Uni Eropa mendesak agar pemerintah daerah di Aceh tidak dengan mudah memberi izin pembukaan lahan hutan untuk perkebunan. Konsesi hutan harus memperhatikan aspek rencana tata ruang wilayah, dan disetujui masyarakat sekitar, serta memperhatikan kondisi lingkungan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan Uni Eropa untuk Aceh, Giovanni Serritella, Rabu (23/5/2012) di Banda Aceh. Pernyataan tersebut menanggapi persoalan kerusakan hutan di Aceh yang sebagian terkait dengan masih banyaknya konsesi hutan untuk perusahaan-perusahaan perkebunan.
Giovanni mengatakan, persoalan konsesi hutan menjadi kewenangan pemerintah lokal. Karena itu, dia meminta agar pemerintah lokal di Aceh memprioritaskan kelestarian hutan dalam kebijakannya. Upaya penting yang perlu dilakukan adalah secara selektif memberi konsesi kehutanan.
"Saya tak hendak mengatakan hentikan konsesi. Tapi, yang hendak kami sampaikan adalah konsesi hendaknya diberikan dengan cara yang cerdas. Aspek rencana tata ruang wilayah diperhatikan, ada persetujuan masyarakat, dan kondisi lingkungan diperhatikan," tuturnya.
Mulai tahun 2012, menurut Giovanni, Uni Eropa akan lebih memusatkan perhatian kepada sektor kehutanan dan perubahan iklim di Aceh. Program ini satu paket dengan program untuk sektor yang sama, yang akan dilaksanakan di Papua.
Aceh dan Papua adalah dua wilayah yang mempunyai hutan tropis yang masih tersisa di Indonesia. "Kalimantan sudah sangat buruk kondisinya. Ini sangat perlu untuk dijaga dan Uni Eropa berharap ini dapat diselesaikan bersama nantinya," kata Giovanni.
Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar: