Gawat, mungkin nyata apa yang disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPD PPNI) Aceh, Saifuddin AR. Menurutnya jumlah penderita sakit jiwa per provinsi adalah 1 persen dari jumlah penduduk. Hal tersebut di ungkapkan Saifuddin dalam Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Raker-Kesda) Aceh, di Hermes Palace Hotel, 25 /7/2012. “Ada 9 ribu masyarakat Aceh yang kini sakit jiwa, Bu Menteri,” ujar Saifuddin AR, yang juga mantan Direktur Rumah Sakit Jiwa Aceh, kepada Menteri Kesehatan dr. Nafsiah M.boi, Sp.A, MPH yang membuka rapat kerja tersebut.
Sedangkan jumlah penduduk Aceh saat ini, berjumlah 4,5 juta jiwa. Lalu, kata dia, konflik dan tsunami juga turut menambahkan 1 persen penderita sakit jiwa bagi Aceh.
“Artinya, ada 2 persen atau 9 ribu penderita sakit jiwa di Aceh saat ini. Jika ada 3 ribu orang peserta dalam ruangan ini, berarti 50 di antaranya sakit jiwa, baik tahapan rendah, sedang maupun tinggi. Jika dalam satu meja ada lima orang, berarti salah satunya menderita sakit jiwa,” ujar Saifuddin yang disambut tawa dari peserta rapat Raker.
Tingginya jumlah penderita sakit jiwa, kata Saifuddin, belum disertai dengan peningkatan fasilitas yang ada. Sebagai contohnya, jumlah kapasitas Rumah Sakit Jiwa Aceh saat ini hanya mampu menampung 700 pasien saja.
Menyangkut hal itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia dr. Nafsiah M.boi, Sp.A, MPH. mengaku akan menampung aspirasi tersebut dan akan memperjuangkannya sesampai di Jakarta nanti. Dalam sambutannya juga memberikan apresiasi yang luar biasa terhadap JKA, dimana JKA tersebut menjadi terobosan baru dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Aceh dan telah berhasil, ungkap menteri kesehata.
Sebelumnya Gubernur Aceh, Zaini Abdullah dalam sambutannya dihadapan peserta Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Aceh 2012 itu menegaskan, menyangkut dengan kesehatan merupakan tugas bersama. Ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan juga Pemerintah Kabupaten/ Kota.
Khusus Aceh tegasnya lagi, masalah kesehatan jauh lebih penting lagi. Hal ini disebabkan dalam Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 tahun 2006 ditegaskan dalam pasal 224, 225, dan pasal 226 di situ ditegaskan bahwa Pemerintah Provinsi, Pemerintah kabupaten/ Kota wajib memberikan pelayanan minimal sepanjang tidak bertentangan dengan Syari'at Islam.
Dalam sambutannya itu, kembali Zaini tegaskan, Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) tetap akan dilanjutkan. Dimana Aceh 5 tahun terakhir telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat yang signifikan. Tentunya meningkatnya taraf kesehatan di Aceh dengan hadirnya JKA sebagai layanan gratis kepada masyarakat Aceh.
Sehingga dengan tetap berjalannya dengan perbaikan-perbaikan pelayanan JKA, target pembangunan kesehatan di Aceh akan tercapai sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Millenium Development Goals 2015.
"JKA telah terbukti sangat membantu peningkatan kesehatan masyarakat, oleh karenanya Pemerintah Aceh sekarang tetap melanjutkan JKA tersebut dengan memperbaiki diberbagai kelemahan-kelemahan yang ada selama ini," ungkap Zaini.
Mungkin itulah yang menyebabkan provinsi Aceh tidak maju-maju, orang waras bilangnya begini dan orang kurang waras (penderita sakit jiwa) bilangnya begitu, akhirnya provinsi kami ini jalan ditempat.
Oleh karena itu, mungkin dengan dilanjutkan JKA tadi dapat membantu orang kurang waras untuk berpikir kembali, namun yang menjadi pertanyaan “apakah dengan JKA mampu memulihkan kembali pikiran orang kurang waras tersebut ?”, mudah-mudahan dapat berkurang dari pada bertambah parah lagi.
Editor: Safrizal
Sumber: waspada dan theglobejournal
Tidak ada komentar: