Event Pemerintah Aceh 2014

Kesadaran Mahasiswa dalam Partai Politik

Oleh: T. Noval Ariandi

MAHASISWA banyak memiliki peran penting dalam membuat sejarah kebangsaan Indonesia, mahasiswa indonesia dari awal kemerdekaan hingga saat ini banyak memiliki peran aktif dalam sosial politik, pada era-era awal kemerdekaan banyak mahasiswa Indonesia menduduki kursi legislatif dan menjadi pengurus partai politik. Masa Demokrasi Liberal berkisar tahun 1950-1959 beriringan dengan penerapan sistem kepartaian di Indonesia dengan menjadikan mahasiswa sebagai wadah ideologisasi dan tulang punggung partai. 

Tugas pertama partai politik pada saat itu mendirikan organisasi kemahasiswaan yang menjadi tulang punggung partainya, kita ketahui bersama partai Masyumi dengan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Partai Khatolik dengan Organisasi Perhimpunan Mahasiswa Khatolik Republik Indonesia (PMKRI), PKI dengan Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), dan partai lainnya. 

Dengan demikian tokoh-tokoh bangsa negeri ini berpendirian bahwa partai politiklah yang layak menjadi peluang instrument dan alat ekspresi kepentingan bangsa. Penggabungan idologis mahasiswa dan partai politik itu memiliki jarak setelah peristiwa ’65, hingga tahun ketahun hubungan mahasiswa dengan partai politik bagaikan cerai paksa. Beberapa tahun setelah meletusnya peristiwa yang di kenal dengan Malapetaka Lima Belas Januari (Malari), pada saat itu pemerintah mulai semakin ketat memenjarakan sikap kritis mahasiswa dengan dikeluarkannya SK 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kebijakan Kampus (NKK) lalu di susul dengan keluarnya SK Menteri P&K no.037/U/1979 mengenai Badan Kordinasi Kemahasiswaan (BKK).

Mahasiswa di Era NKK dan BKK
Setelah tahun 1978 tidak ada lagi gerakan besar yang dilakukan oleh para intelektual, ini dikarnakan pemberlakukan NKK dan BKK oleh pemerintah secara paksa. Konsep ini hanya mengarahkan mahasiswa ke persoalan akademik saja dan menjauhkan mahasiswa dari aktivitas politik. Sebenarnya kebijakan BKK ini untuk membekukan dewan mahasiswa dan melahirkan badan perwakilan tingkat fakultas yang memberi wewenang kepada rektor serta pembantunya untuk menentukan kegiatan mahasiswa sesuai NKK dan BKK yang bisa di intervensi. Depolitisasi mahasiswa di era Orde Baru melalui NKK/BKK sangat membatasi gerakan mahasiswa yang dampaknya sampai hari ini, dikarnakan kurangnya kesadaran mahasiswa dalam politik, termasuk kesadaran mahasiswa ilmu politik sendiri dalam berpartai.

Pola gerakan mahasiswa yang di bangun pada masa itu dilakukan secara bawah tanah dalam bentuk diskusi di ruang-ruang kuliah dan bentuk diskusi lainnya hingga menjadi organisasi yang berandil besar dalam gerakan reformasi untuk menggulingkan rezim Orde Baru. Setelah lensernya Orba juga belum menghasilkan kontribusi positif dalam perbaikan sistem seperti diharapkan oleh gerakan mahasiswa, malah mahasiswa enggan mengambil peran dalam kancah politiknya untuk mengsejahterakan rakyat. Sementara pada pasca lengsernya Soeharto pemilik modal (kapital) atau donator memiliki andil besar dalam partai politik Indonesia kini. Kebanyakan dari partai politik di Indonesia semua di penuhi oleh para kapital yang di anggap memiliki finansial yang mapan, mereka mencari keuntungan dari pemimpin melalui partai politik, tidak satu pun hari ini partai yang menjadikan mahasiswa sebagai tulang punggung partainya untuk perubahan Indonesia, dan banyak partai juga tidak melakukan pendidikan politik terhadap kader-kadernya.

Sudah saatnya partai politik kembali menjadikan mahasiswa sebagai sumber kader partainya sesuai dengan kesamaan ideologis, orientasi dan cita-cita yang sama. Baru-baru ini Partai Nasdem yang telah membuat organisasi kemahasiswaan untuk menjadikan tulang punggung partainya dengan jiwa restorasi dan gerakan perubahan, suatu contoh yang baik untuk partai-partai yang lain agar partai politik yang lain melibatkan mahasiswa sebagai sumber kadernya atas kesamaan ideologis tersebut. Akankah partai  politik lainnya yang telah lama berdiri juga mau mengikuti partai politik nasional yang baru berdiri beberapa waktu lalu, ini untuk mengembalikan dan mengrujukkan kembali mahasiswa dengan partai politik demi menjadi tulang punggung (backbone) partai.

Kondisi para intelektual mahasiswa yang apatis di era sekarang tidak lepas dari peran Orba yang memperlakukan depolitisasi terhadap mahasiswa dengan NKK/BKK yang dicetuskan oleh Daoed Joesoef pada masa beliau menjabat Mendikbud, mahasiswa juga di fokuskan dengan persoalan akademik melalui sistem SKS dan jenjang tahun yang telah ditentukan, mahasiswa hanya di beri hak berkegiatan memenuhi hobi mereka melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kampus. Dari sinilah muncul organisasi intra dan ekstra kampus yang penuh pertentangan keduanya. Organisasi intra dianggap organisasi yang tunduk dan tidak kritis serta menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah melalui rektor, dan sebaliknya organisasi ektra kampus dipandang gagal secara akademik dikarnakan banyak beraktifitasnya di luar kampus. 

Pada tahun 1990-an NKK/BKK dicabut dan dikelurkannya pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK), melalui PUOK tersebut ditetapkanlah bahwa organisasi intra kampus diantaranya adalah Senat Mahasiswa perguruan tinggi (SMPT), yg terdiri senat mahasiswa fakultas (SMF) dan Unit kegiatan mahasiswa (UKM), dalam beberapa perkembangan kedepan mengenai PUOK banyak kekecewaan yang timbul dari perguruan tinggi karna kesalahan konsep. Perlu kita ketahui bersama para mahasiswa, bahwasannya kampus kita dijebak dengan situasi Depolitisasi, Deorganisasi dan Deideologisasi. Banyak mahasiswa kita yang pandai, pandai dalam memahami teori-teori, mengerti buku-buku tapi malah menjadi manusia yang berpikiran apolitis, banyak dari kita yang hanya ingin menjadi bagian dari PNS saja. 

Mari kawan-kawan mahasiswa yang berpikiran maju, kritis dan bertindak maju semestinya mendedikasikan dirinya untuk memimpin negeri ini melalui partai politik. Agar politik di negeri ini tidak dipenuhi oleh pelawak-pelawak, artis-artis yang tidak memiliki Integritas Ideologis.

Kalau kita kembalikan kepada titah awal mahasiswa pada era-era sebelumnya dengan terjadinya reformasi maka saya berangkapan bahwa sah-sah saja bila mahasiswa terlibat dalam kancah politik di bawah wadah partai politik. Mau tidak mau, suka tidak suka bila mahasiswa ingin perubahan dalam negeri ini mesti terjun keranah politik tidak hanya menghujat dan mengkritik tanpa ada perubahan dalam diri mahasiswa kita sendiri, sudah saat nya mahasiswa ikut serta dalam ranah partai politik, memenuhi struktur partai politik, sudah saat nya juga mahasiswa untuk menjadi anggota parlemen. 

Mahasiswa sudah semestinya memperjuangkan hak-hak rakyat di parlemen tidak hanya di jalan-jalanan, bersorak-sorak hingga membakar ban di simpang jalan. Mahasiswa sebagai garda terdepan dan simbol perjuangan telah saat nya menunjukkan nilai-nilai dan sikap yang beretika, dan sudah saat nya pula mahasiswa memimpin negeri ini masuk melalui wadah partai politik. Walau saat ini masih kurangnya kesadaran mahasiswa untuk bergabung dan menduduki struktur pengurus parati, tapi setidaknya apa yang telah di contohkan oleh Partai Nasdem membuat banyak kesadaran terhadap mahasiswa-mahasiswa kita untuk ikut andil dalam kancah dan fenomena-fenomena politik baik di daerah maupun di pusat, seperti yang telah di ajarkan oleh pemimpin-pemimpin era Orde lama, para mahasiswa harus mengesampingkan konflik yang terjadi antar mahasiswa intra dan ektra kampus. 

Mari mahasiswa Indonesia untuk jangan pernah enggan berpolitik dan berpartai, karna menurut saya Politik tanpa bepartai adalah hal yang merugikan, berpartai tanpa berbakti adalah kemunafikan.

*T. Noval Ariandi adalah mahasiswa aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (HIMIPOL) Unimal dan dipercaya sebagai Ketua INFOKOM HIMIPOL.

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply