Event Pemerintah Aceh 2014

[Lanjutkan] Studi Banding DPR RI Tak Berhenti Sampai di Cina dan Brasil Saja, Tapi?

Studi banding anggota Dewan Perwakilan Rakyat tak berhenti sampai di Cina dan Brasil. Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Khatibul Umam Wiranu mengatakan para anggota Dewan juga akan mengunjungi Jerman dan Jepang. 
 
Menurut dia, 16 anggota DPR akan pelesir ke Jerman selama enam hari mulai 23 September mendatang. Panitia Khusus belum membahas waktu kunjungan ke Jepang. »Mungkin setelah reses dibahas lagi,” kata politikus Partai Demokrat ini kepada Tempo, Sabtu 25 Agustus 2012.

Umam mengatakan Jerman menjadi rujukan karena memiliki sistem pemerintahan yang baik. Di sana, para anggota Dewan akan mempelajari sistem pemerintahan daerah, hubungan pemerintah pusat-daerah, serta pengelolaan keuangan di daerah. Mereka juga akan mengunjungi sejumlah daerah percontohan.

Dinihari tadi, 13 anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Desa direncanakan bertolak ke Brasil selama tujuh hari. Kunjungan ini melanjutkan studi banding ke Cina yang digelar 6-12 Juli lalu. Kunjungan yang dipimpin Wakil Ketua Panitia Khusus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Budiman Sudjatmiko ini diperkirakan memakan biaya Rp 1,629 miliar.

Anggota Panitia Khusus, Abdul Gafar Patappe, termasuk dalam rombongan ke Brasil. Tapi ia juga akan masuk rombongan wakil rakyat yang ke Jerman. "Saya ikut studi banding ke Jerman September nanti," ujarnya. Rancangan Undang-Undang Desa dan revisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah dibahas paralel di DPR. Meski ada dua Panitia Khusus, anggotanya sama saja.

Sejumlah pihak mengkritik kunjungan bertubi-tubi ala DPR ini. Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Arif Nur Alam menilai rencana kunjungan ke Brasil, Jerman, dan Jepang memperburuk citra DPR. Kalaupun membutuhkan informasi, anggota DPR bisa menugaskan staf ahli melakukan riset. "Tak ada urgensinya pergi ke sana. Ini hanya akal-akalan DPR menghabiskan anggaran," kata Arif.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi August Mellaz juga mempertanyakan negara yang dipilih anggota DPR. August menilai Jerman tak cocok dijadikan tempat studi banding soal pemerintahan daerah. "Kita tidak tahu apa pertimbangan mereka. Jerman kan dasarnya menganut federalisme," katanya.

Tapi Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Totok Daryanto mengklaim kunjungan ini bakal bermanfaat untuk pembahasan undang-undang. Ia membantah studi banding keluar negeri menghamburkan duit negara. Pelesiran ke Jerman, misalnya, tak sepenuhnya dibiayai negara. "Pemerintah Jerman menanggung biaya akomodasi kami di sana," katanya.[yahoo.com]

Korban gempa Sigi perlu selimut

Warga mencari barang yang bisa diselamatkan di sekitar reruntuhan rumah ibadah yang rubuh akibat gempa di desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kab. Sigi, Sulteng, Selasa (21/8). Data yang dikeluarkan BNPBD setempat menyebutkan, gempat yang terjadi Sabtu (18/8) pukul 17.41 Wita tersebut mengakibatkan 5 warga tewas, 48 luka-luka, 479 rumah rusak berat, dan 464 rumah rusak ringan. (ANTARA/Basri Marzuki)
Korban gempa bumi di Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, membutuhkan bantuan termasuk selimut karena di wilayah itu terus diguyur hujan,sebagaimana di kabarkan antara.com bahwa "Mereka masih butuh bantuan, terutama selimut," kata Camat Lindu Karno Buamusu di Tomado sekitar 70-an kilometer dari Kota Palu, Minggu.

Ia mengatakan berbagai bantuan dari pemerintah, swasta dan organisasi politik, ormas dan agama terus mengalir.

Menurut dia, kepedulian terhadap korban gempa cukup tinggi.

Itu bisa dilihat langsung dari bantuan yang terus berdatangan untuk memenuhu kebutuhan para korban di wilayahnya.

"Tapi yang paling dibutuhkan saat ini selimut," katanya.

Hujan deras hingga kini mengguyur Kecamatan Lindu menyebabkan warga yang tinggal di posko penampungan pengungsi maupun tenda-tenda di halaman rumah warga tampak kedinginan pada malam hari.

Karena itu, Karno mengimbau para donatur yang akan menyalurkan bantuannya hendaknya juga berupa selimut.
 
Editor: Safrizal
Sumber: antara.com

Aceh: Kapan “Merdeka” dari Teror?

Oleh Dr. Husaini Alif Hasan Ibn Haytar

Besok, segenap masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke akan merayakan Hari Kemerdekaan RI k-67. Sebuah perjalanan panjang dengan berbagai rasa, mulai dari pahit dan getir hingga suka cita. Perjalanan yang membawa kebangkitan dan prestasi, namun juga menyisakan keterpurukan. Perjalanan yang patut menjadi bahan introspeksi dan evaluasi demi perbaikan bangsa di masa yang akan datang. Senang tidak senang, bangsa ini sangat rentan terhadap berbagai ancaman dan bahaya, mulai dari akselerasi perkembangan global yang semakin mengikis nilai-nilai kultur budaya setempat, bahaya disitegrasi hingga ancaman teror global, maupun lokal. Di Aceh, pasca berakhirnya konflik puluhan tahun, ternyata masyarakat Aceh belum betul-betul merasakan nikmatnya perdamaian dan kemerdekaan sejati selayaknya masyarakat Indonesia di tempat lain, akibat ancaman bahaya teror yang masih terus mengintai.

Sementara itu, pemahaman teror bagi aparat penegak hukum dan keamanan pun masih diartikan secara sempit, dimana masih “terbawa” oleh arus trend global yang dipengaruhi oleh hegemoni AS dan sekutunya. War on Terror masih menjadi bagian dari policy pemerintahan kita dalam melihat berbagai kasus terorisme di negeri ini. Di lain pihak masyarakat Indonesia yag berdiam di bumi Serambi Mekah tak henti-hentinya merasakan ketakutan dan kecemasan akibat terror yang terus mengintai.

Hal ini dapat dilihat dengan adanya deretan kasus penembakan dan aksi terorisme di Aceh yang mengorbankan belasan korban jiwa dan puluhan lainnya luka-luka sepanjang tahun 2011-2012. Kala itu, situasi politik Aceh tengah memanas dengan adanya perbedaan pendapat antara keputusan MK dengan Partai Aceh mengenai calon independen yang berakhir pada penolakan PA untuk mengikuti pilkada. Kebijakan Pemerintah pusat sendiri cenderung “memaksakan” untuk melakukan pemilukada tanpa keterlibatan kandidat dari Partai Aceh mulai lembek hingga terbawa arus suasana hingga menilai keadaan politik Aceh yang inkondusif. Sikap Pemerintah pusat berubah, setelah menimbang keadaan yang “tercipta” dari proses aksi-aksi terror tersebut.

Situasi dan keadaan yang tercipta akibat teror tersebut saja menyandera kebijakan penyelenggara negara, namun juga telah merebut hak dan kemerdekaan individu yang paling hakiki yaitu kebebasan. Sebab, teror yang disebar bertujuan untuk mengendalikan dan mengarahkan pilihan masyarakat yang pada akhirnya terjebak dalam lingkaran setan yang tidak pernah punya pilihan apapun selain “yang diarahkan”. Polisi dan aparat keamanan memang telah menangkap sebagian  pelaku dan pelaksana teror di Aceh seperti Dugok dan Vikram alias Ayah Banta, namun akar persoalannya bukan hanya siapa yang berbuat, tetapi siapa yang memberi perintah? Sebelum Dugok cs dan Ayah Banta tertangkap, clues yang diperoleh polisi didapat setelah menggeledah rumah/mess tempat tinggal Malik Mahmud, Pemangku Wali sehingga mengantar polisi untuk menangkap para pelaku teror tersebut. Pertanyaan besarnya adalah, mengapa Malik Mahmud “aman-aman” saja?

Kemerdekaan adalah isu terbesar di Aceh sejak lama, bukan karena rakyat Aceh menginginkan kekuasaan, namun lebih karena keinginan memperoleh keadilan dan martabat selayaknya orang Aceh sebagai wujud kemerdekaan yang hakiki. Namun semuanya akan sangat mustahil ketika kemerdekaan itu dirampas oleh pemimpin orang Aceh sendiri yang lebih mencintai kekuasaan daripada rakyatnya sendiri. 

*Dr. Husaini Alif Hasan Ibn Haytar adalah Masyarakat biasa yang senang menulis dan tertarik akan sejarah dan perkembangan sosial politik.



Wisatawan Membludak ke Sabang

Libur panjang Hari Raya Idul Fitri menyebabkan membludaknya wisatawan menuju ke Pulau Sabang. Sebagaimana dikabarkan media online acehkita.com bahwa Kemarin, pihak Pelabuhan Ulee Lheue Banda Aceh menambah jadwal kapal yang menuju ke Sabang akibat banyaknya penumpang.

Pantauan acehkita.com, kepadatan terlihat di Pelabuhan Ulee Lheue. Ratusan orang memadati ruang tunggu pelabuhan. Sementara kendaraan roda dua, roda empat, truk, dan pick-up mengantre di pintu masuk kapal lambat KMP BRR. 

Kepala UPTD Pelabuhan Ulee Lheue Teuku Naziruddin menyebutkan, akibat membludaknya penumpang, trip KMP BRR ditambah menjadi dua kali. “Hari ini dua trip. Trip kedua pada malam hari,” kata Naziruddin kepada wartawan, Jumat (24/8) malam.

Menurutnya, KMP BRR sekali jalan mengangkut 440 penumpang. Sementara kapal cepat Pulo Rondo mengangkut 230 penumpang. Untuk kapal cepat, pihak UPTD Pelabuhan Ulee Lheue juga menambah armada, yaitu Express Bahari. 

Membludaknya penumpang menuju ke Sabang, selain karena arus balik, juga disebabkan oleh arus wisatawan yang hendak berlibur akhir pekan di Sabang. Mereka berasal dari Sumatera Utara. 

“Penumpang rata-rata banyak dari luar Aceh dan juga warga Aceh,” ujar Nizaruddin. “Kunjungan seperti ini sudah sejak hari raya pertama.”

Nizar memprediksi lonjakan penumpang masih akan terjadi hingga sepekan ke depan. “Terutama arus balik dari Balohan Sabang menuju ke Banda Aceh, itu akan sangat tinggi. Bahkan mulai kemarin jumlah arus balik sudah sangat tinggi,” ujarnya.

Pada hari biasanya, KMP BRR hanya mempunyai satu kali pulang-pergi melayani pelayaran Ulee Lheue-Balohan. Begitu juga dengan jadwal kapal cepat Pulo Rondo. “Kalau meningkat begini, kita hanya tambah jadwal, tidak menambah armada kapal,” sebut Nizar. 

Editor: Safrizal
Sumber: acehkita.com