Presiden Iran-PM Irak Perkuat Dominasi Timur Tengah
Posted by HIMIPOL UNIMAL on Senin, 23 April 2012
Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan PM Irak Nouri Al-Maliki |
TEHERAN - Presiden Iran dan PM Irak di Teheran Ahad (22/4) menekankan perlunya meningkatkan hubungan saling menguntungkan dan memecahkan masalah-masalah regional.
Presiden Mahmoud Ahmadinejad mengatakan kepada PM Irak Nuri al-Maliki bahwa ikatan yang kuat antara Teheran dan Baghdad akan melenyapkan alasan bagi musuh termasuk Amerika Serikat dan Rezim Zionis Israel.
Ahmadinejad menyebut hubungan Teheran-Baghdad sebagai hubungan 'khusus dan luar biasa' di kawasan dan dunia. Ia juga mengatakan tidak ada kendala dalam perluasan hubungan politik, ekonomi dan budaya antara Teheran dan Baghdad.
Presiden kemudian mengatakan bahwa dengan rahmat Allah, bangsa Iran dan Irak akan membuat kemajuan bersama, dengan satu sama lain tetap menjaga kewaspadaan mereka untuk membela kemerdekaan mereka.
Ia menekankan bahwa kekuatan arogan dan musuh-musuh bangsa Iran dan Irak khawatir dan tidak senang dengan kekuatan dan kemerdekaan kedua negara. Ahmadinejad mengatakan ada kekuatan dominan yang bersekongkol untuk memperlemah kekuatan Iran-Irak sehingga musuh dapat memperkuat dominasi mereka di kawasan.
Hari ini, ia menambahkan, semua faktor sejarah, budaya dan politik dalam perang Iran-Irak membutuhkan hubungan kedua pihak untuk bergerak menuju kemajuan dan kemakmuran kedua bangsa, tambahnya.
Al-Maliki pada bagiannya mengatakan Iran dan Irak dapat mengambil langkah besar menuju keberhasilan bangsa mereka.
Editor: Safrizal
Sumber: republika.co.id
Korban Konflik Tagih Janji Gubernur
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Foto atjehpost.com |
BANDA ACEH — Ratusan korban konflik asal Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah berunjukrasa di kantor Gubernur Aceh untuk menagih janji Penjabat Gubernur Tarmizi A. Karim, Senin (23/4). Mereka menuntut agar Pemerintah Aceh memberikan kompensasi atas rumah yang dirusak dan dibakar semasa konflik.
Unjukrasa dimulai sekira pukul 10.30 WIB. Ratusan warga tumpah ke halaman depan kantor Sekretariat Aceh yang terletak di Jalan Teuku Nyak Arief Banda Aceh. Seratusan lebih aparat keamanan dikerahkan untuk mengamankan jalannya aksi. Di samping kiri kantor, dekat tempat parkir sepeda motor, sebuah mobil water cannon disiagakan. Di samping kanan, dekat pintu keluar, beberapa mobil pengangkut pasukan parkir.
Aksi berlangsung damai. Sejumlah ibu-ibu ikut membawa serta anak kecil. Bahkan, seorang ibu muda terlihat menggendong bayinya yang masih berusia 2,5 bulan.
Koordinator Aksi Maulana Ridha menyebutkan, kedatangan mereka ke Banda Aceh untuk menagih janji yang pernah disampaikan Penjabat Gubernur Tarmizi A. Karim beberapa waktu lalu. Dalam sebuah aksi di Pendopo Gubernur, korban konflik asal Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah ini pernah dijanjikan akan segera memperoleh kompensasi atas rumah mereka yang dirusak atau dibakar semasa konflik.
“Hingga sekarang belum ada realisasinya. Makanya, kami datang lagi ke Banda Aceh untuk menagih janji Pj Gubernur,” kata Maulana kepada wartawan di sela-sela aksi, Senin (23/4).
Maulana menyebutkan, lebih seribu korban konflik di kedua kabupaten di dataran tinggi Gayo itu belum memperoleh bantuan dari pemerintah. “Data mereka yang berhak memperoleh rumah sudah ada, tapi rumah belum mereka peroleh,” kata Maulana.
Selama ini, kata Maulana, sejumlah rumah untuk korban konflik sudah dibangun pemerintah. Namun, bantuan itu tidak tepat sasaran. “Malah ada yang bukan korban konflik memperoleh rumah bantuan,” kata dia.
Ia meminta Pemerintah Aceh segera menuntaskan rumah ini. “Kita khawatir terjadi konflik sosial di tengah masyarakat,” ujarnya. Sayang, Penjabat Gubernur Tarmizi A. Karim yang hendak mereka temui tak berada di kantor. Ia tengah berada di Jakarta.
Sementara itu, Kasidah, warga Desa Pondok Baru, Kecamatan Permata, Bener Meriah, mengaku ikut aksi ini untuk menuntut bantuan rumah dari pemerintah. Semasa pemerintah memberlakukan darurat militer di Aceh, sekelompok orang meminta Kasidah membongkar rumahnya yang terletak di perkebunan kopi miliknya.
“Saya tidak tahu apa alasan orang itu menyuruh saya membongkar rumah,” kata Kasidah kepada acehkita.com.
Kasidah dan keluarganya memang tinggal terasing dari kelompok warga lain. Ia membangun rumah di kebun kopi yang jauh dari perkampungan penduduk. “Tapi memang di situlah tempat kami mencari nafkah. Makanya saya dan suami membangun rumah di situ,” kata Kasidah.
Dengan terpaksa, Kasidah membongkar rumahnya di areal perkebunan kopi seluas dua hektar. Ia lantas membangun sebuah rumah baru di perkampungan, berbaur dengan warga lain. “Saya tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah,” ujarnya.
Editor: Safrizal
Sumber: acehkita.com
Mahasiswa dan Orang Tua Segel Mess Dosen AMIK
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
SIGLI - Setelah mahasiswa Akademi Manejemen Informatika dan Komunikasi (AMIK) Jabal Ghafur Sigli, Pidie, membakar mobiler di halaman kampus di Keunirei, Kecamatan Pidie, Kamis (19/4) lalu, Minggu (22/4) kemarin, sekitar pukul 13.00 WIB, mahasiswa bersama orang tua wali justru melakukan aksi lagi dengan menyegel mess yang selama ini di tempati dosen.
Rumah permanen yang dinamakan mess itu terletak di Gampong Meunasah Pekan, Kecamatan Pidie. Bahkan, satu unit bus mini merupakan operasional kampus, ikut disegel. Beberapa dosen yang sempat berada di dalam, terpaksa meninggalkan mess tersebut. M Saleh Salam, seorang orang wali mahasiswa AMIK kepada wartawan, kemarin mengatakan, mereka melalakukan penyegelan mess dosen dan satu unit bus bersama mahasiswa.
Rumah permanen yang dinamakan mess itu terletak di Gampong Meunasah Pekan, Kecamatan Pidie. Bahkan, satu unit bus mini merupakan operasional kampus, ikut disegel. Beberapa dosen yang sempat berada di dalam, terpaksa meninggalkan mess tersebut. M Saleh Salam, seorang orang wali mahasiswa AMIK kepada wartawan, kemarin mengatakan, mereka melalakukan penyegelan mess dosen dan satu unit bus bersama mahasiswa.
Adalah bentuk kekecewaan terhadap pihak yayasan dan pengelola AMIK Jabal Ghafur, yang terkesan buang badan dan tidak adanya itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan AMIK. “Kami sebagai orang tua wali banting tulang di sawah membiaya kuliah anak kami untuk bisa menimba ilmu di kampus ini. Nyatanya anak kami ditipu oleh pihak yayasan dengan tidak memberikan ijazah dan akreditasi kampus tidak diurus,” kata M Saleh Salam asal Gampong Redeup, Kecamatan Pante Raja, Pidie Jaya itu.
Hal senada dilontarkan Abdurrahman, wali mahasiswa lainnya yang beralamat di Kecamatan Kembang Tanjung, Pidie, bahwa ia merasa sangat terpukul saat mendengar nama anaknya tidak terdaftar di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT).
Padahal, kata dia, ia telah mengeluarkan banyak biaya, termasuk mengadaikan sawah. Ketua alumnus AMIK Jabal Ghafur Sigli, Supriadi, kepada Serambi Minggu (22/4) menjelaskan, kampus AMIK beserta fasilitas yayasan kampus akan dibuka segel kembali, jika adanya kejelasan dari yayasan mengenai perubahan AMIK serta menyahuti tuntutan mahasiswa. Jika tidak disikapi, kata Supriadi, maka mahasiswa bersama orang tua wali akan membuat aksi yang lebih besar lagi. “Saya dan mahasiswa lainnya telah terzalimi. Kuliah telah selesai ijazah tidak diterima,” katanya.
Hal senada dilontarkan Abdurrahman, wali mahasiswa lainnya yang beralamat di Kecamatan Kembang Tanjung, Pidie, bahwa ia merasa sangat terpukul saat mendengar nama anaknya tidak terdaftar di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT).
Padahal, kata dia, ia telah mengeluarkan banyak biaya, termasuk mengadaikan sawah. Ketua alumnus AMIK Jabal Ghafur Sigli, Supriadi, kepada Serambi Minggu (22/4) menjelaskan, kampus AMIK beserta fasilitas yayasan kampus akan dibuka segel kembali, jika adanya kejelasan dari yayasan mengenai perubahan AMIK serta menyahuti tuntutan mahasiswa. Jika tidak disikapi, kata Supriadi, maka mahasiswa bersama orang tua wali akan membuat aksi yang lebih besar lagi. “Saya dan mahasiswa lainnya telah terzalimi. Kuliah telah selesai ijazah tidak diterima,” katanya.
Editor: Safrizal
Sumber: http://aceh.tribunnews.com
Hati-Hati 10 PTS di Aceh Ilegal
Posted by HIMIPOL UNIMAL on
Koordinator Kopertis Wilayah I Aceh-Sumatera Utara, Prof Ir H Mohammed Nawawiy Loebis M.Phil, Ph.D mengingatkan calon mahasiswa untuk berhati-hati memilih perguruan tinggi swasta (PTS) di Aceh karena sedikitnya ada sekitar 10 PTS yang beroperasi ilegal.
“Tak ada PTS di Aceh yang ilegal, yang ada hanya yang berbuat ilegal yang cukup banyak, sedikitnya sekitar 10 PTS di Aceh yang beroperasi ilegal,” kata Nawawiy Loebis, dalam keterangan khususnya kepada Serambi di Medan, dua hari lalu.
“Tak ada PTS di Aceh yang ilegal, yang ada hanya yang berbuat ilegal yang cukup banyak, sedikitnya sekitar 10 PTS di Aceh yang beroperasi ilegal,” kata Nawawiy Loebis, dalam keterangan khususnya kepada Serambi di Medan, dua hari lalu.
Loebis enggan merinci nama-nama PTS yang beroperasi ilegal itu, karena menurutnya masih terus dilakukan ‘pembinaan’ hingga penerimaan calom mahasiswa baru,
“Kopertis tetap berharap agar calon mahasiswa yang ingin melanjutkan kuliah di PTS yang ada di Aceh, selalu berkoordinasi dengan kopertis. Bila perlu calon mahasiswa menghubungi kami, mana PTS yang baik sebagai tempat kuliah agar tak menyesal di kemudian hari,” tegasnya.
Menurut Loebis, semua PTS di Aceh yang beroperasi ilegal sudah diminta tutup, terutama yayasan-yayasan yang ada di Pulau Jawa yang masuk ke Aceh yang mencoba membuka program studi (prodi). “Kami sudah menyurati kopertis yang ada di Pulau Jawa agar menindak PTS yang berani membuka prodi ‘liar’ di Aceh, dan mudah-mudahan ditanggapi,” kata Loebis yang juga guru besar Fakulltas Teknik USU Medan.
96 PTS 177 Prodi
Nawawiy Loebis menambahkan, di Aceh ada 96 PTS yang membuka 177 prodi (program studi). Rinciannya, 10 universiatas, 41 sekolah tinggi, 42 akademi, dan tiga politeknik.
Prodi di setiap PTS, menurut Kopertis Wilayah I, yang terakreditasi diberi tanda huruf B dan C, dan yang belum terakreditasi diberi tanda bintang warna merah.
Prodi jenjang pendidikan S-1 sebanyak 139, D-3 36 prodi, D-4 dan profesi masing-masing hanya satu prodi. Dari jumlah prodi tersebut, untuk jenjang pendidikan S-1 yang tertulis dalam buku itu, akreditasi B baru 15 prodi, akreditasi c 86 sedangkan yang dalam proses akreditasi 37 prodi.
Sedangkan untuk jenjang D-3 yang terakreditasi B belum ada samasekali, sedangkan akreditasi C baru tiga prodi, yang masih dalam proses akreditasi tujuh. Berikutnya jenjang D-4 dan profesi, akreditasi B dan C belum ada dan yang masih proses akreditasi satu prodi.
Wewenang BAN
Menurut Koordiantor Kopertis Wilayah I Aceh-Sumatera Utara, pihaknya tak lagi memiliki wewenang mengatasi semua masalah yang timbul di tubuh PTS, terutama masalah akreditasi.
Khusus akreditasi sebuah PTS, Kopertis sifatnya hanya bisa mendampingi lembaga independen yang memiliki wewenang mengeluarkan akreditasi, yaitu Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT). Setelah, BAN-PT mengeluarkan akreditasi, kopertis hanya sekali setahun turun memonitor kinerja PTS tersebut. “Itu pun, jika sudah keluar dana, baru bisa turun. Biasanya sekitar bulan Juni, dan dimonitor hingga akhir tahun,” ungkapnya.
Editor: Safrizal
Sumber: http://aceh.tribunnews.com