Event Pemerintah Aceh 2014

[Isu Dialog Papua-Jakarta] Amerika dan Australia Tolak Papua Merdeka


Pernyataan Anggota DPD RI Drs Paulus Sumino untuk mempersiapkan rencana Dialog Jakarta-Papua, semua stake-holders (pemanggu kepentingan) harus mulai merumuskan konsep dialog yang bisa diterima semua pihak, agar konflik Papua bisa segera tuntas seperti Aceh, ditolak Anggota Komisi A DPRP Yohanes Sumarto ketika dikonfirmasi Bintang Papua diruang kerjanya, Sabtu (7/9) seperti dilansir papuapost.com.

Tokoh Partai Gerindra Papua ini mengemukakan, Dialog Jakarta- -Papua meskipun tujuannya sama dengan penyelesaian konflik yang terjadi di Aceh, namun situasinya sangat berbeda. Pasalnya, pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sangat jelas orangnya dan pengaruhnya. Sedangkan pimpinan pro merdeka di Papua ini terdiri dari banyak orang. 

Dia mengatakan dialog Jakarta-Papua seyogyanyalah dimulai dari tahap-tahap sebagai berikut:
  1. Konsolidasi dengan pemerintah untuk memperkuat kesadaran nasional bagi pejabat pemerintah, anggota DPRP, anggota DPRD, PNS dan lain-lain.
  2. Konsolidasi dengan tokoh agama. Banyak tokoh-tokoh agama di Papua yang mengkritisi penyelesaian konflik Papua secara benar tapi ada pula mengkritisi dengan dasar yang tak jelas. 
  3. Konsolidasi dengan tokoh tokoh adat. Pemerintah membina tokoh tokoh adat tentang kesadaran nasional, tapi pada beberapa decade ini pembinaan ini tak pernah dilakukan sehingga banyak tokoh-tokoh adat bingung bahkan ikut gerakan yang merugikan pemerintah. dan
  4. Konsolidasi dengan generasi mudah. Gerakan yang menuntut kemerdekaan bangsa Papua Barat akhir-akhir ini sebagian besar masih mengikuti pendidikan. 

Sementara itu sebagaimana di kabarkan papuapost.com juga bahwa Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, panglima terginggi Komando Revolusi lewat kantor Sekretariat-Jenderal dengan ini menyatakan bahwa;
  1. Otsus NKRI untuk West Papua telah gagal total;
  2. Rakyat Papua telah berulang-kali mengembalikan Paket Otsus dalam keadaan Mayat, jadi tidak perlu diutak-atik barang yang sudah menjadi Mayat tanpa rasa malu;
  3. Bagi Jaringan Damai Papua dan jaringan pemuas hati pencari makan di Tanah Papua silahkan terus saja dengan kampanye “Papua Zona Damai” alias “Papua Kalian Terima Hasil Sejarah entah Manis atau Pahit”;
  4. Utusan NKRI silahkan berdialogue dengan TPN PB dan TPN/OPM, tetapi kelihatannya kalian terlambat, lambat dalam mendayung ikut arus zaman ini, perjuangan Papua Merdeka kini dalam komando Panglima Tertinggi Koamndo Revolusi Gen. Mathias Wenda telah mengambil langkah strategis sejak tahun 2000, dan melakukan restrukturisasi dan reorganisasi semua lembaga perjuangan Papua Merdeka, dan memisahkan organisasi sayap politikd ari sayap militer sehingga saat ini tidak ada TPN/OPM, tetapi yang ada ialah OPM dan TRWP. Kalau ada oknum yang saat ini masih menggunakan kartu TPN/OPM atau TPN PB berarti jelas itu kaki-tangan NKRI dan patut diwaspadai oleh bangsa Papua;
  5. General TRWP Mathias Wenda dan Leut. Gen. TRWP Amunggut Tabi bukan orang baru di lapangan perjuangan Papua Merdeka, tetapi tidak berarti semua orang Paua harus ikut mereka. Semua orang Paua harus dan patut membaca permainan NKRI dan sekutunya dalam menentang perjuangan Papua Merdeka.
  6. Jaringan Damai Papua dan Papua Zona Damai ialah gagasan Gereja Katolik di Tanah Papua yang bertujuan MEMBNGKAM dan MEMATIKAN aspirasi Paua Merdeka. Dr. Neels Tebay secara khusus disekolahkan di Roma dengan tujuan Gereja Katolik untuk membungkam perjuangan Papua Merdeka, bertolak belakang dengan peran gereja Katolik di TImor Leste yang mendukung kemerdekaan orang Melanesia di sana;
  7. Gereja Katolik di Tanah Papua TIDAK ETIS dan TIDAK SOPAN kalau berpura-pura alim dan mengurus Tuhan, sementara tanggannya KOTOR dan KEJI di ranah politik NKRI dengan mendukung Papua Zona Damai dan upaya Pastor Neles Tebay yang sejauh ini mendapat dukungan banyak dari kalangan NKRi karena tujuannya jelas memuluskan jalan bagii NKRI di Tanah Papua;
  8. Gereja Baptis di Tanah Papua, Gereja Kemah Injil di Tanah Papua dan Gereja Injili di Indonesia telah memiliki sikap yang jelas tentang nasib bangsa Papua di Tanah Papua, tetapi Gereja Katolik secara khusus memainkan politik Kotor ala NKRI, oleh karena itu semua orang Papua patut mewaspadai permainan para Uskup dan Uskup Agung serta para Pastor yang ada di dalam Gereja Katolik di Tanah Papua, yang notabene ialah Kaki-Tangan NKRI, bukan Kaki-Tangan Tuhan Yesus Kristus karena YESUS KRISTUS bukan NKRI tetapi Dia datang untuk membebaskan semua bangsa yang tertindas dan terbelenggu, terutama oleh kuasan Iblis. Oleh karena itu, bagi yang menggunakan Gereja Katolik sebagai titik-tolak kegiatan untuk mendamaikan NKRI dengan bangsa Papu aialah sebuah perbuatan terkutuk dan tidak sejalan dengan misi Pembebasan Tokoh Revolusioner Seunia Spanjang Masa: Yesus Kristus. Yesus sebagai Raja Damai melakukan Revolusi, tidak berdamai dengan kejahatan dan tipu-muslihat, tidak membela tipu-daya dan gelagat membunuh manusia lain. Otoritas Yesus sebagai Raja Damai dibatasi dalam pendamaian antara Allah dengan manusia, sementara otoritas Yesus sebagai tokoh Revolusioner satu-satunya sepanjang masa di dunia ialah membela “Kebenaran” menentang serta memusuhi “tipu-daua” seperti yang telah terjadi di saat Pepera 1969.
Demikian catatan peringatan dan pernyataan sikap ini kami sampaikan untuk diketahui NKRI dan atnek-anteknya yang berjubah hitam dan berjubah putih.


Dikeluarkan di: Secretariat-General Markas Pusat Pertahanan TRWP
Pada Tanggal: 10 September 2012

Atas Nama markas Pusat Pertahanan,
Amunggut Tabi, Leut. Gen TRWP
---------------------------------------------------------
Sebelumnya pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Ny. Hilari Clinton saat melakukan kunjungan ke Indonesia dan menemui Menteri Luar Negeri Indonesia, Mr. Natalegawa dan Presiden RI. Susilo Bambang Yudhoyono 3 September 2012 lalu menyatakan bahwa Papua Barat bagian integral dari NKRI. Jadi dapat kita simpulkan bahwa Amerika Serikat tidak mengakui kedaulatan atas Papua Barat atau menolak Papua Barat lepas dari NKR yang artinya Papua Barat tetap bagian NKRI. 

Begitu juga dengan pernyataan Perdana Menteri Australia Carr di Sidney pada hari Minggu, 2 September 2012 sesuai pemberitaan TV Sky News yang menyatakan tidak akan mendukung ide Papua sebagai sebuah negara berdaulat. Carr menyebutkan, dukungan atas kemerdekaan Papua akan benar benar menghancurkan hubungan Australia- Indonesia. Carr juga mengakui, Papua tak akan mampu berdiri sendiri sebagai negara merdeka dan akan kembali mempersulit posisi Australia yang dipastikan akan terkena dampak bila Papua Merdeka. 

Pernyataan  mereka tersebut langsung ditanggapi hangat  Ketua Dewan Adat Papua( DAP) Forkorus Yoboisembut yang menyatakan dirinya sebagai Presiden Federasi Republik Papua Barat menyatakan penyesalan mendalamnya terhadap pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Ny. Hilari Clinton yang menyatakan bahwa Papua Barat bagian integral dari NKRI.

Forkorus Yoboisembut menyatakan penyesalannya juga kepada Perdana Menteri Australia Mr. Bob Carr, Menurut dia selama ini Pemerintah Australia dinilai kritis terhadap penegakan hak asasi manusia di Papua, Pernyataan Forkorus Yoboisembut ini disampaikanya dalam jumpa pers oleh Markus Haluk, Jumat( 7/9) di Perumnas I Waena Jayapura.
Dalam pernyataan penyesalannya yang dibacakan Markus Haluk, dia menilai:
  1. Pernyataan itu sangat merendahkan martabat harga diri rakyat Bangsa Papua Barat.
  2. Pernyataan seperti itu telah memberikan garansi atau jaminan kepada Pemerintah Indonesia untuk terus melakukan operasi militer di seluruh tanah air Papua Barat, dalam mempertahankan aneksasi tanah air Papua Barat, akibatnya akan terus terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam berbagai jenis dan bentuk seperti yan terjadi sejak 1962 hingga kini. Hal itu berarti tak sadar dan tak langsung Pemerintah Australia dan Pemerintah Amerika Serikat telah ikut melakukan perbuatan atau tindakan pelanggaran HAM diatas tanah air bangsa Papua Barat.
  3. Pernyataan itu telah membuat kami bangsa Papua Barat tak merasa aman, nyaman, damai sejahtera lahir dan batin, sebab pernyataan itu mengancam HAM manusia Papua dimasa lalu, kini dan mendatang. 
  4. Pernyataan itu menunjukkan adanya suatu sistim perserikatan penjajahan yang tak nampak di dunia( The Fact of the invisible union of colonial in the world). Antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia dan Amerika Serikat diatas tanah air dan bangsa Papua di negeri Papua bagian barat.
  5. Pernyataan seperti itu mem perlihatkan pemaksaan kehendak dengan mengedepankan kekuatan kekeuasaan secara diktator, berarti Pemerintah Indonesia, Australia dan Amerika Serikat telah berperilaku diskriminatif terhadap azas azas demokrasi dan nilai nilai hak asasi manusia bangsa Papua, serta mengabaikan prinsip prinsip hukum publik internasional hingga bangsa Papua dipaksakan menjadi bangsa Indonesia, hal ini dianggap sebagai akar permasalahan di atas tanah Papua bagian barat.
Namun demikian, bangsa Papua akan tetap terus berjuang secara damai dan demokratis serta menjunjung tinggi nilai nilai Hak Asasi Manusia dan hukum publik internasional untuk mempertahankan kemerdekaan negara bangsa Papua Barat, sebelum kami bangsa Papua menjadi termarjinal, minoritas dan punah diatas negeri kami Papua Barat dari tindakan kejahatan aneksasi oleh pemerintah Indonesia. Ditengah rasa penyesalanya Forkorus juga menyampaikan sedikit rasa gembira tentang tekanan Hak Asasi Manusia dan dialog antara Bangsa Papua dan Bangsa Indonesia.

Akan tetapi Dialog bagi Bangsa Papua seperti dimaksudkan Forkorus adalah tentang Deklarasi Pemulihan Kemerdekaan Kedaulatan Bangsa Papua di Negeri Papua Barat pada tanggal 19 Oktober 2011.
Editor: Safrizal
Sumber: http://papuapost.com

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply