Upaya pemberantasan aksi
terorisme di Indonesia terus dilakukan. Alih-alih surut, aksi teror
justru merebak. Kelompok yang disebut polisi sebagai jaringan teroris
terus berbiak. Bahkan, sokongan dana kepada mereka terus mengalir.
Sebagaimana dikabarkan media online http://us.fokus.news.viva.co.id/ bahwa Untuk meredamnya, pemerintah akan memutus suplai dana itu. Rancangan Undang-undang Anti Pendanaan Teroris pun diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebagaimana dikabarkan media online http://us.fokus.news.viva.co.id/ bahwa Untuk meredamnya, pemerintah akan memutus suplai dana itu. Rancangan Undang-undang Anti Pendanaan Teroris pun diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat.
"Kita membutuhkan UU Anti Pendanaan Terorisme atau Counter Financing Terrorism sebagai dasar hukum untuk menangani aksi teror," kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso kepada VIVAnews, Senin 10 September 2012.
Diharapkan, UU ini membuat pencegahan dan pemberantasan terorisme lebih komprehensif. Sebab, di dalamnya memuat upaya memutus aliran dana kepada individu atau kelompok teroris. "Salah satu terobosan hukum dalam UU itu adalah pengaturan kriminilisasi perbuatan yang bertujuan mendanai kegiatan yang patut diduganya untuk kegiatan terorisme," jelas Agus.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, mengatakan aliran dana kelompok teroris sulit dilacak dan dihentikan, sebab Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak cukup untuk mencegahnya. "Undang-undang itu (pencucian uang) belum memadai," ujar Ansyaad.
DPR bergerak cepat. Panitia khusus yang diketuai oleh Adang Daradjatun dibentuk untuk meresponsnya. Kini, pembahasannya dalam tahap dengar pendapat dengan berbagai pihak terkait, termasuk Badan Intelijen Negara. "Saya harap dalam dua kali masa sidang RUU ini bisa selesai," kata Adang.
DPR, kata Adang, berupaya mempercepat pembahasan, karena ada beban psikologis. "Selanjutnya kami akan dengarkan pendapat dari jajaran Kementerian Keuangan, Polri, dan korporasi yang mungkin merasa tertuduh," tambah mantan Wakapolri ini.
Menurut Adang, tiga pendekatan mendasari penyusunan UU ini. Pertama, segi filosofis, pemerintah wajib menjaga keamanan. Kedua, segi sosial, dicari tahu segala peristiwa yang berhubungan dengan terorisme. Ketiga, segi yuridis, perlu batasan soal pendanaan terorisme yang dilakukan oleh per orangan atau korporasi.
Sependapat dengan Agus, dia mengatakan UU ini akan sangat efektif untuk membasmi aksi terorisme di Indonesia. "Teror kan perlu dana untuk membeli bahan-bahan kimia. Kalau pendanaan mudah masuk ke pelaku teror, bisa berakibat fatal," tambah Adang.
Adang menyatakan, UU itu tidak akan sewenang-wenang jika diterapkan. UU ini justru melindungi individu atau korporasi yang dituduh memberikan dana kepada jaringan teroris. Rekening para tertuduh juga tak serta-merta langsung dapat ditutup. "Saya ingin garis bawahi bahwa UU itu nantinya menjadi payung hukum bagi yang merasa dituduh," katanya.
"Karena nanti, polisi tidak bisa sembarangan menyebut sebuah organisasi menerima dana untuk kepentingan teroris. Keputusan itu berada di pengadilan," Adang menambahkan. UU ini juga memberi ruang bagi individu atau korporasi yang dituduh mendanai terorisme untuk membela diri ke pengadilan.
Dana miliaran
RUU ini dipandang mendesak. Sebab, anggota jaringan teroris dengan mudah mendapat senjata dan bahan peledak. Itu artinya, jaringan ini memiliki kemampuan pendanaan yang besar. Bahkan, jaringan teroris diduga telah berhasil mengumpulkan dana mencapai miliaran rupiah untuk operasinya. "Nilai persisnya kami tidak tahu, tapi diperkirakan mencapai Rp7-8 miliar," ujar Ansyaad.
Keterangan itu didapat dari anggota jaringan teroris yang ditangkap Densus pada Maret lalu. Ansyaad menyebut jaringan ini sebagai 'Kelompok Sebelas'. Satu terduga teroris ditangkap di Gambir, Jakarta; 4 di Medan, Sumatera Utara; 2 di Bandung, Jawa Barat, 1 di Palembang, Sumatera Selatan; 2 di Solo, Jawa Tengah; dan 1 di Jawa Timur.
Menurut Ansyaad, dana itu dikumpulkan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan cara meretas situs-situs di internet. "Mereka hacker MLM (multi level marketing) online. Yang hackernya ditangkap di Bandung, dua orang," katanya.
Berdasar pengakuan mereka yang ditangkap, kata Ansyaad, dana itu sebagian sudah digunakan untuk membiayai sejumlah operasi jaringan teroris di sejumlah wilayah Indonesia. Seperti di Poso Sulawesi Tengah dan Solo Jawa Tengah.
"Dana itu untuk membeli senjata dan bahan peledak, ternyata sebagian sudah digunakan untuk mendanai peledakan di Solo," katanya. Dana itu juga digunakan untuk biaya pelatihan di Poso dan daerah Sulawesi lainnya.
Gudang bom
Sabtu 8 September 2012 malam, ledakan besar terjadi di sebuah rumah yang digunakan untuk Yayasan Yatim Piatu Pondok Bidara, Beji, Depok, Jawa Barat. Tiga orang terluka--satu di antaranya kritis. Dua orang lainya melarikan diri.
Polisi mengatakan, yayasan itu hanya sebagai kedok. Rumah itu ternyata dijadikan sebagai gudang bahan peledak oleh jaringan teroris. Banyak ditemukan bahan baku bom berdaya ledak tinggi. Selain itu, juga ditemukan senjata api dan granat.
Ledakan Beji terjadi tiga hari setelah terungkapnya aktifitas Muhammad Toriq yang meracik bom di rumahnya, Jalan Teratai 7, RT 02 RW 04, Tambora, Jakarta Barat, Rabu 5 September 2012. Dia kemudian kabur setelah muncul kepulan asap dari bahan yang dia ramu. Toriq kemudian menyerahkan diri pada Minggu 9 September 2012 malam.
Berdasar keterangan Toriq, Densus melakukan pengembangan penyelidikan. Densus membawa pria 30 tahun itu ke Desa Susukan RT3 RW8, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat. Di tempat itu, Densus menemukan magasin dan menyiduk satu orang bernama Arif.
Polisi juga mengatakan Toriq berencana meledakkan diri pada Senin 10 September 2012. Ada empat target Toriq, yaitu Markas Brimob; Pos Polisi di Salemba, Jakarta Pusat; kantor Densus 88 Polri, dan komunitas masyarakat Buddha--untuk membela etnis Rohingya yang dinilai mengalami ketidakadilan di Myanmar.
Toriq juga diduga terkait dengan jaringan teroris Solo. Polisi mengatakan dia bertemu dengan Firman yang ditangkap di Perumahan Taman Anyelir 2, Kelurahan Kalimulya, Kecamatan Cilodong, Kodya Depok, Rabu pagi 5 September 2012.
"Toriq sempat bertemu dulu dengan Firman di Sukmajaya, Depok," kata Kapolsek Bojong Gede, Komisaris Polisi Bambang Irianto. "Setelah bertemu Firman di Sukmajaya, Toriq dari Depok bermalam di Bojong. Lalu dia ke Beji."
Polisi menyatakan Firman terlibat rentetan aksi teror penembakan pos polisi di Solo selama Agustus yang menewaskan polisi. Dalam rangkaian aksi itu, Firman berperan membonceng terduga teroris Farhan yang tewas bersama Muchsin saat penyergapan pada 31 Agustus 2012 malam.
Tak hanya di Jawa, Densus 88 juga bergerak di Ambon, Maluku. Empat terduga teroris dibekuk. Barang yang disita pun tak kalah mengejutkan. Densus 88 berhasil menyita dua senjata api, granat, pelontar, dan 10.000 peluru siap pakai.
Diharapkan, UU ini membuat pencegahan dan pemberantasan terorisme lebih komprehensif. Sebab, di dalamnya memuat upaya memutus aliran dana kepada individu atau kelompok teroris. "Salah satu terobosan hukum dalam UU itu adalah pengaturan kriminilisasi perbuatan yang bertujuan mendanai kegiatan yang patut diduganya untuk kegiatan terorisme," jelas Agus.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, mengatakan aliran dana kelompok teroris sulit dilacak dan dihentikan, sebab Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak cukup untuk mencegahnya. "Undang-undang itu (pencucian uang) belum memadai," ujar Ansyaad.
DPR bergerak cepat. Panitia khusus yang diketuai oleh Adang Daradjatun dibentuk untuk meresponsnya. Kini, pembahasannya dalam tahap dengar pendapat dengan berbagai pihak terkait, termasuk Badan Intelijen Negara. "Saya harap dalam dua kali masa sidang RUU ini bisa selesai," kata Adang.
DPR, kata Adang, berupaya mempercepat pembahasan, karena ada beban psikologis. "Selanjutnya kami akan dengarkan pendapat dari jajaran Kementerian Keuangan, Polri, dan korporasi yang mungkin merasa tertuduh," tambah mantan Wakapolri ini.
Menurut Adang, tiga pendekatan mendasari penyusunan UU ini. Pertama, segi filosofis, pemerintah wajib menjaga keamanan. Kedua, segi sosial, dicari tahu segala peristiwa yang berhubungan dengan terorisme. Ketiga, segi yuridis, perlu batasan soal pendanaan terorisme yang dilakukan oleh per orangan atau korporasi.
Sependapat dengan Agus, dia mengatakan UU ini akan sangat efektif untuk membasmi aksi terorisme di Indonesia. "Teror kan perlu dana untuk membeli bahan-bahan kimia. Kalau pendanaan mudah masuk ke pelaku teror, bisa berakibat fatal," tambah Adang.
Adang menyatakan, UU itu tidak akan sewenang-wenang jika diterapkan. UU ini justru melindungi individu atau korporasi yang dituduh memberikan dana kepada jaringan teroris. Rekening para tertuduh juga tak serta-merta langsung dapat ditutup. "Saya ingin garis bawahi bahwa UU itu nantinya menjadi payung hukum bagi yang merasa dituduh," katanya.
"Karena nanti, polisi tidak bisa sembarangan menyebut sebuah organisasi menerima dana untuk kepentingan teroris. Keputusan itu berada di pengadilan," Adang menambahkan. UU ini juga memberi ruang bagi individu atau korporasi yang dituduh mendanai terorisme untuk membela diri ke pengadilan.
Dana miliaran
RUU ini dipandang mendesak. Sebab, anggota jaringan teroris dengan mudah mendapat senjata dan bahan peledak. Itu artinya, jaringan ini memiliki kemampuan pendanaan yang besar. Bahkan, jaringan teroris diduga telah berhasil mengumpulkan dana mencapai miliaran rupiah untuk operasinya. "Nilai persisnya kami tidak tahu, tapi diperkirakan mencapai Rp7-8 miliar," ujar Ansyaad.
Keterangan itu didapat dari anggota jaringan teroris yang ditangkap Densus pada Maret lalu. Ansyaad menyebut jaringan ini sebagai 'Kelompok Sebelas'. Satu terduga teroris ditangkap di Gambir, Jakarta; 4 di Medan, Sumatera Utara; 2 di Bandung, Jawa Barat, 1 di Palembang, Sumatera Selatan; 2 di Solo, Jawa Tengah; dan 1 di Jawa Timur.
Menurut Ansyaad, dana itu dikumpulkan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan cara meretas situs-situs di internet. "Mereka hacker MLM (multi level marketing) online. Yang hackernya ditangkap di Bandung, dua orang," katanya.
Berdasar pengakuan mereka yang ditangkap, kata Ansyaad, dana itu sebagian sudah digunakan untuk membiayai sejumlah operasi jaringan teroris di sejumlah wilayah Indonesia. Seperti di Poso Sulawesi Tengah dan Solo Jawa Tengah.
"Dana itu untuk membeli senjata dan bahan peledak, ternyata sebagian sudah digunakan untuk mendanai peledakan di Solo," katanya. Dana itu juga digunakan untuk biaya pelatihan di Poso dan daerah Sulawesi lainnya.
Gudang bom
Sabtu 8 September 2012 malam, ledakan besar terjadi di sebuah rumah yang digunakan untuk Yayasan Yatim Piatu Pondok Bidara, Beji, Depok, Jawa Barat. Tiga orang terluka--satu di antaranya kritis. Dua orang lainya melarikan diri.
Polisi mengatakan, yayasan itu hanya sebagai kedok. Rumah itu ternyata dijadikan sebagai gudang bahan peledak oleh jaringan teroris. Banyak ditemukan bahan baku bom berdaya ledak tinggi. Selain itu, juga ditemukan senjata api dan granat.
Ledakan Beji terjadi tiga hari setelah terungkapnya aktifitas Muhammad Toriq yang meracik bom di rumahnya, Jalan Teratai 7, RT 02 RW 04, Tambora, Jakarta Barat, Rabu 5 September 2012. Dia kemudian kabur setelah muncul kepulan asap dari bahan yang dia ramu. Toriq kemudian menyerahkan diri pada Minggu 9 September 2012 malam.
Berdasar keterangan Toriq, Densus melakukan pengembangan penyelidikan. Densus membawa pria 30 tahun itu ke Desa Susukan RT3 RW8, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat. Di tempat itu, Densus menemukan magasin dan menyiduk satu orang bernama Arif.
Polisi juga mengatakan Toriq berencana meledakkan diri pada Senin 10 September 2012. Ada empat target Toriq, yaitu Markas Brimob; Pos Polisi di Salemba, Jakarta Pusat; kantor Densus 88 Polri, dan komunitas masyarakat Buddha--untuk membela etnis Rohingya yang dinilai mengalami ketidakadilan di Myanmar.
Toriq juga diduga terkait dengan jaringan teroris Solo. Polisi mengatakan dia bertemu dengan Firman yang ditangkap di Perumahan Taman Anyelir 2, Kelurahan Kalimulya, Kecamatan Cilodong, Kodya Depok, Rabu pagi 5 September 2012.
"Toriq sempat bertemu dulu dengan Firman di Sukmajaya, Depok," kata Kapolsek Bojong Gede, Komisaris Polisi Bambang Irianto. "Setelah bertemu Firman di Sukmajaya, Toriq dari Depok bermalam di Bojong. Lalu dia ke Beji."
Polisi menyatakan Firman terlibat rentetan aksi teror penembakan pos polisi di Solo selama Agustus yang menewaskan polisi. Dalam rangkaian aksi itu, Firman berperan membonceng terduga teroris Farhan yang tewas bersama Muchsin saat penyergapan pada 31 Agustus 2012 malam.
Tak hanya di Jawa, Densus 88 juga bergerak di Ambon, Maluku. Empat terduga teroris dibekuk. Barang yang disita pun tak kalah mengejutkan. Densus 88 berhasil menyita dua senjata api, granat, pelontar, dan 10.000 peluru siap pakai.
Editor: Safrizal
Sumber: http://us.fokus.news.viva.co.id
Tidak ada komentar: