya:

Jika sudah patah pedang tiga kurok

Baru kuberikan negeri kepada Anda (Belanda)

Dari Turki

Ada lagi keunikan pedang daun tebu ini. Menurut cerita, pada zaman perang dulu, pedang ini ada yang bisa dililitkan di pinggang. Benar tidaknya cerita itu kita tidak tahu. Tapi yang pasti, pedang ini sangat ampuh.

Dari bentuknya, pedang daun tebu yang terdapat di Aceh hampir sama dengan bentuk pedang yang terdapat di beberapa negara Timur Tengah.

Konon, pedang daun tebu yang ada di Aceh adalah hasil para perajin dari Turki yang dibawa ke Aceh pada Abad XVI. Saat itu kerajaan Aceh meminta bantuan Kerajaan Turki untuk melatih perajin-perajin Aceh dalam bidang keterampilan pembuatan senjata, baik senjata tajam perang seperti pedang maupun senjata artileri seperti meriam dan alat-alat perang lainnya, serta melatih angkatan perang Aceh kala itu.

Dalam sejarah memang kita temukan bukti adanya hubungan akrab Kerajaan Aceh dengan Kesultanan Turki yang sudah terjalin sejak awal Abad XV. Malah, Kerajaan Aceh pernah mengirimkan hadiah kepada Sultan Turki berupa hasil bumi Aceh sebanyak enam kapal terdiri terdiri dua kapal lada, dua kapal padi, dan dua kapal pinang.

Yang membawa hadiah itu ke Turki adalah Panglima Nyak Dum. Namun akibat lamanya pelayaran kala itu, hadiah tersebut habis dijual di jalan. Sampai ke Turki, dari rencana dua kapal lada yang akan dihadiahkan kepada Sultan Turki, hanya tersisa secupak. Setelah mendengar penjelasan dari Panglima Nyak Dum, Sultan Turki dengan senang hati menerimanya.

Setelah lebih kurang tiga bulan utusan kerajaan Aceh menjadi tamu di Kesultanan Turki, mereka pulang dengan membawa hadiah balasan dari Sultan Turki. Di antara hadiah itu selain alat-alat perang seperti meriam, yang kemudian setelah sampai di Aceh dinamai "Meriam Lada Sicupak", Sultan Turki juga mengirimkan 40 tenaga ahli teknologi Turki untuk membantu Aceh membuat berbagai keperluan perkakas perang di Aceh, dan melatih tentara-tentara Aceh dalam menghadapi berbagai serangan asing. Semua tenaga ahli (perajin) dari Turki itu sesampai di Aceh ditempatkan di suatu desa yang kemudian desa itu bernama Empe Room yang kini berlokasi di Desa Bitai, Banda Aceh.

Dengan demikian pedang daun tebu dan pedang daun enau yang terdapat di Aceh, dilihat dari bentuknya yang tak jauh beda dengan bentuk pedang-pedang yang terdapat di negara-negara Islam Timur Tengah, dapat diyakini bahwa kedua jenis pedang ini adalah hasil dari perajin Turki yang diajarkan kepada perajin Aceh.

Pada gagang pedang daun tebu, tepatnya pada pegangannya, terdapat bentuk anyaman yang terbuat dari perak yang indah. Anyaman ini dirangkai dengan kawat halus yang pipih dan dilekatkan bersatu pada gagang hingga anyaman kelihatan sangat indah dan mengandung seni yang tinggi.

Tapi pedang ini sudah sangat langka dijumpai. Boleh dikatakan, produksi pedang beranyaman gagang perak seperti itu sudah terhenti sejak 100 tahun lalu. Ini karena untuk membuat anyaman perak ini dibutuhkan keahlian tersendiri yang tak dapat dikerjakan oleh sembarangan perajin. Tidak semua tukang bisa mengerjakannya.

Sekarang, dalam koleksi penulis terdapat puluhan pedang daun tebu. Dari jumlah itu, hanya dua bilah yang memiliki anyaman perak pada gagangnya. Begitu juga, penulis hanya memiliki dua bilah pedang tiga kurok. Sedangkan pedang tiga kurok yang memiliki anyaman dan tampok pada gagangnya sudah sangat langka. Karena, rata-rata pedang ini telah berusia lebih dari 200 tahun. Sarung pedang ini kebanyakan terbuat dari kayu. Kalaupun kita masih bisa mendapatkan satu-dua bilah di masyarakat, namun tanpa sarung.

Pada 1960-an hingga 1970-an, ada dua utoh (perajin) pedang yang terkenal dari Desa Rantau Panyang Aceh Barat, yaitu H Mansur RP dan saudaranya, Pakeh. Keduanya kemudian menetap di Meulaboh. Mereka berdua adalah ahli membuat sarung peudeung on eubee, tampok pedang dan ahli membuat rencong dan siwah dari emas dan perak dengan ukiran sangat halus dan indah.

Sampai berusia 70-an, mereka masih tekun sebagai perajin pedang, rencong dan siwah yang sangat terkenal di Aceh. Tapi setelah keduanya meninggal, hampir tidak ditemukan lagi perajin pedang, rencong serta siwah yang memiliki nilai seni seperti zaman dulu. [www.analisadaily.com]