Dewan Keamanan PBB di New York hari Sabtu (21/4) memutuskan untuk menambah pemantau militer tak bersenjata hingga 300 orang di Suriah.
Para pemantau ini akan berada di Suriah selama tiga bulan dengan tugas mengawasi gencatan senjata dan membantu menerapkan rencana perdamaian yang disetujui oleh pemerintah Suriah.
Para pemantau ini akan berada di Suriah selama tiga bulan dengan tugas mengawasi gencatan senjata dan membantu menerapkan rencana perdamaian yang disetujui oleh pemerintah Suriah.
Keputusan Dewan Keamanan ini diambil di tengah keprihatinan negara-negara Barat atas kegagalan Suriah menaati sepenuhnya gencatan senjata.
Duta Besar Prancis untuk PBB Gerard Araud mengatakan Dewan Keamanan PBB akan menerapkan sanksi seandainya pemerintah Suriah terus melakukan tindak kekerasan.
Keputusan Dewan Keamanan menambah pemantau di Suriah disambut baik Sekjen PBB Ban Ki-moon.
"Sekjen PBB mendesak pemerintah Suriah dan pihak-pihak lain untuk mewujudkan situasi yang kondusif agar tim pemantau bisa menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya," kata juru bicara Ban Ki-moon.
Senjata berat
"Kami ingin menekankan perlunya tentara Suriah menghentikan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, secara khusus menghentikan penggunaan senjata berat dan menarik senjata serta unit-unit militer dari pemukiman warga," tambahnya.
Sebelumnya tim kecil PBB berhasil masuk ke kubu oposisi di kota Homs, yang digempur habis-habisan oleh tentara pemerintah Suriah dalam beberapa pekan terakhir.
Para pegiat oposisi mengatakan tentara pemerintah menghentikan tembakan dan menyembunyikan tank dan senjata berat lain.
Mereka menambahkan dikhawatirkan penembakan akan kembali dilanjutkan begitu para pemantau meninggalkan Homs.
Perlawanan terhadap pemerintah di Suriah pecah seiring dengan munculnya gerakan demokratisasi di Arab, yang berawal dari Tunisia, Mesir, dan Libia sekitar 13 bulan silam.
Kelompok oposisi mendesak Presiden Bashar al-Assad mengundurkan diri.
Aksi oposisi di berbagai kota, seperti Homs, dihadapi oleh militer dengan kekuatan penuh.
PBB mengatakan lebih dari 9.000 tewas sejak gerakan perlawanan muncul.
Editor: Safrizal
Sumber: internasional.kompas.com
Tidak ada komentar: