Lembaga Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Aceh menemukan berbagai masalah dalam penyaluran dan penggunaan bantuan operasional sekolah (BOS) di Kabupaten Aceh Besar yang dinilai belum transparan dalam mengelola dana tersebut.
Direktur PATTIRO Aceh Teuku Zulyadi mengatakan bahwa keterlibatan komite sekolah sebagai representatif masyarakat atau orang tua siswa dalam pengawasan dana BOS juga masih minim sehingga sangat rentan terjadi penyalahgunakan.
“Beberapa temuan fakta yang menjadi masalah dalam sistem penggunaan dana BOS ini harus segera ditindaklanjuti dan diselesaikan oleh instansi terkait," katanya di Banda Aceh, hari ini.
Berdasarkan data triwulan II/2012 dari Dinas Pendidikan Provinsi Aceh, total dana BOS yang disalurkan di Aceh Besar mencapai Rp5,659 miliar. Masing-masing untuk jenjang pendidikan SD senilai Rp3,892 miliar dan SMP Rp1,766 miliar.
Jumlah SD penerima dana BOS sebanyak 204 unit dengan jumlah siswa 26.844 orang dan SMP 64 sekolah dengan total siswa 9.954 orang.
Menurut Zulyadi, meski itu dana publik, masih banyak sekolah yang belum terbuka dalam pengelolaan dan penggunaan dana BOS. "Seharusnya informasi penggunaan dana itu harus transparan dan mudah diakses," ujarnya.
PATTIRO sempat menguji akses informasi dana BOS di enam SD dan SMP dalam Kecamatan Darussalam. Hasilnya ditemukan tiga sekolah enggan memperlihatkan laporan penggunaan dana BOS dengan alasan harus ada surat rekomendasi dari Dinas Pendidikan Aceh Besar untuk mengetahuinya.
"Tiga sekolah lainnya memberikan secara terbuka dan dibolehkan untuk diperbanyak tanpa harus mengantongi surat izin," kata Zulyadi. Dari enam sekolah itu, satu di antaranya masih menempel informasi penggunaan dana BOS tahun ajaran 2009 di dinding pengumuman. Bahkan satu sekolah lainnya sama sekali tak ditemukan adanya pengumuman informasi dana BOS, yang bisa diakses di masyarakat.
Dalam fokus grup diskusi (FGD) diadakan PATTIRO pada 24-25 April 2012 di sebuah hotel di Banda Aceh, terungkap ada sekolah yang menggunakan dana BOS di luar petunjuk teknis, untuk menutupi kebutuhan mendesak, seperti membiayai pengobatan siswa yang mengalami kecelakaan dan membeli minum para tamu.
Keterlibatan komite sekolah dalam membuat Rancangan Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS) juga masih sangat minim. Banyak sekolah hanya memanfaatkan komite sekolah sebagai legalitas tanda tangan RKAS yang sudah disiapkan pihak sekolah.
Bahkan dalam pembentukan Forum Komite Sekolah (FKS) Kecamatan Darussalam, pada bulan Mei 2012, terkesan fungsi komite sekolah asal melengkapi administrasi semata, tidak mempertimbangkan aspek efektivitas kepengurusan.
"Bagaimana forum komite sekolah mau produktif, ketua komite sekolah saja ada yang berusia 60 tahun bahkan 70 tahun. Kondisi usia lanjut ini tentu berakibat pada kurangnya kinerja komite sekolah," kata Zulyadi.
PATTIRO juga menilai pengawasan masyarakat terhadap BOS masih lemah. Hal ini disebabkan terbatasnya informasi teknis serta aturan terkait dengan dana BOS.
Di samping belum adanya unit pengaduan representatif yang mudah dijangkau sehingga masyarakat tak mengetahui tata cara melaporkan dugaan penyimpangan, ujarnya.
Atas temuan-temuan tersebut, PATTIRO merekomendasikan agar instansi terkait melakukan maping dan pembinaan sekolah-sekolah yang belum menerapkan transparansi, serta memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment) terhadap pengelolaan dana BOS.
Dinas juga harus menyosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya partisipasi publik dalam penyaluran dan pengelolaan dana BOS.
Pemerintah pusat perlu mengevaluasi metode pembagian dana BOS yang berdasarkan dengan jumlah siswa. Faktanya, kata dia, kendati jumlah siswa sedikit, kebutuhan sekolah rata-rata sama.
Selanjutnya, menurut dia, perlu adanya pengawasan dan pembinaan secara intens oleh dinas terkait dan menegur sekolah-sekolah yang belum menempel laporan informasi penggunaan dana BOS secara terbuka.
Dinas Pendidikan harus membentuk unit pengaduan dana BOS yang mudah diakses masyarakat dan tanpa bisa diintervensi pihak mana pun, serta mengoptimalkan fungsi dan peran petugas yang menangani pengaduan dan meningkatkan fungsi dan peran komite sekolah, kata Zulyadi. [waspada]
Direktur PATTIRO Aceh Teuku Zulyadi mengatakan bahwa keterlibatan komite sekolah sebagai representatif masyarakat atau orang tua siswa dalam pengawasan dana BOS juga masih minim sehingga sangat rentan terjadi penyalahgunakan.
“Beberapa temuan fakta yang menjadi masalah dalam sistem penggunaan dana BOS ini harus segera ditindaklanjuti dan diselesaikan oleh instansi terkait," katanya di Banda Aceh, hari ini.
Berdasarkan data triwulan II/2012 dari Dinas Pendidikan Provinsi Aceh, total dana BOS yang disalurkan di Aceh Besar mencapai Rp5,659 miliar. Masing-masing untuk jenjang pendidikan SD senilai Rp3,892 miliar dan SMP Rp1,766 miliar.
Jumlah SD penerima dana BOS sebanyak 204 unit dengan jumlah siswa 26.844 orang dan SMP 64 sekolah dengan total siswa 9.954 orang.
Menurut Zulyadi, meski itu dana publik, masih banyak sekolah yang belum terbuka dalam pengelolaan dan penggunaan dana BOS. "Seharusnya informasi penggunaan dana itu harus transparan dan mudah diakses," ujarnya.
PATTIRO sempat menguji akses informasi dana BOS di enam SD dan SMP dalam Kecamatan Darussalam. Hasilnya ditemukan tiga sekolah enggan memperlihatkan laporan penggunaan dana BOS dengan alasan harus ada surat rekomendasi dari Dinas Pendidikan Aceh Besar untuk mengetahuinya.
"Tiga sekolah lainnya memberikan secara terbuka dan dibolehkan untuk diperbanyak tanpa harus mengantongi surat izin," kata Zulyadi. Dari enam sekolah itu, satu di antaranya masih menempel informasi penggunaan dana BOS tahun ajaran 2009 di dinding pengumuman. Bahkan satu sekolah lainnya sama sekali tak ditemukan adanya pengumuman informasi dana BOS, yang bisa diakses di masyarakat.
Dalam fokus grup diskusi (FGD) diadakan PATTIRO pada 24-25 April 2012 di sebuah hotel di Banda Aceh, terungkap ada sekolah yang menggunakan dana BOS di luar petunjuk teknis, untuk menutupi kebutuhan mendesak, seperti membiayai pengobatan siswa yang mengalami kecelakaan dan membeli minum para tamu.
Keterlibatan komite sekolah dalam membuat Rancangan Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS) juga masih sangat minim. Banyak sekolah hanya memanfaatkan komite sekolah sebagai legalitas tanda tangan RKAS yang sudah disiapkan pihak sekolah.
Bahkan dalam pembentukan Forum Komite Sekolah (FKS) Kecamatan Darussalam, pada bulan Mei 2012, terkesan fungsi komite sekolah asal melengkapi administrasi semata, tidak mempertimbangkan aspek efektivitas kepengurusan.
"Bagaimana forum komite sekolah mau produktif, ketua komite sekolah saja ada yang berusia 60 tahun bahkan 70 tahun. Kondisi usia lanjut ini tentu berakibat pada kurangnya kinerja komite sekolah," kata Zulyadi.
PATTIRO juga menilai pengawasan masyarakat terhadap BOS masih lemah. Hal ini disebabkan terbatasnya informasi teknis serta aturan terkait dengan dana BOS.
Di samping belum adanya unit pengaduan representatif yang mudah dijangkau sehingga masyarakat tak mengetahui tata cara melaporkan dugaan penyimpangan, ujarnya.
Atas temuan-temuan tersebut, PATTIRO merekomendasikan agar instansi terkait melakukan maping dan pembinaan sekolah-sekolah yang belum menerapkan transparansi, serta memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment) terhadap pengelolaan dana BOS.
Dinas juga harus menyosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya partisipasi publik dalam penyaluran dan pengelolaan dana BOS.
Pemerintah pusat perlu mengevaluasi metode pembagian dana BOS yang berdasarkan dengan jumlah siswa. Faktanya, kata dia, kendati jumlah siswa sedikit, kebutuhan sekolah rata-rata sama.
Selanjutnya, menurut dia, perlu adanya pengawasan dan pembinaan secara intens oleh dinas terkait dan menegur sekolah-sekolah yang belum menempel laporan informasi penggunaan dana BOS secara terbuka.
Dinas Pendidikan harus membentuk unit pengaduan dana BOS yang mudah diakses masyarakat dan tanpa bisa diintervensi pihak mana pun, serta mengoptimalkan fungsi dan peran petugas yang menangani pengaduan dan meningkatkan fungsi dan peran komite sekolah, kata Zulyadi. [waspada]
Tidak ada komentar: