DPR RI |
Presiden Keempat Indonesia Abdurrahman Wahid pernah menyebutkan DPR
sebagai kumpulan anak-anak TK pada 2000. Rabu (29/8) kemarin, DPR
menginjak usia 67 tahun. Namun, usia tersebut tidak cukup untuk membuat
DPR makin dewasa.
Direktur Indonesia Parliamentary Center (IPC) Sulastio menegaskan, memasuki usia 67, DPR masih menuai banyak kritik. Antara lain, pelaksanaan fungsi legislasi yang masih kedodoran, pembahasan anggaran yang kerap mencuatkan kasus, dan beberapa anggota DPR ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena terlibat kasus korupsi.
Direktur Indonesia Parliamentary Center (IPC) Sulastio menegaskan, memasuki usia 67, DPR masih menuai banyak kritik. Antara lain, pelaksanaan fungsi legislasi yang masih kedodoran, pembahasan anggaran yang kerap mencuatkan kasus, dan beberapa anggota DPR ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena terlibat kasus korupsi.
“Seharusnya momen ulang tahun ini bisa dijadikan DPR sebagai momentum
untuk melakukan refleksi guna memperbaiki kualitas kerja dan citra DPR
di hadapan publik. Hingga kini, DPR masih dipandang buruk oleh
mayarakat. Bahkan DPR merupakan lembaga terkorup berdasarkan survei yang
dilakukan oleh Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) beberapa bulan silam,”
kata Sulastio, melalui pernyataannya di Jakarta, hari ini.
Dari tahun ke tahun masalah legislasi selalu berulang, yaitu minimnya capaian legislasi dari target yang ditenrtukan. Tahun 2011/2012 saja DPR hanya mampu menyelesaikan 26 Rancangan Undang-Undang (RUU) dari 64 RUU yantg ditergetkan. "Sebenarnya apa yang menjadi persoalan mendasar yang menyebabkan rendahnya pelaksanaan fungsi Legislasi DPR," katanya.
Setidaknya ada dua permasalahan yang mendorong rendahnya pelaksanaan fungsi legislasi DPR. Pertama soal mekanisme pembuatan Undang-Undang (UU) dan; kedua soal kapasitas anggota dalam membuat UU.
Terkait mekanisme pembuatan UU, Peraturan Tata Tertib DPR mengatur mekanisme pembuatan undang-undang dibagi dalam dua tahapan. Pertama, tahap penyusunan Draf RUU. Kedua tahap pembahasan RUU, pada tahap pembahasan RUU dilakukan bersama antara DPR dan Pemerintah.
Seringkali, dalam proses penyusunan Draf RUU prosesnya menjadi lama dan berlarut-larut karena pengaturanya tidak rigid. Sedangkan dalam proses pembahasan RUU DPR patuh pada Tatib, karena sudah ada pengaturan yang rigid, setiap pembahasan RUU harus selesai dalam dua kali masa sidang.
Dengan demikian, pembahasan RUU menjadi lebih cepat. Ke depan akan lebih baik diberlakukan aturan yang sama, baik dalam proses penyusunan draf RUU dan pembahasan RUU. Yaitu, selesai dalam dua kali masa sidang.
Mengenai kapasitas DPR dalam membahas RUU. Dengan mempertimbangkan jumlah alat kelengkapan dan kapasitas Anggota DPR dalam membahas RUU idealnya DPR hanya mampu menyelesaikan 30 RUU dalam satu tahun. Diharapkan, di masa mendatang, DPR lebih realistis dalam menentukan target RUU dalam prolegnas tahunan.
Setiap tahun pembahasan anggaran kerap memunculkan polemik karena proses pembahasannya tertutup. Dari proses ini kemudian muncul kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR.(waspada)
Dari tahun ke tahun masalah legislasi selalu berulang, yaitu minimnya capaian legislasi dari target yang ditenrtukan. Tahun 2011/2012 saja DPR hanya mampu menyelesaikan 26 Rancangan Undang-Undang (RUU) dari 64 RUU yantg ditergetkan. "Sebenarnya apa yang menjadi persoalan mendasar yang menyebabkan rendahnya pelaksanaan fungsi Legislasi DPR," katanya.
Setidaknya ada dua permasalahan yang mendorong rendahnya pelaksanaan fungsi legislasi DPR. Pertama soal mekanisme pembuatan Undang-Undang (UU) dan; kedua soal kapasitas anggota dalam membuat UU.
Terkait mekanisme pembuatan UU, Peraturan Tata Tertib DPR mengatur mekanisme pembuatan undang-undang dibagi dalam dua tahapan. Pertama, tahap penyusunan Draf RUU. Kedua tahap pembahasan RUU, pada tahap pembahasan RUU dilakukan bersama antara DPR dan Pemerintah.
Seringkali, dalam proses penyusunan Draf RUU prosesnya menjadi lama dan berlarut-larut karena pengaturanya tidak rigid. Sedangkan dalam proses pembahasan RUU DPR patuh pada Tatib, karena sudah ada pengaturan yang rigid, setiap pembahasan RUU harus selesai dalam dua kali masa sidang.
Dengan demikian, pembahasan RUU menjadi lebih cepat. Ke depan akan lebih baik diberlakukan aturan yang sama, baik dalam proses penyusunan draf RUU dan pembahasan RUU. Yaitu, selesai dalam dua kali masa sidang.
Mengenai kapasitas DPR dalam membahas RUU. Dengan mempertimbangkan jumlah alat kelengkapan dan kapasitas Anggota DPR dalam membahas RUU idealnya DPR hanya mampu menyelesaikan 30 RUU dalam satu tahun. Diharapkan, di masa mendatang, DPR lebih realistis dalam menentukan target RUU dalam prolegnas tahunan.
Setiap tahun pembahasan anggaran kerap memunculkan polemik karena proses pembahasannya tertutup. Dari proses ini kemudian muncul kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR.(waspada)
Tidak ada komentar: