RANCANGAN QANUN ACEH
NOMOR ....... TAHUN 2012 TENTANG
LEMBAGA WALI NANGGROE
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH DAN
PENYAYANG
GUBERNUR ACEH,
|
||
MENIMBANG
:
|
||
a
|
bahwa berdasarkan Pasal 18B Undang-Undang
Dasar 1945 bahwa kedudukan dan keberadaan Pemerintah Aceh sebagai daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam undang-undang, tetap
diakui dan dihormati secara hukum;
|
|
b
|
bahwa dalam sejarah perjuangan rakyat Aceh
dimasa berperang melawan penjajah Belanda Ketuha Madjelis Tuha Peuet Aceh
menyerahkan perangkat Kerajaan Aceh kepada Wali Nanggroe yang terjadi pada
tanggal 28 Januari 1874;
|
|
c
|
bahwa kerajaan Aceh telah mempunyai
wilayah, pemerintahan dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah berperan memberikan sumbangsih
yang besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
|
|
d
|
bahwa
dalam sejarah perjuangan Indonesia, dimana dalam agresi militer kedua tahun
1949 melawan penjajah Belanda, Aceh adalah satu satunya daerah yang tetap
tidak dapat ditaklukkan sehingga menjadi modal kemerdekaan Indonesia secara
de facto dan de jure;
|
|
e
|
bahwa
Aceh adalah merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan
diberikan kewenangan khusus melaksanakan kewenangan dalam semua sektor
publik;
|
|
f
|
bahwa
akibat konflik berkepanjangan di Aceh sejak tahun 1953-1959 dan 1976-2005
yang diakhiri dengan lahirnya Nota Kesepahaman Bersama perjanjian damai
antara Pemerintah RI dan GAM yang dituangkan dalam MoU Helsinki pada hari
senin tanggal 15 Agustus 2005;
|
|
g
|
bahwa
dalam point 1.1.7. MoU Helsinki Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan
segala perangkat upacara dan gelarnya;
|
|
h
|
bahwa
berdasarkan Pasal 96 (1), (2) dan (3) Pasal 97 yang mengamanatkan pengaturan
lebih lanjut tentang Lembaga Wali Nanggroe; dan
|
|
i
|
bahwa
berdasarkan ketentuan huruf a,b,c,d,e,f,g dan h perlu diatur dengan qanun
Aceh tentang Lembaga Wali Nanggroe.
|
|
MENGINGAT
:
|
||
1
|
Undang-Undang
Dasar tahun 1945;
|
|
2
|
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 62 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4633).
|
|
3
|
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai
Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi Tambahan Lembaran Negara Republik.
|
|
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT ACEH
Dan
GUBERNUR ACEH
MEMUTUSKAN
Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG LEMBAGA WALI
NANGGROE.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
|
||
Dalam
Qanun ini yang dimaksud dengan :
|
||
1
|
Aceh adalah kesatuan wilayah (teritorial)
dan masyarakat hukum dengan batas Aceh merujuk pada 1 Juli 1956 sesuai dengan
point 1.1.4 MoU Helsinki, yang memiliki kewenangan di semua sektor publik,
kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan dalam
negeri, moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama dalam
Negara Kesatuan dan Konstitusi Republik Indonesia.
|
|
2
|
Pemerintahan Aceh adalah sebuah sistem baru
Pemerintahan Rakyat Aceh atau the government of the Acehnese people, yang
lahir setelah perjanjian damai antara RI dan GAM, 15 Agustus 2005 di
Helsinki, Finlandia yang mempunyai kekhususan atau keistimewaan tentang
wewenang tambahan tertentu yang dimiliki oleh Pemerintahan Aceh.
|
|
3
|
Wali Nanggroe atau nama lainnya adalah Al
Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik berdasarkan peralihan perangkat
kerajaan merupakan pemimpin yang bersifat personal, berwibawa dan pemersatu
masyarakat yang independen.
|
|
4
|
Lembaga Wali Nanggroe adalah Lembaga
kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa,
dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga
adat, adat istiadat, bahasa dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara
adat lainnya.
|
|
5
|
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
|
6
|
Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Majelis
Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan
masing-masing.
|
|
7
|
Gubernur
adalah Kepala Pemerintah Aceh dan Wakil Pemerintah dalam hal menjalankan
koordinasi dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan dalam
negeri, kekuasaan kehakiman, moneter dan fiskal, dan kebebasan beragama di
Aceh.
|
|
8
|
Majelis Perwakilan Rakyat Aceh selanjutnya
disebut Parlemen Aceh adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Aceh yang
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
|
|
9
|
Adat
(convention) adalah tata cara kebiasaan hidup manusia yang dijalankan secara
turun temurun mengikat ada sebab dan akibat serta tidak tertulis terbagi atas
adat syar’i (ketatanegaraan), adat aridh (kebiasaan luar yang diadopsikan),
adat daruri (penting), adat nafsi (adat itu sendiri), adat nazari (hasil
pemikiran), adat uruf (kebiasaan), adat ma’ruf (adat yang dibiasakan), adat
muqabalah (adat timbal balik), adat mu’amalah (adat pergaulan sehari-hari),
adat ijma’ mahkamah jam’iyah (adat yang disepakati bersama oleh parlemen).
|
|
10
|
Adat-istiadat (ceremonial) adalah tata cara
kehidupan masyarakat yang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah
ditentukan terlebih dahulu untuk mengesahkan atau meresmikan hal tertentu
dalam kehidupan pemerintahan dan masyarakat di Aceh.
|
|
11
|
Waliul’ahdi
adalah pemangku Wali Nanggroe atau orang yang merupakan perangkat kerja
Lembaga Wali Nanggroe mengerjakan pekerjaan Wali Nanggroe ketika Wali
Nanggroe berhalangan tetap.
|
|
12
|
Mufti
adalah orang yang memutuskan hukum agama dan
mengeluarkan fatwa-fatwa yang sesuai dengan mahzab Syafii sebagai mahzab mayoritas juga mengakui tiga mahzab lainnya yang ahlusunnah waljamaah. |
|
13
|
Majelis Tuha Peuet adalah majelis tertinggi
di bawah lembaga Wali Nanggroe terdiri dari 30 persen mewakili Ulama, 30
persen mewakili ex. Pemerintahan, ex. anggota DPRA, ex. Pejabat Tinggi Negara
asal Aceh, 30 persen dari perwakilan pelaku sejarah dan 10 persen dari
perwakilan saudagar Aceh.
|
|
14
|
Majelis
Tuha Lapan adalah perwakilan dari wilayah-wilayah sesuai dengan tradisi
sejarah perjuangan rakyat Aceh yang mengusulkan pendapat-pendapat dari
wilayahnya untuk dapat dijadikan bahan masukan atau menerima arahan dari pada
Majelis Tuha Peuet.
|
|
15
|
Arakata atau Katibul Muluk adalah
sekretaris pada kesekretariatan Lembaga Wali Nanggroe.
|
|
16
|
Reusam adalah keselamatan dan ketertiban
serta kenyamanan dengan segala perangkat sistem pengawalan terhadap Lembaga
Wali nanggroë yang terdiri dari reusam syar’i (protokoler tetap), reusam
aridh (protokoler yang diadopsi), reusam daruri (penting), reusam nafsi
(reusam itu sendiri), reusam nazari (reusam yang ditetapkan), reusam uruf
(reusam yang berlaku), reusam ma’ruf (reusam yang dibiasakan), reusam
muqabalah (reusam timbal balik), reusam mu’amalah (reusam pergaulan
sehari-hari), reusam ijma’ mahkamah jam’iyah (reusam yang disepakati bersama
oleh majelis Tuha Peuet dan Tuha Lapan).
|
|
17
|
Majelis perempuan adalah keindahan yang
terjadi karena adanya permasalahan yang timbul dalam hal membuat satu
keputusan untuk mengangkat derajat perempuan yang terbagi atas qanun syar’i
(mengatur hak-hak perempuan), qanun aridh (hak-hak perempuan yang datang dari
luar), qanun daruri (hak-hak perempuan yang penting), qanun nafsi (hak-hak
perempuan yang ada pada jati dirinya), qanun nazari (hak-hak perempuan
memberikan pendapat), qanun uruf (hak-hak kebiasaan perempuan sehari-hari),
qanun ma’ruf (hak-hak perempuan yang sudah dibiasakan), qanun muqabalah (hak
dan kewajiban perempuan), qanun mu’amalah (hak perempuan dalam pergaulan sehari-hari),
qanun ijma’ mahkamah jam’iyah (hak perempuan yang diberikan khusus oleh Tuha
Peuet dan Tuha Lapan).
|
|
18
|
Majelis Mukim adalah himpunan masyarakat
hukum adat yang terdiri dari kumpulan beberapa gampong yang bertugas
mengusulkan pendapat dari mukim-mukim dan atau menerima arahan dari keputusan
Majelis Tuha Peuet.
|
|
BAB II
Prinsip Dan Tujuan
Pasal 2
|
||
Prinsip
Lembaga Wali Nanggroe adalah :
|
||
a
|
pemersatu rakyat Aceh secara adat yang
independen dan berwibawa serta bermartabat;
|
|
b
|
kehormatan dan kewibawaan adat, tradisi
sejarah, dan tamadun Aceh;
|
|
c
|
keagungan dinul Islam, kemakmuran rakyat,
keadilan, dan perdamaian;
|
|
d
|
self government sesuai Konstitusi.
|
|
Pasal 3
|
||
Tujuan
Pembentukan Lembaga Wali Nanggroe adalah:
|
||
a
|
mempersatukan rakyat Aceh secara adat yang
independen dan berwibawa serta bermartabat;
|
|
b
|
menjaga kehormatan dan kewibawaan adat,
tradisi sejarah, dan tamadun Aceh; (tamadun diberi penjelasan pada penjelasan
pasal, termasuk pakaian, makanan dan lain-lain khasanah adat)
|
|
c
|
mengagungkan dinul Islam, mewujudkan
kemakmuran rakyat, menegakkan keadilan, dan menjaga perdamaian;
|
|
d
|
mewujudkan self government sesuai
Konstitusi;
|
|
BAB III
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Pembentukan dan
Status
Pasal 4
|
||
(1)
|
Dengan Qanun ini dibentuk Lembaga Wali
Nanggroe.
|
|
(2)
|
Lembaga
Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai status sebagai
Lembaga kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen,
berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan
lembaga-lembaga adat, adat istiadat, bahasa dan pemberian gelar/derajat dan
upacara-upacara adat lainnya.
|
|
Bagian Kedua
Kedudukan, Gelar
dan Hak
Pasal 5
Lembaga Wali
nanggroe berkedudukan di Ibu Kota Aceh
Pasal 6
|
||
Laqab atau gelar atau panggilan terhadap
Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud dalam Pasal huruf a adalah “Paduka Yang
Mulia”
|
||
-
|
Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe
|
|
-
|
Paduka Sri Wali Nanggroe
|
|
-
|
Duli yang Mulia Wali Nanggroe
|
|
-
|
Sri
Paduka Wali Naggroe
|
|
Pasal 7
|
||
Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki hak:
|
||
a
|
imunitas;
|
|
b
|
protokoler;
|
|
c
|
keuangan;
dan
|
|
d
|
meminta pendapat
|
|
Bagian Ketiga
Susunan
Pasal 8
|
||
(1)
|
Susunan Kelembagaan Wali Nanggroe, terdiri
dari:
|
|
a
|
Wali Nanggroe;
|
|
b
|
Waliul’ahdi/Pemangku Wali Nanggroe;
|
|
c
|
Keurukon Katibul Wali (Sekretariat);
|
|
d
|
Majelis Tuha Peuet;
|
|
e
|
Mufti (Lembaga Majelis Fatwa);
|
|
f
|
Majelis Tuha Lapan;
|
|
g
|
Majelis Mukim;
|
|
h
|
Majelis Perempuan;
|
|
i
|
Reusam;
|
|
j
|
Majelis Ulama Aceh/Majelis Ulama Nanggroe
Aceh;
|
|
k
|
Majelis Adat Aceh;
|
|
l
|
Majelis Pendidikan Aceh;
|
|
m
|
Majelis Kebudayaan, Kesenian dan Olahraga;
|
|
n
|
Majelis Kerjasama Ekonomi;
|
|
o
|
Majelis Keujruen Blang/Majelis Pertanian;
|
|
p
|
Majelis Laot;
|
|
q
|
Majelis Syahbandar;
|
|
r
|
Majelis Ulayat;
|
|
s
|
Majelis Haria Peukan;
|
|
t
|
Majelis Purbakala, Warisan Budaya dan
Permeseuman;
|
|
u
|
Majelis Penelitian dan Pengembangan;
|
|
v
|
Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan;
|
|
w
|
Majelis Khazanah/Warisan Kekayaan Aceh;
|
|
x
|
Majelis Anti Rasuah (Anti korupsi);
|
|
y
|
Majelis Purbakala/Warisan Budaya;
|
|
z
|
Majelis Audit Independen;
|
|
Ã¥
|
Majelis Pertimbangan;
|
|
ä
|
Majelis Hutan Aceh;
|
|
ö
aa |
Bahagian Perbendaharaan; dan
Majelis atau badan lainnya yang disesuaikan dengan keperluan. |
|
(2)
|
Susunan Organisasi dan Tata Kerja perangkat
Kelembagaan Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan/Sarakata Wali Nanggroe
|
|
Bagian Keempat
Organisasi
Kelembagaan Wali Nanggroe
Pasal 8
|
||
(1)
|
Organisasi Kelembagaan Wali Nanggroe
terdiri dari tiga bentuk:
|
|
a
|
Fungsional;
|
|
b
|
Struktural.
|
|
c
|
Reusam
|
|
(2)
|
Fungsional sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri dari:
|
|
a
|
Majelis
Tuha Peuet;
|
|
b
|
Mufti
(Majelis Fatwa);
|
|
c
|
Majelis
Tuha Lapan;
|
|
d
|
Majelis
Mukim; dan
|
|
e
|
Majelis
Perempuan/Majelis Ureueng Inong/Majelis saton.
|
|
f
|
Majelis
Ulama Aceh/Majelis Ulama Nanggroe Aceh;
|
|
g
|
Majelis
Adat Aceh;
|
|
h
|
Majelis
Pendidikan Aceh;
|
|
i
|
Majelis
Kebudayaan, Kesenian dan Olahraga;
|
|
j
|
Majelis
Kerjasama Ekonomi;
|
|
k
|
Majelis
Keujruen Blang;
|
|
l
|
Majelis
Penelitian dan Pengembangan;
|
|
m
|
Majelis
Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan;
|
|
n
|
Majelis
Khazanah;
|
|
o
|
Majelis
Anti Rasuah (Anti korupsi);
|
|
p
|
Majelis
Audit Independen;
|
|
q
|
Majelis
Pertimbangan;
|
|
r
|
Majelis
Hutan Aceh;
|
|
s
|
Majelis
Laot;
|
|
t
|
Majelis
Syahbandar;
|
|
u
|
Majelis
Ulayat;
|
|
v
|
Majelis
Haria Peukan;
|
|
w
|
Majelis
Purbakala, Warisan Budaya dan Permeseuman;
|
|
x
|
Bahagian
Perbendaharaan; dan
|
|
y
|
Majelis
atau Badan lainnya yang diseuaikan dengan keperluan dan fungsi kepemimpinan
adat.
|
|
(3)
|
Struktural sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri dari Kereukon Katibul Wali (Sekretariat);
|
|
Pasal 9
|
||
(1)
|
Fungsional
dan struktural sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf
b
|
|
(2)
|
Reusam
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat ayat (1) huruf c
|
|
Bagian Kelima
Tugas Pokok, Fungsi
dan Kewenangan
Pasal 10
|
||
Lembaga
Wali Nanggroe Mempunyai Tugas:
|
||
a
|
membentuk perangkat Lembaga Wali Nanggroe
dengan segala upacara adat dan gelarnya;
|
|
b
|
mengangkat, menetapkan dan meresmikan serta
memberhentikan personil perangkat Lembaga Wali Nanggroe;
|
|
c
|
meresmikan/mengukuhkan/bai’at/menta’arufkan
Parlemen Aceh dan Kepala Pemerintah Aceh secara adat istiadat;
|
|
d
|
memberi gelar kehormatan kepada seseorang
atau lembaga;
|
|
e
|
mengurus khazanah Aceh di luar Aceh;
|
|
f
|
melakukan kunjungan dalam rangka kerjasama
dengan pihak manapun untuk kemajuan dan kepentingan adat rakyat Aceh; dan
|
|
g
|
ikut serta menyediakan sumberdaya manusia
yang cakap dalam lingkungan kehidupan masyarakat Aceh yang mampu menjalankan
fungsi-fungsi publik serta melestarikan dan mengembangkan budaya dan adat
istiadat disesuaikan dengan bidangnya.
|
|
Pasal 11
|
||
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Lembaga Wali Nanggroe mempunyai fungsi:
|
||
a
|
perumusan
dan penetapan kebijakan penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat
istiadat, dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya.
|
|
b
|
penyiapan
rakyat Aceh dalam pelaksanaan kekhususan dan keistimewaan sebagaimana
ditentukan dalam qanun ini; dan
|
|
c
|
Perlindungan
secara adat semua orang Aceh baik di dalam maupun di luar Aceh.
|
|
Pasal 12
|
||
Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Lembaga Wali Nanggroe mempunyai kewenangan:
|
||
a
|
memberikan gelar kehormatan kepada
seseorang atau badan yang diberikan dengan nama
|
|
b
|
menjalankan kewenangan kepemimpinan adat
yang berwibawa dan bermartabat dalam tatanan kehidupan masyarakat untuk
penyelesaian dalam urusan
|
|
c
|
menentukan hari
|
|
d
|
Kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam
huruf d terkecuali bagi instansi tertentu dalam pelayanan publik sesuai
dengan kekhususan Peraturan Perundang
|
|
e
|
Melakukan kerjasama dengan negara
|
|
f
|
Menetapkan/mengumumkan ketentuan
|
|
BAB IV
REUSAM/PROTOKOLER
LEMBAGA WALI
NANGGROE
Pasal 13
|
||
(1)
|
Protokoler Lembaga Wali Nanggroe dilakukan
dengan segala perangkatnya sesuai dengan tradisi sejarah dan adat istiadat
rakyat Aceh;
|
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Reusam Wali Nanggroe.
|
|
BAB V
PEMBIAYAAN
LEMBAGA WALI
NANGGROE
Bagian Kesatu
Keuangan dan
Anggaran Belanja Lembaga Wali Aneuk Nanggroe
Pasal 14
|
||
(1)
|
Keuangan Lembaga Wali Nanggroe bersumber
dari:
|
|
a
|
APBN;
|
|
b
|
APBA;
|
|
c
|
Sumber Lainnya yang sah dan tidak mengikat.
|
|
(2)
|
Pengelolaan keuangan yang bersumber dari
APBN dan APBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang pengelolaan
keuangan.
|
|
(3)
|
Pengelolaan keuangan yang bersumber dari
sumber lain yang sah dan tidak mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diatur dengan Reusam/Pengaturan wali Nanggroe.
|
|
(4)
|
Pengelolaan keuangan yang bersumber dari
APBN dan APBA dilaksanakan oleh Keurukon Katibul Wali sebagai satuan kerja
perangkat Aceh.
|
|
Pasal 15
|
||
(1)
|
Anggaran
belanja lembaga Wali Nanggroe terdiri dari;
|
|
a
|
Belanja tidak langsung; dan
|
|
b
|
Belanja langsung.
|
|
(2)
|
Belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a terdiri dari ;
|
|
a
|
Belanja
personil; dan
|
|
b
|
Belanja
non personil.
|
|
(3)
|
Belanja langsung sebagimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b diperuntukan bagi pelaksanaan program dan kegiatan
kelembagaan wali Nanggroe.
|
|
(4)
|
Belanja personil dan non personil
sebagimana dimaksud pada ayat (3) disusun berdasarkan kebutuhan dan
ditetapkan dengan peraturan/Reusam Wali Nanggroe.
|
|
Bagian Kedua
Harta Kekayaan
Lembaga Wali Nanggroe
Pasal 16
|
||
(1)
|
Harta kekayaan Lembaga Wali Nanggroe
merupakan benda yang bergerak maupun benda yang tidak bergerak yang telah
dipisahkan dari pemerintah dan/atau Pemerintah Aceh.
|
|
(2)
|
Benda yang tidak bergerak sebagaimana
dimaksud ayat (1), yang sumber dananya berasal dari APBA/APBN berlaku sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan.
|
|
(3)
|
Benda yang bergerak maupun benda yang tidak
bergerak dari peninggalan sejarah Aceh baik yang berada di dalam dan luar
negeri akan diatur dalam tatanan Rumah Tangga Lembaga Wali Nanggroe; dan
benda yang bergerak dan atau benda tidak bergerak dari peninggalan sejarah
Aceh yang berada luar negeri dilakukan konsultasi dengan Pemerintah Pusat
jika dianggap perlu.
|
|
BAB VI
PEMILIHAN WALI
NANGGROE
Bagian Kesatu
Syarat Pemilihan
Wali Nanggroe
Pasal 17
|
||
Calon Wali Nanggroe harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
|
||
a
|
orang Aceh dan beragama Islam;
|
|
b
|
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT;
|
|
c
|
dapat berbahasa Aceh dengan fasih/baik;
|
|
d
|
berakal dan baligh;
|
|
e
|
berakhlak mulia dan tidak dzalim (tidak
jahat);
|
|
f
|
tidak sedang menjalani pidana;
|
|
g
|
dikenal dan diterima oleh rakyat Aceh;
|
|
h
|
‘alim (mengetahui);
|
|
i
|
berpengalaman dan berwawasan luas;
|
|
j
|
berani dan benar serta bertanggung jawab;
|
|
k
|
arif dan bijaksana serta punya pandangan
jauh ke depan;
|
|
l
|
amanah, setia, jujur dan bersifat adil;:
|
|
m
|
musyawarah;
|
|
n
|
tidak shafih (tidak boros);
|
|
o
|
baik anggota dan sempurna panca indra;
|
|
p
|
kasih sayang, rendah hati, penyabar dan
pemaaf;
|
|
q
|
terpelihara dari hawa nafsu jahat dan
bertawakkal kepada ALLAH serta selalu bersyukur;
|
|
r
|
mampu berbahasa asing secara lancar
sekurang-kurangnya Bahasa Arab dan Bahasa Inggris jika ada.
|
|
Bagian Kedua
Unsur-unsur yang
berhak Memilih Wali Nanggroe
Pasal 18
|
||
(1)
|
Wali Nanggroe dipilih secara musyawarah dan
mufakat oleh Majelis Pemilihan Wali Nanggroe yang dibentuk secara khusus;
|
|
(2)
|
Majelis pemilihan Wali Naggroe sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
|
|
a
|
Tuha
Peuet;
|
|
b
|
Perwakilan
dari wilayah seluruh Aceh yang terdiri dari masing-masing 2 orang;
|
|
c
|
Perwakilan
Alim Ulama masing masing wilayah 1 orang.
|
|
(3)
|
Majelis Pemilihan Wali Nanggroe diketuai
oleh seorang ketua dengan nama Ketua Majelis Pemilihan.
|
|
Bagian Ketiga
Tata Cara Pemilihan
Wali Nanggroe
Pasal 19
|
||
(1)
|
Wali Nanggroe dipilih oleh Majelis
Pemilihan Wali Nanggroe secara musyawarah dan mufakat berdasarkan
prinsip-prinsip azas transparansi, akuntabilitas dan responsifitas;
|
|
(2)
|
Majelis
pemilihan Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
|
a
|
45
orang yang mewakili 17 Wilayah ditambah dengan unsur dari Tuha Peuet.
|
|
b
|
Majelis
pemilihan menetapkan beberapa calon Wali Nangroe;
|
|
c
|
Penetapan
calon sebagaimana dimaksud pada huruf (b) dilaksanakan secara musyawarah dan
mufakat, apabila secara musyawarah dan mufakat tidak dapat dilakukan maka
dilakukan secara voting.
|
|
d
|
17 wilayah sebagaimana dimaksud huruf (a)
di atas terdiri atas wilayah-wilayah:
1.
Sabang;
2.
Aceh Rayek;
3.
Pidie;
4.
Peusangan Batee Iliek;
5.
Samudra Pase;
6.
Peureulak;
7.
Tamieng;
8.
Meureuhom Daya;
9.
Meulaboh;
10.
Blangpidie;
11.
Lhok Tapaktuan;
12.
Singkil;
13.
Pulau Banyak;
14.
Simeulue;
15.
Alas;
16.
Gayo Lues;
17.
Linge.
Penjelasan: untuk ayat (1) dan (2), yang
dimaksud dengan 17 wilayah kesatuan adat adalah berasal 23 wilayah
administrasi pemerintahan kabupaten/kota)
|
|
(3)
|
Majelis Pemilihan Wali Nanggroe berakhir
dengan sendirinya setelah Wali Nanggroe terpilih sampai penabalan.
|
|
(4)
|
Ketua Majelis Pemilihan dan perangkatnya
akan mempertanggungjawabkan kepada Kepala Rumah Tangga Lembaga Wali
Nanggroe/Keurukon Katibul Wali.
|
|
(5)
|
Segala hal yang berkaitan dengan Majelis
Pemilihan Wali Nanggroe yang belum diatur dalam qanun ini diatur dengan
peraturan tata tertib majelis pemilihan Wali nanggroe.
|
|
Bagian Keempat
Kriteria calon Wali
Nanggroe
Pasal 20
|
||
(1)
|
Kriteria calon Wali Nanggroe meliputi:
|
|
a
|
Salah
seorang calon yang ditetapkan oleh Majelis Pemilihan adalah Waliul’ahdi;
|
|
b
|
orang
Aceh yang baik dan mulia yang nasabnya orang Aceh sampai empat keturunan ke
atas;
|
|
c
|
keturunan
Wali-Wali sebelumnya yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19; dan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) apabila terdapat calon Wali
Nanggroe lebih dari satu (1) orang yang memenuhi kriteria yang sama maka akan
lebih diutamakan.
|
|
(2)
|
Apabila terdapat calon Wali Nanggroe lebih
dari satu orang dan memenuhi kreteria yang sama, maka calon yang memenuhi
kreteria huruf c akan lebih diutamakan.
|
|
BAB VII
MASA JABATAN WALI
NANGGROE
Pasal 21
|
||
(1)
|
Masa jabatan Wali Nanggroe adalah sepanjang
masih mampu menjalankan tugasnya;
|
|
(2)
|
Masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berakhir apabila :
|
|
a
|
Meninggal
dunia;
|
|
b
|
Murtad;
|
|
c
|
Dzalim
(melakukan kejahatan yang telah diputuskan oleh pengadilan diatas 5 tahun ke
atas dengan kekuatan hukum tetap);
|
|
d
|
Uzur;
|
|
e
|
mengundurkan
diri dan;
|
|
f
|
melanggar
kriteria wali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
|
|
(3)
|
Masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) hanya berlaku sesudah Wali Nanggroe ke VIII yaitu DR. Tengku
Hasan M. di Tiro selanjutnya Wali Nanggroe dan atau Waliul’Ahdi yang ada
sekarang untuk dilakukan penabalan;
|
|
(4)
|
Wali Nanggroe selanjutnya akan dipilih
dengan masa jabatannya tujuh (7) tahun sekali oleh Majelis Pemilihan.
|
|
(5)
|
Apabila Wali Nanggroe berakhir sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), maka Waliul‘Ahdi akan melanjutkan peran sampai
terpilihnya Wali Nanggroe definitif.
|
|
BAB VIII
KEPUTUSAN DAN
PENABALAN WALI NANGGROE
Pasal 22
|
||
(1)
|
Penabalan secara adat Wali Nanggroe akan
dilakukan oleh Ketuha Majelis Tuha Peuet.
|
|
(2)
|
Penabalan Wali Nanggroe sebagaimana
dimaksud ayat (1) akan dilakukan dengan upacara dan segala alat perangkatnya
serta dihadiri oleh khalayak ramai yang dilaksanakan di tempat terbuka, di
depan Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh atau Istana Lembaga Wali Nanggroe.
|
|
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 23
|
||
(1)
|
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, semua
ketentuan yang ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Qanun ini.
|
|
(2)
|
Wali Nanggroe atau waliul’ahdi yang sudah
ada sebelum Qanun ini diundangkan tetap diakui dan akan diresmikan sesuai
dengan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2); dan
|
|
(3)
|
Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) adalah setelah Wali Nanggroe yang kedelapan yaitu Dr. Tengku Hasan
M. di Tiro.
|
|
(4)
|
Waliul’ahdi pada masa Wali Nanggroe ke VIII
Dr. Tengku Hasan M. di Tiro adalah Tengku Malik Mahmud
|
|
(5)
|
Sejak berpulang ke rahmatullah Dr. Tengku
Hasan M. di Tiro, maka Waliul’ahdi Tengku Malik Mahmud langsung menjadi Wali
Nanggroe ke IX.
|
|
(6)
|
Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) mengangkat perangkat Waliul’ahdi
|
|
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
|
||
Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini
akan ditetapkan lebih lanjut dalam Tatanan Rumah Tangga Lembaga Wali
Nanggroe.
|
||
Pasal 25
|
||
Qanun ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Aceh.
|
||
Ditetapkan di Banda
Aceh.
pada tanggal
GUBERNUR ACEH,
Diundangkan di
Banda Aceh
pada Tanggal
.............. Tahun 2012
SEKRETARIS DAERAH
ACEH
T. Setia Budi
LEMBARAN ACEH TAHUN
2012 NOMOR .........
|
Oleh Safrizal (Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Malikussaleh - HIMIPOL UNIMAL)
Tidak ada komentar: